Sabtu, April 11, 2009

Negara Semua Agama

Kebenaran agama itu universal. Maksudnya "agama" di sini bukan hanya Islam, tapi semua agama, khususnya yang hidup di Indonesia. Semua agama mengajarkan kebaikan. Mabuk-mabukan, misalnya, pasti ditentang seluruh agama. Judi, misalnya lagi, pasti dicela oleh agama. Begitu kira-kira kata Sutrisno Bachir di Metro TV tadi malam.


Kalau ada yang pernah bilang negara Indonesia ini bukan negara sekuler, mestinya pemerintah membuat peraturan yang bisa memberantas total segala jenis minuman keras. Begitu juga perjudian, termasuk "kasino besar" bermerk Bursa Efek Indonesia, seharusnya dimusnahkan juga. Lha, kedua sampel itu kan ditentang semua agama yang ada di Indonesia, jadi tidak ada alasan untuk tidak melarang keduanya.


Tapi kita ini memang aneh. Malu mengaku negara ini negara sekuler, tapi tidak mau menerapkan aturan yang disepakati semua agama. Sepertinya logika yang dipakai: "karena semua agama mengajarkan kebaikan, maka negara tidak perlu menerapkannya!". Nah lho... jadi negara kita memang tak menerapkan kebaikan? Terus menerapkan apa? Kejelekan? Ya tentu saja! Wong negara ini katanya dan nyatanya juga bukan negara agama kok.

Kamis, April 02, 2009

AYO BERSHALAWAT

Rabu kemarin (menurut system penanggalan hijriyah), ba’da Isya, saya untuk pertama kalinya menghadiri kajian hadis al-Arba’în al-Nawawiyah di masjid Madrasah Mu’allimîn Muhammadiyah Yogyakarta.

Dari beliau ustadz Arifin Ridin, Lc., saya meminta didiktekan sebuah hadis tentang hubungan shalawat dan syafaat. Beliau menyatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Thabrâni dan Syaikh Nâshiruddîn al-Albânî –rahimahumullâh- menyatakannya sahih.

Hadis itu berbunyi:

Man shallâ ‘alayya hîna yushbiha ‘asyran wa hîna yumsî ‘asyran adrakathu syafâ’atî yawma al-qiyâmah.

Artinya:

Siapa saja yang bershalawat kepadaku, ketika pagi sepuluh kali, ketika sore sepuluh kali, didapatkannya syafaatku pada hari kiamat.

Di dalam kitab “Ringkasan Riyadhus Shalihin” oleh Syaikh Yûsuf an-Nabhânî, bab 6, poin 1, terdapat dua hadis yang mengajarkan bagaimana lafazh shalawat kepada Nabi. Kedua hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam al-Bukhârî dan Imam Muslim –rahimahumullâh ta’âlâ.

Hadis pertama diriwayatkan dari sahabat Ka’b ibn ‘Ujrah –radhiyallâhu ta’âlâ ‘anhu- dengan redaksi:

Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa ‘alâ Âli Muhammad kamâ shallayta ‘alâ Ibrâhîm wa ‘alâ âli Ibrâhîm innaka hamîdun majîd. Allâhumma bârik ‘alâ Muhammad wa ‘alâ Âli Muhammad kamâ bârakta ‘alâ Ibrâhîm wa ‘alâ âli Ibrâhîm innaka hamîdun majîd.

Hadis kedua, diriwayatkan dari Abû Humayd al-Sâ’idî –radhiyallâhu ta’âlâ ‘anhu- dengan redaksi shalawat:

Allâhumma shalli ‘alâ Muhammad wa ajwâjihi wadzurriyyatihi kamâ shallayta ‘alâ âli Ibrâhîm wabârik ‘alâ Muhammad wa ajwâjihi wadzurriyyatihi kamâ bârakta ‘alâ âli Ibrâhîm.