Selasa, Desember 27, 2011
Jiha Bertanya Tentang Marfu'
Sabtu, Desember 24, 2011
Dzikir dan Doa
Jumat, Desember 09, 2011
Hukum dalam Alquran
Kata hukum di dalam Kamus Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti, sebagai berikut:
hukum n 1 peraturan yg dibuat oleh penguasa
(pemerintah) atau adat yg berlaku
bagi semua orang dl suatu masyarakat
(negara); 2 undang-undang, peraturan,
dsb untuk mengatur pergaulan hidup dl
masyarakat; 3 patokan (kaidah, ketentuan)
mengenai suatu peristiwa (alam dsb)
yg tertentu; 4 keputusan (pertimbangan)
yg ditetapkan oleh hakim (dl pengadilan);
vonis;
Kata ini, bersama dengan kata lain yang banyak sekali jumlahnya dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, adalah serapan dari bahasa Arab, yang merupakan bahasa resmi bagi kaum muslimin dan Negara Islam. Masyarakat nusantara, memang pernah dalam waktu yang lama bernaung di bawah sistem pemerintahan yang menjalankan hukum-hukum Islam.
Islam mengajarkan bahwa tidak ada seorang pun yang berhak membuat hukum kecuali Allah. Islam mengharamkan seseorang memutuskan hukum dengan apa yang tidak diturunkan oleh-Nya. Karenanya, untuk memberikan keputusan hukum, seseorang harus selalu merujuk kepada wahyu Allah, yang termaktub dalam dalil-dalil syar’i, berupa Alquran, Assunnah, Ijma’ Sahabat, dan Qiyas. Keputusan hukum tidak diakui sebagai keputusan syar’i kecuali melalui penggalian (istinbath) dalil-dalil. Dikenal pula apa yang disebut dengan ijtihad dalam perkara-perkara yang zhanni.
Namun sangat disayangkan, ajaran Islam nan agung dalam perkara hukum tersebut saat ini diabaikan oleh para penguasa di negeri-negeri Islam, tak terkecuali penguasa negeri Islam nusantara. Maka tak heran jika kemudian bangkit pergerakan-pergerakan Islam yang menyerukan agar kaum muslimin di Indonesia, terutama para penguasanya, kembali kepada Islam dengan menerapkan hukum-hukum-Nya dalam kehidupan bernegara. Meski sebagian kaum muslimin sendiri ada yang menolaknya, atau sebagian pihak—dengan bahasa yang lebih halus—menyatakan bahwa masyarakat belum siap, namun tidak bisa dipungkiri bahwa urusan penerapan hukum Islam ini merupakan perkara yang sangat penting di dalam Islam. Ini terlihat dalam banyaknya ayat-ayat yang membicarakan hal ini.
Bentuk paling sederhana dari kata ‘hukum’ di dalam bahasa arab terdiri dari tiga huruf yaitu h-k-m. Meski tidak seluruhnya berbicara dalam kontek kewajiban menerapkan hukum Allah di muka bumi, banyak sekali kita temukan ayat-ayat Alquran yang mengandung kata dan derivasi kata h-k-m. Kiranya merupakan sesuatu yang bermanfaat—in syâ`allâh—jika memiliki kesempatan untuk mengkaji ayat-ayat tersebut. Semoga Allah menghendaki kebaikan untuk kami.
Di dalam Surat al-Baqarah
Lafazh h-k-m dengan seluruh derivasi dan maknanya disebutkan di dalam Alquran lebih dari 190 kali. Belasan di antaranya terdapat di dalam surat al-Baqarah, yang diawali dengan ayat ke-32, ketika para Malaikat menyebut Allah sebagai al-‘Alîm al-Hakîm. Berikut senarai perkataan para ulama mufasirin mengenai makna al-‘Alîm al-Hakîm di dalam ayat tersebut.
Imam al-Mâwardî berkata di dalam kitab an-Nukat wa al-‘Uyûn:
Firman-Nya ‘Azza wa Jalla: {Innaka Anta-l-‘Alîmu-l-Hakîm } ‘Sesungguhnya Engkau adalah al-‘Alîm al-Hakîm’. Al-‘Alîm adalah Yang Mengetahui tanpa belajar. Sedangkan tentang makna al-Hakîm ada tiga pendapat:
Pertama: al-Hakîm adalah Mahabijaksana dalam seluruh perbuatan-Nya.
Kedua: al-Hakîm adalah Pencegah dari kerusakan. Karenanya, Hakamatu-l-Lijâm (tali kekang) dinamakan demikian karena benda itu dapat mencegah kuda agar tidak berlari kencang. Jarîr berkata:
Apakah Banî Hanîfah mencegah orang-orang bodoh kalian?
Sesungguhnya aku khawatir atas kalian, bahwa dia akan marah
Ketiga: al-Hakîm adalah Yang Mahatepat dalam menetapkan kebenaran. Karenanya, al-Qâdhî (hakim) dinamakan juga hâkim karena tepat dalam menetapkan kebenaran dalam keputusannya. Ini pendapat Abû al’Abbâs al-Mubarrad.
Penulis kitab Tafsîr al-Jalâlain berkata:
{al-‘Alîm al-Hakîm}, yaitu Yang tidak ada sesuatu pun yang keluar dari Ilmu dan Hikmah-Nya.
Imam as-Suyûthî berkata di dalam kitab ad-Durr al-Mantsûr:
Ibnu Jarîr mengeluarkan riwayat dari Ibnu ‘Abbâs mengenai Firman-Nya {Innaka Anta-l-‘Alîmu-l-Hakîm} , ia berkata: al-‘Alîm yang sungguh sempurna ilmu-Nya dan {a-l-Hakîm} yang sungguh sempurna hukum (keputusan)-Nya.
Imam Ibnul Jauzî berkata di dalam Zâdu-l-Masîr:
Al-‘Alîm bermakna: al-‘Âlim (Yang mengetahui), yang datang dalam binâ` <<Fa’îl>> untuk makna menyangatkan (lil mubâlaghah). Tentang makna al-Hakîm, ada dua pendapat. Pertama, al-Hakîm bermakna al-Hâkim; dinyatakan oleh Ibnu Qutaibah. Kedua, bermakna Yang tepat, teliti, sempurna dalam segala sesuatu; dinyatakan oleh al-Khaththâbî.
Imam As-Samarqandî berkata di dalam kitab Bahrul ‘Ulûm:
Firman-Nya Ta’âlâ: {Innaka Anta-l-‘Alîmu-l-Hakîm}, bermakna ‘Engkaulah Yang Mahatahu terhadap apa yang ada di langit dan di bumi, Mahabijaksana dalam urusan-Mu, apabila Engkau memutuskan untuk menjadikan seseorang selain kami sebagai khalifah di muka bumi.’ Dikatakan {al-‘Alîm al-Hakîm} ditinjau dari segi hikmah yang mengetahui segala sesuatu dengan hakikat-hakikatnya. Dan adalah keputusan-Nya sesuai dengan ilmu.
Imam Al-Baidhâwî berkata dalam kitab Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta`wîl:
{Innaka Anta-l-‘Alîm} ‘Sesungguhnya Engkau Mahatahu’, Yang tidak tersamar sedikit pun sesuatu yang samar. {al-Hakîm} ‘Yang tepat, teliti, sempurna dalam segala ciptaan-Nya, Yang tidak berbuat kecuali sesuatu yangmengandung hikmah yang cukup (bâlighah)’.
Imam An-Nasafî berkata di dalam kitab Madârik at-Tanzîl wa Haqâ`iq at-Ta`wîl:
{Innaka Anta-l-‘Alîm} ‘Sesungguhnya Engkau Mahatahu’ tanpa diberi tahu, {al-Hakîm} ‘Mahabijaksana’ dalam segala Yang Engkau putuskan dan Engkau takdirkan.
Imam Ibnu Jarîr ath-Thabarî berkata di dalam Jamî’ al-Bayân fî Ta`wîl al-Qur`ân:
Pendapat mengenai tafsir Firman-Nya: {Innaka Anta-l-‘Alîmu-l-Hakîm}
Abû Ja’far berkata: Tafsir ayat tersebut: Bahwasanya Engkau, wahai Rabb kami, adalah al-‘Alîm (Mahatahu) tanpa perlu belajar terhadap semua yang sudah ada maupun yang belum ada, dan Engkaulah Yang mengetahui perkara-perkara gaib di hadapan seluruh makhluk-Mu. Mereka (para malaikat) menafikan adanya ilmu yang mereka miliki (berasal) dari mereka sendiri kecuali apa yang telah diajarkan Rabb mereka kepada mereka dengan mengatakan Lâ ‘ilm lanâ illâ mâ ‘allamtanâ ‘tidak ada ilmu bagi kami kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami’. Mereka lalu menetapkan ilmu yang mereka nafikan (berasal) dari diri mereka sendiri itu adalah milik Rabb mereka dengan perkataan mereka Innaka Anta-l-‘Alîmu-l-Hakîm ‘Sesungguhnya Engkau adalah Yang Mahatahu lagi Mahabijaksana.’ Maksud mereka, Engkau (Allah) adalah al- Âlim (Yang mengetahui) tanpa pengajaran, sedangkan siapa saja selain Engkau tidak mengetahui sesuatu pun kecuali dengan pengajaran pihak lain kepadanya. Al-Hakîm adalah Pemilik Hikmah, sebagaimana terdapat dalam riwayat:
Al-Mutsanna telah menceritakan kepadaku, ia berkata: ‘Abdullâh bin Shâlih telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Mu’âwiyah telah menceritakan kepadaku, dari ‘Alî, dari Ibnu ‘Abbâs: al-‘Alîm adalah Yang sungguh sempurna dalam ilmu-Nya, dan al-Hakîm adalah Yang sungguh sempurnah hukum-Nya.
Dikatakan pula, sesungguhnya makna al-Hakîm adalah al-Hâkim (Yang Bijaksana), sebagaimana al-‘Alîm bermakna al-‘Âlim, dan al-Khabîr bermakna al-Khâbir.
Jumat, November 11, 2011
Tanya Jawab Seputar Khilafah
Mugi Paring Kertapati
jawaban untuk beberapa pertanyaan yang diajukan oleh mas ÖVDI:
siapakah yg berhak menentukan kepemimpinan khilafah ini?
1. Syariat tidak menentukan individu tertentu untuk memegang kepemimpinan khilafah, hanya saja syariat menentukan syarat-syaratnya.
2. Syarat orang yang bisa menduduki jabatan khalifah ada 7: muslim, baligh, berakal, merdeka, laki-laki, adil, dan mampu.
3. Adapun siapa individu yang akan menjadi khalifah diserahkan kepada aspirasi umat tanpa mengurangi ketentuan-ketentuan syariat seperti di atas.
bgmana caranya?
4. Caranya adalah dengan penjaringan aspirasi. Bisa dengan pemungutan suara, survei, dan lain-lain, sebagaiman pernah dilakukan oleh dewan formatur pada masa ‘Umar ra.
apakah diatur juga pemilihanny scra syariat?
5. Syariat yang baku untuk memilih seorang khalifah adalah dengan bai’at. Dengan bai’at, seseorang sah menjadi khalifah. Sedangkan tanpa bai’at, seseorang tidak sah menjadi khalifah.
bole kasih liat dalilnya
6. Dalil pengangkatan khalifah melalui bai’at antara lain hadis: jika dibai’at dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir di antara keduanya.
semoga bisa menjadi bahan diskusi yang baik, sehingga kelak kita bisa bersama-sama untuk memperjuangkan syariat Allah yang demikian indah ini.
Like • • Unfollow Post • November 7 at 11:51am near Jakarta
•
ÖVDI brarti sama dunk ama pemilu?
trus yg membaiat itu siapa sajakah?
msalah hadithnya saya tanya tatacra pengangkatan khalifah itu gmana?
November 7 at 11:53am • Like
o
Mugi Paring Kertapati
brarti sama dunk ama pemilu?
7. Pemilu dalam sistem demokrasi dengan tatacara pemilihan khalifah memiliki beberapa perbedaan mendasar. Antara lain: orang yang berhak memilih dan dipilih dalam sistem demokrasi adalah semua warga Negara, seda...See More
November 7 at 12:01pm • Like
o
Mugi Paring Kertapati terima kasih, Cpt. Ranger, sudah mau berkomentar. lain bisa dicoba lebih baik lagi. diskusi ini diarahkan untuk menjadi diskusi yang baik, diskusi yang saling menhargai, bukan mencap ini dan itu tanpa argumentasi. kalau tidak bisa berdiskusi dengan baik, terpaksa saya hapus. insya Allah.
November 7 at 12:05pm • Like • 1
o
ÖVDI
7. Pemilu dalam sistem demokrasi dengan tatacara pemilihan khalifah memiliki beberapa perbedaan mendasar. Antara lain: orang yang berhak memilih dan dipilih dalam sistem demokrasi adalah semua warga Negara, sedangkan di dalam Islam hanya orang Islam saja yang berhak. Di dalam demokrasi, pemilu itu harus, sedangkan di dalam Islam,
^
^
trus bgmana dgn org yg non-islam?apakah mereka juga diharuskan punya pemimpin atau khalifah sndiri dalam negara islam?
trus bgmana juga jika kita tinggal dinegara mayoritas non muslim?apakah kita juga diwajibkan membikin kekhalifahan n memilih kepala negara juga?
tu hanyalah salah satu cara.
trus yg membaiat itu siapa sajakah?
8. Bai’at ada dua: baiat in’iqad dan baiat tha’at. Yang pertama dilakukan oleh sebagian orang saja, sedangkan yang kedua oleh seluruh kaum muslimin.
^
^
kalau sebagian org?siapa sajakah itu?apakah harus ada pemilihan lagi utk org2 sebagian trsebut?
kalau seluruh org itu juga bgmana jika ada segelintir org yg tdk setuju?apakah batal atau bgmana?
msalah hadithnya saya tanya tatacra pengangkatan khalifah itu gmana?
9. Pada masa khalifah Abu Bakar, dipilih secara mufakat di Saqifah Bani Sa’idah. Pada masa ‘Umar melalui wasiat dari Abu Bakar dan disetujui oleh kaum muslimin. Pada masa ‘Utsman dipilih melalui dewan formatur dengan memperhatikan aspirasi umat. Pada masa ‘Ali dipilih secara mufakat oleh umat yang mendesak beliau menduduki jabatan khalifah.
^
^
kok cra pemilihannya beda2? trus yg pakem yg dibolehkan rasul yg mana?krna mpe sekrg saya blum nemuin dalilnya cara pemilihan khalifah yg diconothkan rasul....
kemudian bgmana dgn bani umayah?abasiyah?ustmaniyah?apakah sesuai dgn keempat cara diatas?
November 7 at 12:06pm • Like
o
Mugi Paring Kertapati oke, terimakasih untuk pertanyaannya. insya Allah akan saya jawab. untuk sementara saya break dulu. belum bisa janji sampai kapan. alhamdulillah diskusi kita sejauh ini masih berjalan dengan baik. mudah-mudahan tidak dirusuhi pihak-pihak yang malah mengganggu fokus diskusi kita.
November 7 at 12:12pm • Like
o
ÖVDI ok seppp
November 7 at 12:13pm • Like
o
Cpt. Ranger Mau pake cuman tetap aja esensinya sama
November 7 at 12:19pm via mobile • Like
o
ÖVDI up
November 7 at 12:36pm • Like
o
AS Mas Mugi Paring Kertapati : Bertanya sma ustadsnya dulu kali...:-)
Tuesday at 3:48pm • Like
o
Mugi Paring Kertapati Asrul Syam: ya ndak apa-apa. tidak ada salahnya bertanya kalau tidak tahu.
Tuesday at 11:37pm • Like
o
Mugi Paring Kertapati
trus bgmana dgn org yg non-islam?
10. Orang-orang non-Islam diperlakukan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya.
11. Kiranya kita sepakati dulu bahwa segala sesuatunya harus kita kembalikan kepada titah Allah dan Rasul-Nya.
apakah mereka juga diharuskan punya pemimpin atau khalifah sndiri dalam negara islam?
12. Tidak.
trus bgmana juga jika kita tinggal dinegara mayoritas non muslim?
13. Negara yang penduduknya mayoritas non-muslim bisa juga berada di bawah pemerintahan Islam yang mengatur mereka dengan syariat Islam. Jadi tidak masalah.
apakah kita juga diwajibkan membikin kekhalifahan n memilih kepala negara juga?
14. Kepala negaranya satu saja. Sehingga untuk daerah yang mayoritas penduduknya non-muslim, akan diajak bergabung dengan kekhalifahan yang sudah ada.
kalau sebagian org?siapa sajakah itu?
15. Orang-orang yang dipilih oleh umat.
apakah harus ada pemilihan lagi utk org2 sebagian trsebut?
16. Ya. Tetapi tidak selalu harus formal dan saklek seperti dalam pemilu.
kalau seluruh org itu juga bgmana jika ada segelintir org yg tdk setuju?apakah batal atau bgmana?
17. Ketidaksetujuan segelintir orang tidak serta-merta membatalkan bai’at yang telah terlaksana dengan sempurna.
kok cra pemilihannya beda2?
18. Tidak ada masalah. Namanya juga uslub (cara), secara syar’i memang boleh berbeda.
trus yg pakem yg dibolehkan rasul yg mana?
19. Dalam persoalan uslub tidak ada pakem. Yang penting tidak bertentangan dengan hukum syara’.
krna mpe sekrg saya blum nemuin dalilnya cara pemilihan khalifah yg diconothkan rasul....
20. Cara pemilihan khalifah dicontohkan oleh para sahabat. Ijma’ sahabat termasuk bagian dari dalil juga. Jadi kalau tidak ditemukan dalam sunnah Rasul, bisa merujuk ke ijma’ sahabat.
kemudian bgmana dgn bani umayah?abasiyah?ustmaniyah?apakah sesuai dgn keempat cara diatas?
21. Dari sisi cara ada kekeliruan. Tetapi kekeliruan tersebut tidak merusak akad bai’at yang diberikan kepada mereka.
Wednesday at 12:11am • Like
o
AS Mugi Paring Kertapati: semua yang antum tuliskan diatas adalah hal-hal yang "mungkin" dilakukan ketika khilafah itu berdiri.
Tapi bagaimna cara/metode mendirikan khilafah itu??
Apakah mengikuti cara Rasulullah???
Tunjukkan dalil2nya jika HTI megikuti cra/metode Rasulllah untuk mendirikan khilafah itu??
Wednesday at 6:06am • Like
o
Mugi Paring Kertapati ini pembahsan yang berbeda lagi. insya Allah bisa kita bahas di kesempatan terpisah.
15 minutes ago • Like