Rabu, Desember 09, 2009

Sekelumit Tentang Timah Bangka (Rekaman Chatting dengan Mas Udin)

Semalam saya chatting di fb dengan mas Udin, jurnalis Bangka Pos. Kami sedikit berbincang tentang timah bangka. Berikut rekamannya. Semoga bermanfaat.

6:38amShofhi
assalaamu 'alaikum

6:38amFakhruddin
waalikum salam apa kabar

6:39amShofhi
alhamdulillaah. masih diberi banyak kenikmatan.
bangka pripun?

6:39amFakhruddin
Alhamdulillah sudah banyak kemajuan, hutan pada gundul..tanah-tanah sudah terbalik oleh tambang

6:40amShofhi
timahnya?

6:40amFakhruddin
diambil para kapiytalis yang berkaloborasi dengan penguasa tengik

6:40amShofhi
konon timahnya sudah habis. gimana ceritanya mas?

6:41amFakhruddin
wah ceritanya seperti yang pernah saya tulis dan di posting di FB "Sejarah babak belur Timah bangka Belitung

6:42amShofhi
oh, ada ya. nanti saya cari. terima kasih sebelumnya.
lha perkembangan syarikah gimana di sana mas?

6:42amFakhruddin
itu sekelumitnya saja..
bahkan pernha terjadi pembantain sekitar 500 orang sekitar tahun 70-an

6:47amShofhi
kenapa?

6:47amFakhruddin
macam-macam..di tuduh menyelundup timah sampai menggali segegnggam pasir timah di halaman belakang rumahnya

6:48amShofhi
itu pelakunya siapa mas?

6:49amFakhruddin
negara

6:49amShofhi
wow.
lewat pengadian apa ndak mas?

6:50amFakhruddin
tembak ditempat

6:51amShofhi
wih.. ngeri juga ya.
dulu perusahaan multinasional sudah masuk?

6:52amFakhruddin
sudah bahkan sejak jaman belanda...

6:55amShofhi
berarti dari dulu rakyat belum pernah merasakan manisnya timah bangka ya mas?

6:55amFakhruddin
hehehee......memang Indonesia pernah merdeka?

6:56amShofhi
tapi, apa timah pernah manis? hehehe

6:58amFakhruddin
yang manis cuma gula jawa

6:58amShofhi
hehe,,

6:58amFakhruddin
'timah,emas,minyak rakyat harus berdarah

6:59amShofhi
hehe,,
sebetulnya potensinya gimana sih mas?
sebetulnya potensinya gimana sih mas?

7:00amFakhruddin
hehehe..susah saya ngomong...perbandingannya PApua dengan emasnya

7:03amShofhi
sebesar itu?

7:03amFakhruddin
yup

7:03amShofhi
mas, saya masih nyari notenya. ada linknya ndak?

7:03amFakhruddin
kalau antum baca sejarah..hingga kini babel penghasil timah putih tersebasar di dunia sejak berabad silam

7:12amShofhi
kalau yang di laskar pelangi yang katanya pabriknya tutup gimana?

7:13amFakhruddin
sekarang seperti kota mati, tinggal gedung-gedung tua yang dihuni vamvire

7:14amShofhi
berarti perusahaan multinasional sudah tidak ada, dan sekarang timahnya sudah habis? begitukah?

7:14amFakhruddin
timah masih ada kalau di darat tak seberapa..sekarang mainnbya di laut

4:12pmFakhruddin is offline.

Jumat, Oktober 30, 2009

Dari India ke Negara Syariat Islam (Rekaman Sebuah Diskusi)

Bismillâh walhamdu lillâh washshalâtu wassalâmu ‘alâ man lâ nabiyya ba’dah.

Beragam respon manusia terhadap ide penerapan syariat di suatu Negara. Di antara mereka ada yang menerima, mendukung, dan terus menyuarakannya. Ada pula yang kemudian menolak, bahkan mencaci, serta mencoba menghalang-halanginya. Namun ada pula di antara mereka yang menolak namun tetap menghormati para pengemban yang menyuarakannya, persis sebagaimana ada pula yang setuju tetapi tidak (semoga saja belum atau belum lagi) tergerak untuk mendakwahkannya.

Selasa, Oktober 27, 2009

Sumpah Jalanan

Berpanas-panas di bawah mentari,
lebih lima ribu mahasiswa menyatukan misi

Bercucur keringat disengat surya,
tak surut semangat berikrar bersama:
Kami akan terus berjuang tanpa lelah untuk tegaknya syariah Islam dalam naungan Negara Khilafah Islamiyah sebagai solusi tuntas problematika masyarakat Indonesia dan negeri-negeri muslim lainnya.

Dari seluruh penjuru nusantara, kami nyatakan sumpah yang sama
Kami ingin tetap di garis ini, meski penguasa zhalim berang membenci

Kegelapan pasti hilang jika cahaya datang

*Mengenang Sumpah Mahasiswa Islam, Jakarta, 19 Oktober 2009*

Musyawarah dan Demokrasi; Dialog Brad Pytt dengan Shah Rukh Khan

Assalaamu ‘alaikum.
Bismillaah walhamdu lillaah washshalaatu wassalaamu ‘alaa Rasuulillaah. Amma ba’d.

Berikut adalah dialog antara Brad Pytt dan Shahrukh Khan dalam sebuah obrolan berdua saja di dunia maya. Karena dua-duanya bukan nama sebenarnya, maka mohon maaf bila ada kesalahan menulis nama.


Brad pytt:

sebelum berbicara jauh, kita harus samakan padandangan kita terlebih dahulu. bahwa hukum demokrasi yang dimaksud adalah demokrasi di indonesia. dan hukum Tuhan yang dimaksud adalah hukum alqur'an dan hadis.
kalo sudah saya akan memulainya dari hukum demokrasi indonesia. kalau dilihat dalam pancasila yang menjadi grund norm dan UUD 1945 yang menjadi staat fundal mental norm di indonesia mengatakan bahwa kebijakan yang dimabil dengan dasar permusyawaratan. dan bukankah hukum Tuhan dala Alqur'an dan hadis juga demikian.
perbedaannya memang sistem demokrasi indonesia ini bukan berasal dari manusia biasa. sehingga sangat dimungkinkan terjadi sedikit kesalahan. berbeda dengan hukum Tuhan yang berasal dari Yang kuasa.
untuk dalam hal pertentangan kita haruas melihat mashlahat [perlu digaris bawahi bahwa mashlahat yang dimaksud sebagaimana yang dilkatakan oleh syatibi bukan mashlahat seneka kita sendiri] yang lebih besar mana yang akan dihasilkan oleh masing2 hukum. bukankah dalam asybah wan nadzaa'r juga sudah dikatakan dalam bab kaidah tentang pertentangan antara mashlahat dan mafsadat bahwa "Apabila ada dua kerusakan saling berhadapan, maka dihindari yang paling besar bahayanya dengan melakukan yang paling ringan (bahayanya)."
mungkin itu yang bisa saya katakan.
afwan kalo masih banyak kekurangan.
wallahu a'lam


Shahrukh khan:

iya mas, saya sepakat kita batasi dulu yang dimaksud adalah demokrasi di Indonesia. hukum Tuhan yang dimaksud dimaksud juga saya sepakat: hukum alquran dan hadis.

saya masuk ke pertentangan dulu. mungkin ada baiknya konsep imam al-syathibi tentang maslahat diurai lebih lanjut agar bisa menganalisa sikap beliau tentang pertentangan konsep musyawarah antara [Alquran dan Hadis] dengan [Pancasila dan UUD 1945] yang akan saya uraikan, insya Allah. (bersambung setelah shalat zhuhur).


Shahrukh khan:

musyawarah diatur di dalam UUD 1945:

[yang berdasarkan kepada ... Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan]

musyawarah yang dimaksud di situ melibatkan seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali, baik yang muslim maupun non-muslim. hal ini bertentangan dengan alquran yang membatasi musyawarah hanya dengan orang-orang beriman saja, seperti yang dapat dilihat dalam surat ali 'imran ayat 159:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)

159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

menurut mas brad, bagaimana kita harus menyikapi pertentangan ini?


Brad pytt:

dilihat dulu konteks dari ayat tersebut. memang alqur'an pada satu kesempatan mengatakan kepada kita bahwa perangilah kaum kafir itu. tapi perlu diperhatikan bahwa konteksnya letika itu adalah negra islam yang sedang berperang. sehingga memang kita diharuskan untuk melawannya. begitu juga dengan ayat yang disampaikan diatas. perlu juga dilhat konteksnya.
kaitannya dengan konteks indoenesia, masyarakat non islam di indonesia tidak boleh disamakan dengan masyarakat kafir yang wajib diperangi [saya pikir shahrukh sudah tahu tentang pembagian kaum kafir sehingga tidak perlu dijelasin]. dan oleh karenanya kita juga tidak dilarang untuk bermusyawarah dengan mereka.
untuk syatibi, mungkin lebih baik shahrukh baca aja sendiri deh...


Shahrukh khan:

kapan-kapan mungkin kita perlu membahas tentang pemikiran al-syathibi, mas. ada artikel menarik mengenai hal ini.

sekarang kita bahas ayat. di dalam ayat tersebut Allah Ta'ala memerintahkan agar Nabi bermusyawarah dengan "mereka." siapakah "mereka" itu? jawabannya bisa kita lihat dari frasa "mohonkanlah ampun bagi mereka". tentu mas brad tahu bahwa kita dilarang memintakan ampun bagi orang-orang kafir, baik mereka memerangi Islam ataupun tidak. dengan demikian, "mereka" yang dimaksud di sini jelas hanya orang-orang beriman. kecuali hukum berdoa bagi orang kafir agar diampuni telah berubah. beranikah kita mengubah hukum Allah yang telah pasti? saya tidak. konsekuensinya berat, mas.

Negara Hukum (Islam)

Seorang bernama victor silaen menulis sebuah artikel berjudul 151 Perda Bias Agama. Kelihatan sekali bahwa dia ingin mempertahankan negara ini tetap menjadi sekuler. Di sini ada tanggapan dari seseorang bernama Riri (anggap saja nama sebenarnya) yang kemudian ditanggapi balik oleh yang bersangkutan di sebuah milis sehingga berlangsung sahut-menyahut menjadi sebuah diskusi. Sebenarnya penanngapnya cukup banyak. Hanya saja, saya menampilkan dialog dia dengan salah satu peserta demi efektivitas tempat dan waktu. Judul adalah inisiatif saya. hehe... Dialog di milis masih mungkin berlanjut. Jika tak ada update di catatan ini, berarti diskusi antara mereka berdua belum ada tambahan.

Sabtu, Juli 04, 2009

Beberapa Alasan Mengapa Saya Memutuskan Untuk Memilih

Shofhi Amhar

السلام على من اتبع الهدى
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله الذي ارسل رسوله بالهدى ودين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا

Saya awali tulisan ini dengan menghaturkan beribu maaf kepada seluruh kaum Muslimin jika sekiranya tulisan ini mengganggu perasaan dan pemikiran saudara-saudaraku sekalian. Kalian semuanya adalah saudaraku. Tak ada niat di dalam hati saya untuk membuat kalian sakit hati. Juga (terutama) kepada kawan-kawan yang pernah mengenalku, mohon maaf jika apa yang saya tuliskan ini asing bagi kalian.

Pemilu sebentar lagi. Kalau sekarang tanggal 4, tepat 4 hari lagi prosesi demokrasi itu akan diselenggarakan, insyâallâh. 8 Juli 2009 itu dipastikan (tidak) seluruh rakyat Indonesia akan menentukan pilihan siapa yang akan menjadi presiden negeri ini lima tahun ke depan.

Saudara-saudaraku,
Nama saya jelas terdaftar dalam DPT. Ketika saya pulang dari Jogja malam itu, saya melihat nama saya tertulis di depan pintu rumah. Tetapi itu berlaku untuk pemilu legislatif kemarin. Untuk pilpres besok yang terdaftar hanya bapak, ibu, dan adik. Ternyata saya tak terdaftar dalam DPT! Bagaimana ini bisa terjadi? Bahkan nama mbak yang jelas penduduk sini pun tidak terdaftar! Adik saya yang sudah tiga tahun tidak di rumah malah ada namanya. Ini aneh.

Karena hal di atas, dengan sangat terpaksa saya harus memilih. Tetapi ini bukan alasan yang sebenarnya mengapa saya memutuskan untuk memilih, sebab memilih dan terpaksa adalah dua hal yang saling menegasikan. Bukan memilih namanya kalau masih terpaksa.

Saudara-saudaraku,

Ada yang bilang bahwa demokrasi itu sistem kufur. Mereka beralasan bahwa prinsip demokrasi, ‘kedaulatan rakyat’ bertentangan dengan ‘kedaulatan syariat’ yang diajarkan Islam. Namun ada juga yang menyatakan bahwa demokrasi sesuai dengan Islam. Mereka beralasan, jika makna kedaulatan di dalam demokrasi itu diubah menjadi Islami, menjadi kedaulatan syariat, maka otomatis demokrasi menjadi Islami. Mereka mengistilahkan demokrasi yang seperti ini dengan teo-demokrasi, demokrasi theistic. Apakah demokrasi yang sekarang dijalankan mengacu pada model demokrasi theistic ini? Jawaban atas pertanyaan itu mendorong saya untuk memilih, sebab saya hanya ingin memilih yang Islami. Dengan demikian, sejauh ini saya tak melihat keputusan saya ini menyelisihi dua pendapat di atas.

Saudara-saudaraku,

Hampir dapat dipastikan bahwa tak ada satu pun pasangan capres-cawapres yang akan menegakkan syariat Islam, tetapi hampir dipastikan akan menjalankan undang-undang sekuler. Bukankah ini kemungkaran? Maka minimal saya harus diam dan membenci dalam hati atas apa yang mereka lakukan. Tetapi dengan membuat tulisan ini, saya berharap tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang diam terhadap kemungkaran. Jika diam pun saya tak mau, maka saya lebih tak mau lagi melakukan suatu perbuatan yang menunjukkan persetujuan. Karena itu saya putuskan untuk memilih. Semoga mereka yang terpilih dan yang tidak terpilih sadar bahwa menjalankan system kufur adalah sebuah kejahatan dalam pandangan Rabb semesta alam, serta mereka tidak melanjutkan kemungkaran ini. Semakin cepat semakin baik.

Bagaimana pun, melawan kemungkaran adalah sebagian dari iman. Ya Allah, selamatkan hamba dari kejahatan dan kuatkan hamba dari cerca manusia. Hasbiyallâhu wani’mal wakîl ni’mal mawlâ wani’man nashîr.

Saudara-saudaraku,

Rasulullah dulu meminta pertolongan (nushrah) dari orang-orang berpengaruh dari kabilah-kabilah yang kuat. Setiap mereka meminta syarat untuk nushrahnya itu, beliau menolak. Misal, ada sebuah kabilah yang berjanji akan menolong dakwah Rasulullah, dengan catatan mereka hanya akan memerangi Persia. Beliau menolak syarat itu, sebab beliau –shalawat dan salam atasnya- beliau diutus untuk memerangi seluruh umat manusia. Beliau meminta, dan tak pernah memberi dukungan kepada orang-orang yang tidak akan menerapkan syariat Islam sambil menyembunyikan kewajiban untuk menerapkan syariat Islam. Maka izinkan saya melakukan apa yang telah saya putuskan.

Saudara-saudaraku,

Demikianlah sedikit yang dapat saya utarakan sebagai alasan mengapa akhirnya saya memutuskan memilih untuk tidak memilih satu pun dari pasangan capres-cawapres dalam pemilu 8 Juli mendatang. Segala hal yang dilakukan oleh manusia akan dimintai pertanggungjawaban oleh-Nya.

Parean, 4 Juli 2009

Minggu, Juni 21, 2009

Membatasi Masa Jabatan Kepala Negara

Shofhi Amhar

Tempo hari saya pernah berkomentar tentang kampanye berbaju laporan hasil survey oleh Denny JA. Denny menganjurkan agar para pemilih memilih satu pasang capres-cawapres tertentu saja agar Pilpres 2009 berjalan hanya satu putaran. Sebab itu berarti menghemat anggaran karena tidak perlu menyelenggarakan pilpres putaran kedua.

Saya tanggapi ulah Denny JA tersebut dengan menyatakan bahwa seharusnya yang dipakai adalah mekanisme Islam dalam menentukan pemimpin. Alasan primernya adalah karena kaum Muslimin memiliki kewajiban terikat dengan hukum-hukum syariat dalam segala hal. Adapun keuntungan lain hanya bersifat sekunder bahkan tersier.

Namun demikian, dalam kontek penghematan dana, mekanisme Islam yang tidak membatasi masa jabatan khalifah sekian dan sekian tahun tentu akan lebih menghemat biaya dibandingkan dengan mekanisme dalam sistem demokrasi yang mewajibkan penyelenggaraan pemilu dalam dalam jangka waktu tertentu (biasanya empat atau lima tahun).

Muncul pertanyaan: bukankah demokrasi memaksudkannya supaya pemimpin tidak jadi otoriter, diktator, dst? Apakah membatasi masa jabatan menjadi sesuatu yang tidak boleh secara syar’i?

Betul, demokrasi membatasi masa jabatan kepala Negara dengan maksud agar pemimpin tidak jadi otoriter, diktator, dst. Meskipun pada faktanya tidak jarang terjadi otoritarianisme dalam sistem demokrasi, namun setidaknya begitulah teorinya. Begitulah, pembatasan masa jabatan dilakukan untuk mendapatkan maslahat tertentu.

Untuk pertanyaan kedua, saya jawab: Ya. Membatasi masa jabatan adalah sesuatu yang haram secara syar’i. Sekali lagi bukan karena pertama-tama ia tidak menghambur-hamburkan uang, melainkan karena ada nash yang tidak memperbolehkannya.

Kita tahu bahwa sepanjang sejarah, kaum Muslimin tak pernah membatasi masa jabatan kepala Negara (khalifah) kecuali setelah merebaknya paham kufur demokrasi di negeri-negeri kaum Muslimin. Rasulullah melarang kaum Muslimin untuk mencabut baiat (tanâzu’) bagi seorang khalifah selama yang bersangkutan tetap menegakkan shalat (baca: hukum-hukum Islam) dan tidak tampak kekufuran di dalam pemerintahannya. Hadis-hadis yang berbicara tentang pencabutan kekuasaan menjadi dalil tegas tidak bolehnya pembatasan masa jabatan seorang kepala Negara.

Adapun maslahat yang diharapkan akan didapatkan dari pembatasan jabatan seperti dalam sistem demokrasi, maka hal itu tidak perlu diperhatikan. Bukankah para sahabat meninggalkan sesuatu --yang menurut mereka bermanfaat-- karena Rasulullah melarangnya? Hal itu tidak lain karena para Sahabat –ridhwânullâhi ‘alaihim- tahu bahwa menaati Allah dan Rasul-Nya lebih bermanfaat bagi mereka. Nahâ Rasûlullâh syay`an kâna lanâ nâfi’an, wa thawâ’iyatullâh anfa’u lanâ.

Waffaqanallâhu wa Iyyâkumajma’în.

Politik Gincu vs Politik Garam

Shofhi Amhar

Assalâmu ‘alaikum warahmatullâhi wabarakâtuh.
Bismillâhirrahmânirrahîm. Alhamdu lillâhi Rabb al-‘Âlamîn. Washshalâtu wassalâmu ‘alâ sayyid al-awwalîn wal âkhirîn, Nabiyyinâ Muhammadin wa ‘alâ âlihi washahbihî ajma’în.

Ammâ ba’d.

Saya tertarik dengan istilah ini: politik gincu dan politik garam. Politik gincu adalah politik yang melihat semuanya dari sisi permukaan dan unsur simbolisasinya saja. Misalnya: istilah teo-demokrasi. Istilah ini dianggap sebagai salah satu bentuk politik gincu karena demokrasi yang berasal dari Barat itu hanya ditambahi “teo”, sedangkan substansinya tetaplah demokrasi. Mungkin begitu. Atau kemungkinan yang lain: kita tidak perlu menggunakan istilah-istilah baru untuk mengemukakan ide-ide kita, cukup gunakan istilah “demokrasi” tetapi dengan substansi isi yang berbeda, sehingga istilah “teo-demokrasi” perlu dikritik karena hanya merupakan politik gincu. Politik gincu itu jelek.

Sedangkan politik garam adalah politik yang baik. Politik garam adalah politik yang lebih mementingkan substansi/isi/materi daripada simbol. Politik garam tidak menganggap simbol tidak penting, tetapi sekedar ingin mengatakan bahwa substansi jauh lebih penting.

Pada praktiknya, jujur saya tidak mahir memetakan mana yang termasuk politik garam dan mana yang termasuk politik gincu. Kita ambil satu-dua contoh.

Pertama, Ki Bagus Hadikusumo, sebagai salah seorang tokoh Muhammadiyah, konon katanya pernah menorehkan gagasannya di dalam Pancasila, yaitu sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pancasila yang semula rumusannya adalah “Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Para Pemeluknya”, telah diubah secara khianat oleh Muhammad Hatta atas usulan sebagian salibis yang punya syahwat disintegrasi. Tujuh kata setelah “Ketuhanan” dihapus. Tampillah –Allah Yarham- Ki Bagus Hadikusumo, sebagai langkah kompromi, menambahkan kata “Yang Maha Esa” yang beliau maksudkan sebagai Tauhîd.

Nah, pertanyaannya: langkah yang ditempuh oleh Ki Bagus Hadikusumo –rahimahullâh- ini termasuk politik gincu atau politik garam? Berdasarkan definisi sederhana dari apa yang disebut politik garam dan politik gincu di atas, saya berpendapat bahwa apa yang dilakukan oleh Ki Bagus Hadikusumo –rahimahullâh- adalah politik gincu. Mengapa? Karena beliau masih menonjolkan simbol dibandingkan isi. Jika beliau -rahimahullâh- tidak lebih menonjolkan substansi ketimbang simbol, seharusnya beliau tidak mengusulkan tambahan “Yang Maha Esa” melainkan mencukupkan diri dengan kata “Ketuhanan” saja. Toh, dengan tambahan “Yang Maha Esa” pun, di kemudian hari Buya Hamka dilarang menggunakan surat al-Ikhlas dalam menjelaskan sila pertama itu. Jika kita mau katakan tambahan “Yang Maha Esa” adalah politik garam, lalu di mana rasa asinnya?

Saya berani menjamin kesimpulan saya di atas tidak salah. Kalau tidak, saya justru curiga bahwa istilah politik gincu dan politik garam secara konseptual memang bermasalah.

Wallâhu A’lam bi al-Shawâb.

Rabu, Juni 17, 2009

DOA KETIKA SEDANG SEDIH

Assalaamu 'alaikum,,,

DOA KETIKA SEDANG SEDIH

أخبرنا أحمد بن علي بن المثنى قال : حدثنا أبو خيثمة قال : حدثنا يزيد بن هارون قال : أخبرنا فضيل بن مرزوق قال : حدثنا أبو سلمة الجهني عن القاسم بن عبد الرحمن عن أبيه عن ابن مسعود قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ( ما قال عبد قط إذا أصابه هم أو حزن : اللهم إني عبدك ابن عبدك ابن أمتك ناصيتي بيدك ماض في حكمك عدل في قضاؤك أسألك بكل اسم هو لك سميت به نفسك أو أنزلته في كتابك أو علمته أحدا من خلقك أو استأثرت به في علم الغيب عندك أن تجعل القرآن ربيع قلبي ونور بصري وجلاء حزني وذهاب همي إلا أذهب الله همه وأبدله مكان حزنه فرحا ) قالوا : يا رسول الله ينبغي لنا أن نتعلم هذه الكلمات ؟ قال : ( أجل ينبغي لمن سمعهن أن يتعلمهن )
قال شعيب الأرنؤوط : إسناده صحيح

Ahmad bin ‘Alî bin al-Mutsannâ mengabari kami, ia berkata: Abû Khaytsamah menuturkan kepada kami, ia berkata: Yazîd bin Hârûn menuturkan kepada kami, ia berkata: Fudhayl bin Marzûq mengabari kami, ia berkata: Abû Salamah al-Juhnî menuturkan kepada kami dari al-Qâsim bin ‘Abdurrahmân dari ayahnya dari Ibn Mas’ûd, ia berkata: Rasûlullah shallâllâhu ‘alaihi wasallam bersabda:
Tidaklah seorang hamba ketika ia ditimpa kesusahan, kegelisahan, dan kesedihan ia berdoa:

اللهم إني عبدك ابن عبدك ابن أمتك ناصيتي بيدك ماض في حكمك عدل في قضاؤك أسألك بكل اسم هو لك سميت به نفسك أو أنزلته في كتابك أو علمته أحدا من خلقك أو استأثرت به في علم الغيب عندك أن تجعل القرآن ربيع قلبي ونور بصري وجلاء حزني وذهاب همي

Allâhumma innî ‘abduka ibnu ‘abdika ibnu amatika, nâshiyatî biyadika, mâdhin fiyya hukmuka, ‘adlun fiyya qadhâ`uka, as`aluka bikulli ismin huwa laka sammayta bihî nafsaka, aw anzaltahû fî kitâbika aw ‘allamtahu ahadan min khalqika aw ista`tsarta bihî fî ‘ilmil ghaybi ‘indaka an taj’alal qur`âna rabî’a qalbî wajilâ`a huznî wadzihâba hammî.

(Wahai Allah, sesungguhnya aku ini hamba-Mu, putra hamba-Mu yang laki-laki dan perempuan. Ubun-ubunku di Tangan Engkau. Telah berlaku bagiku hukum-Mu, telah berlaku atasku ketetapan-Mu. Aku memohon dengan setiap nama yang adalah Nama-Mu, yang Engkau namakan diri Engkau dengannya, atau nama yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau nama yang Engkau rahasiakan nama itu dalam ilmu ghaib di sisi-Mu, agar Engkau menjadikan al-Qur`ân sebagai penyubur hatiku, cahaya mataku, penghilang kesedihanku, serta pengusir kesusahan dan kegelisahanku.)

Kecuali Allah menghilangkan kesusahan, kegelisahannya serta menggantikan kesedihannya dengan kegembiraan.

Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, patutkah kami mengajarkan kalimat ini?”. Nabi bersabda: “Ya. Patut bagi siapa pun yang telah mendengarnya untuk mengajarakkannya.”
(HR. Ibn Hibbân, Shahîh Ibn Hibbân juz 3, bâb al-ad’iyah. No. 972)

Syu’ayb al-Arnaûth mengatakan: sanadnya sahih.

Sumber: al-Maktabah al-Syâmilah, dengan identitas kitab sebagai berikut:
[ صحيح ابن حبان ]
الكتاب : صحيح ابن حبان بترتيب ابن بلبان
المؤلف : محمد بن حبان بن أحمد أبو حاتم التميمي البستي
الناشر : مؤسسة الرسالة - بيروت
الطبعة الثانية ، 1414 - 1993
تحقيق : شعيب الأرنؤوط
عدد الأجزاء : 18
الأحاديث مذيلة بأحكام شعيب الأرنؤوط عليها

Sabtu, April 11, 2009

Negara Semua Agama

Kebenaran agama itu universal. Maksudnya "agama" di sini bukan hanya Islam, tapi semua agama, khususnya yang hidup di Indonesia. Semua agama mengajarkan kebaikan. Mabuk-mabukan, misalnya, pasti ditentang seluruh agama. Judi, misalnya lagi, pasti dicela oleh agama. Begitu kira-kira kata Sutrisno Bachir di Metro TV tadi malam.


Kalau ada yang pernah bilang negara Indonesia ini bukan negara sekuler, mestinya pemerintah membuat peraturan yang bisa memberantas total segala jenis minuman keras. Begitu juga perjudian, termasuk "kasino besar" bermerk Bursa Efek Indonesia, seharusnya dimusnahkan juga. Lha, kedua sampel itu kan ditentang semua agama yang ada di Indonesia, jadi tidak ada alasan untuk tidak melarang keduanya.


Tapi kita ini memang aneh. Malu mengaku negara ini negara sekuler, tapi tidak mau menerapkan aturan yang disepakati semua agama. Sepertinya logika yang dipakai: "karena semua agama mengajarkan kebaikan, maka negara tidak perlu menerapkannya!". Nah lho... jadi negara kita memang tak menerapkan kebaikan? Terus menerapkan apa? Kejelekan? Ya tentu saja! Wong negara ini katanya dan nyatanya juga bukan negara agama kok.

Kamis, April 02, 2009

AYO BERSHALAWAT

Rabu kemarin (menurut system penanggalan hijriyah), ba’da Isya, saya untuk pertama kalinya menghadiri kajian hadis al-Arba’în al-Nawawiyah di masjid Madrasah Mu’allimîn Muhammadiyah Yogyakarta.

Dari beliau ustadz Arifin Ridin, Lc., saya meminta didiktekan sebuah hadis tentang hubungan shalawat dan syafaat. Beliau menyatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Thabrâni dan Syaikh Nâshiruddîn al-Albânî –rahimahumullâh- menyatakannya sahih.

Hadis itu berbunyi:

Man shallâ ‘alayya hîna yushbiha ‘asyran wa hîna yumsî ‘asyran adrakathu syafâ’atî yawma al-qiyâmah.

Artinya:

Siapa saja yang bershalawat kepadaku, ketika pagi sepuluh kali, ketika sore sepuluh kali, didapatkannya syafaatku pada hari kiamat.

Di dalam kitab “Ringkasan Riyadhus Shalihin” oleh Syaikh Yûsuf an-Nabhânî, bab 6, poin 1, terdapat dua hadis yang mengajarkan bagaimana lafazh shalawat kepada Nabi. Kedua hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Bukhârî dan Imam Muslim –rahimahumullâh ta’âlâ.

Hadis pertama diriwayatkan dari sahabat Ka’b ibn ‘Ujrah –radhiyallâhu ta’âlâ ‘anhu- dengan redaksi:

Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa ‘alâ Âli Muhammad kamâ shallayta ‘alâ Ibrâhîm wa ‘alâ âli Ibrâhîm innaka hamîdun majîd. Allâhumma bârik ‘alâ Muhammad wa ‘alâ Âli Muhammad kamâ bârakta ‘alâ Ibrâhîm wa ‘alâ âli Ibrâhîm innaka hamîdun majîd.

Hadis kedua, diriwayatkan dari Abû Humayd al-Sâ’idî –radhiyallâhu ta’âlâ ‘anhu- dengan redaksi shalawat:

Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa ajwâjihi wadzurriyyatihi kamâ shallayta ‘alâ âli Ibrâhîm wabârik ‘alâ Muhammad wa ajwâjihi wadzurriyyatihi kamâ bârakta ‘alâ âli Ibrâhîm.

Selasa, Maret 31, 2009

MASA JABATAN KEPALA NEGARA YANG SEHARUSNYA

Bukan rahasia betapa mahalnya mekanisme pemilihan kepala negara dalam sistem demokrasi. Ada yang bilang itu wajar. Itu adalah risiko yang harus diambil demi meraih legitimasi dari rakyat.

Tetapi untuk menjaga agar pemerintahan tidak berubah menjadi kekuasaan yang absolut, Anda perlu membatasi masa jabatannya dengan waktu tertentu. Di Indonesia, jabatan presiden dibatasi lima tahun, setelah itu boleh dipilih kembali untuk yang kedua kalinya. Demikian juga di Amerika Serikat, dengan masa jabatan setahun lebih singkat setiap terpilih.

Jika setiap lima tahun pemilu mengeluarkan biaya 49 triliun, maka Anda bisa hitung berapa uang yang harus dihamburkan dalam jangka waktu sepuluh tahun.

Anda bisa membanding-banding sendiri betapa efisiennya jika pemilihan kepala negara dilakukan seperti dalam sistem kerajaan. Putra mahkota telah ada, tinggal tetapkan dan lantik. Tak perlu ada KPU Pusat, KPUD, PPS di setiap dapil, dan seterusnya. Untuk itu, Melvin I. Urofsky sudah mewanti-wanti bahwa "demokrasi tidak dirancang untuk efisiensi, tapi demi pertanggungjawaban; sebuah pemerintahan demokratis mungkin tidak bisa bertindak secepat pemerintahan diktator, namun sekali mengambil tindakan, bisa dipastikan adanya dukungan publik untuk langkah ini."

Melihat kenyataan pelaksanaan demokrasi, tentu saja Anda harus mengganti beberapa kata optimistik Urofsky itu dengan kata-kata lain yang lebih relevan. Tentang "dukungan publik", misalnya, Anda harus mengulang-ulang penglihatan terhadap fakta untuk benar-benar meyakininya.

Jika kembali kepada syariat, kita bisa menerima sistem yang menyerahkan pemilihan kepala negara kepada rakyat. Tetapi mengulang-ulang pemilihan demi alasan yang sangat asumtif berupa kekhawatiran kekuasaan kepala negara menjadi absolut, akan bertabrakan dengan dalil syar'i tentang pengangkatan dan penurunan kepala negara.

Dalam sebuah hadis, dikatakan:

"Kami membaiat Rasulullah agar kami mendengar dan menaati perintahnya, baik dalam hal yang kami senangi maupun yang kami benci, baik kami dalam kesulitan maupun dalam kemudahan, dan kami tidak akan mengutamakan diri sendiri. Dan hendaklah kami tidak mencabut kekuasaan dari yang berhak, kecuali kalian melihat kekufuran yang nyata, yang kalian punya bukti kuat tentang kekufuran itu di sisi Allah."

Jadi, kaum Muslimin tak perlu mengangkat kepala negara berulang-ulang, kecuali melihat satu hal: kekufuran yang nyata. Tidak ada pembatasan masa jabatan; tidak pula berguna hal itu meski dengan kesepakatan.

Wallaahu A'lamu bish-Shawaab.

KEKUFURAN DEMOKRASI

Orang boleh bilang bahwa kekufuran demokrasi adalah hal yang belum disepakati. Tetapi seluruh kaum Muslimin harus tahu bahwa doktrin hâkimiyatullâh adalah hal yang tidak boleh diingkari. Kalimat LÂ ILÂHA ILLÂ ALLÂH adalah rangkuman yang melingkupi juga keimanan bahwa Allah adalah satu-satunya pihak yang berhak memutuskan hukum bagi umat manusia.

Sementara orang meyakini bahwa pemilik kekuasaan sebuah pemerintahan ada pada rakyat secara mutlak. Rakyat adalah satu-satunya pihak yang berdaulat. Kehendak rakyat setara dengan kehendak tuhan. Bahkan sering, pada praktiknya, segelintir orang yang mengatasnamakan rakyat bertindak seperti tuhan itu sendiri, yaitu membuat undang-undang yang digunakan untuk memutuskan hukum bagi umat manusia tanpa bimbingan wahyu.

Fakta pada paragraf kedua pastilah kekufuran berdasarkan prinsip akidah dalam paragraf pertama. Andaikan saja kita namakan fakta paragraf kedua dengan istilah "demokrasi", maka bisa dipastikan bahwa "demokrasi sistem kufur" adalah pernyataan yang benar. Tetapi sebagian orang pasti menolak "pernyataan keras" itu. Namun, andaikan kita tak menyebut fakta pada paragraf kedua itu sebagai demokrasi, lalu harus kita sebut apa? Atau, apakah demokrasi memang tak seperti itu?