Senin, Juli 29, 2013

MEMBACA DAN MEMAHAMI SURAT YÂSÎN (3)

MEMBACA DAN MEMAHAMI SURAT YÂSÎN (3)

Memahami Surat Yâsîn

Surat Yâsîn adalah salah satu surat di dalam al-Qur`ân. Di dalam mushhaf, Surat Yâsîn berada di urutan ke-36, Juz 21. Tergolong surat Makkiyah (diturunkan sebelum hijrah Nabi).
     Surat Yâsîn sangat baik untuk dibaca, sebagaimana surat-surat lain di dalam al-Qur`ân, tanpa ada keutamaan khusus. Sebab, nash-nash yang shahîh tidak menjelaskan keutamaannya secara khusus. Dengan demikian, keutamaan membaca surat Yâsîn masuk ke dalam keumuman keutamaan membaca al-Qur`ân.
Meski begitu, tak bisa dipungkiri, surat yang terdiri dari 83 ayat ini sangat akrab dengan kaum muslimin di nusantara. Surat ini dibaca dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada malam Jumat oleh individu maupun sekelompok orang.
Dalam kondisi demikian, keakraban masyarakat dengan surat Yâsîn hendaknya tidak hanya sebatas membacanya saja, melainkan perlu ditingkatkan dengan upaya memahami apa yang terkandung di dalam surat yang mulia ini. Maka, sebagai upaya mengakrabkan masyarakat dengan kandungan al-Qur`ân, tulisan ini mencoba menguraikan kandungan makna yang terdapat dalam surat Yâsîn, terutama ayat-ayat pada bagian permulaan surat ini. Wallâhu al-Musta’ân.

Kandungan Surat Yâsîn

     Sebagaimana surat yang lain, sebelum membaca surat Yâsîn, sangat dianjurkan membaca basmalah, yaitu bacaan: بسم الله الرحن الرحيم (makna: dengan menyebut Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang saya membaca surat ini) agar mendapatkan berkah dari-Nya.
     Ayat pertama: يس (Yâsîn). Ayat ini termasuk ayat mutasyâbihât, yaitu ayat yang maknanya samar. Karena itu, di dalam Tafsîr Jalâlain disebutkan: Allah yang paling tahu maksudnya. Meski demikian, sebenarnya ayat mutasyâbihât bisa saja ditakwil oleh orang-orang yang mendalam ilmunya (ar-râsikhûna fî al-‘ilmi).
Ada yang memahami bahwa ayat seperti ini merupakan tantangan kepada orang-orang yang meragukan al-Qur`ân. Seolah-olah Allah menyatakan: al-Qur`ân ini terdiri dari huruf-huruf yang kalian kenali dan bisa kalian susun sedemikian rupa. Namun sebaik apa pun susunan kalian, mustahil mampu menyamai al-Qur`ân, baik dari sisi redaksi maupun kandungannya.
     Sayyid Quthb menulis, “Perihal kemukjizatan al-Qur`ân serupa dengan ciptaan Allah. Ia serupa dengan ciptaan Allah dalam segala sesuatu dibandingkan dengan ciptaan manusia. Tanah yang terdapat di bumi ini, yang terdiri dari bagian kecil yang diketahui sifatnya, jika diambil oleh manusia, paling tinggi yang dapat dibuatnya adalah batubata, atau perlengkapan, atau alat, atau betapa pun teliti dan canggihnya tidak mungkin akan serupa dengan ciptaan Allah swt., karena Allah menjadikan dari butir-butir tanah itu kehidupan; kehidupan yang penuh denyut serta mengandung rahasia Tuhan tentang hidup serta rahasia yang tidak mampu diciptakan dan tidak pula diketahui oleh manusia. Demikian juga al-Qur`ân, huruf-huruf yang digunakannya terdiri dari huruf-huruf yang dikenal manusia, yang darinya mereka membentuk kalimat-kalimat prosa atau puisi. Dari huruf-huruf yang sama, Allah menjadikan al-Qur`ân dan Al-Furqân yang menjadi pemisah antara kebenaran dan kebatilan. Perbedaan antara hasil karya manusia dan apa yang datang dari Allah dalam hal huruf-huruf dan kata-kata sama dengan perbedaan antara satu jasad yang tanpa ruh, atau satu patung manusia, dengan seorang manusia yang hidup menarik serta menghembuskan napas. Perbedaannya sama dengan perbedaan gambar dari sesuatu yang hidup dengan hakikat kehidupan.”

MEMBACA DAN MEMAHAMI SURAT YÂSÎN (2)

MEMBACA DAN MEMAHAMI SURAT YÂSÎN (2)

Membaca al-Qur`ân Pada Hari Jumat

     Melakukan amal saleh pada hari Jumat memiliki keistimewaan tersendiri karena hari Jumat merupakan salah satu waktu penghapus dosa, berdasarkan sabda Nabi:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Shalat lima yang lima, Jumat ke Jumat berikutknya, Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah penghapus dosa antara waktu-waktu tersebut selama dosa besar ditinggalkan. (HR. Muslim)

Dengan demikian, karena membaca al-Qur`ân termasuk salah satu amal saleh, maka membaca al-Qur`ân sangat baik dilakukan pada hari Jumat, baik yang dibaca adalah surat Yâsîn maupun selain itu.
Namun demikian, terdapat anjuran dari Nabi untuk membaca surat tertentu pada hari Jumat, yaitu surat al-Kahfi, sehingga membaca surat ini pada hari Jumat lebih utama dibanding surat yang lain. Nabi bersabda:

مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ اْلكَهْفِ فِي يَوْمِ اْلجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ

Siapa saja membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat[1], cahaya akan menyinarinya sepanjang dua Jumat. (HR. an-Nasâî, al-Bayhâqî, al-Hâkim, dan ad-Dârimî)

Membaca al-Qur`ân Sebagai Wasilah Berdoa

Di samping itu, karena membaca al-Qur`ân termasuk salah satu amal saleh, maka dapat pula dijadikan wasilah ketika  berdoa. Amal saleh boleh dijadikan sebagai wasilah dalam berdoa berdasarkan hadis yang menceritakan tentang tiga orang yang terkurung di dalam gua kemudian berdoa dengan menyebutkan amal saleh masing-masing sehingga akhirnya batu yang menutup mulut gua tersebut terbuka dan ketiganya dapat keluar. (HR. al-Bukhârî).
Contoh menjadikan bacaan al-Qur`ân sebagai wasilah dalam berdoa adalah dengan mengucapkan doa: “Ya Allah, sesungguhnya hamba telah membaca sebagian ayat al-Qur`ân. Jika bacaan hamba ini ikhlas karena Engkau, maka berkahilah kehidupan si fulan.”



[1] Hari Jumat di sini maksudnya adalah hari Jumat secara syar’i, yaitu dimulai dari masuk waktu Maghrib pada sore Kamis dan berakhir ketika masuk waktu Maghrib keesokan harinya.

MEMBACA DAN MEMAHAMI SURAT YÂSÎN (1)

MEMBACA DAN MEMAHAMI SURAT YÂSÎN (1)

Pendahuluan

     Al-Qur`ân adalah kitab suci kaum muslimin. Kaum muslimin begitu antusias untuk membaca al-Qur`ân, sehingga tidak ada satu bacaan pun di dunia ini yang lebih banyak dan lebih sering dibaca selain al-Qur`ân. Di dalam al-Qur`ân terdapat satu surat yang bisa dikatakan paling sering dibaca oleh penduduk nusantara di luar shalat, yaitu surat Yâsîn. Karena itu, tulisan ini mencoba menguraikan tentang keutamaan membaca al-Qur`ân serta perlunya kaum muslimin di nusantara untuk meningkatkan kualitas interaksinya dengan surat Yâsîn. Jika selama ini surat Yâsîn hanya dibaca saja, maka sudah selayaknya kaum muslimin mulai berpikir untuk memahami kandungannya.  

Membaca al-Qur`ân

Membaca al-Qur`ân adalah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan di dalam Islam. Banyak sekali keutamaan membaca al-Qur`ân. Di antara keutamaan tersebut diterangkan oleh Nabi melalui sabda beliau:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ

Bacalah oleh kalian al-Qur`ân, karena sesungguhnya al-Qur`ân akan datang pada hari kiamat sebagai pembela bagi para sahabatnya.
(HR. Muslim)

Mengenai keutamaan membaca al-Qur`ân, Nabi juga bersabda:

يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا

Kelak (di akhirat) akan dikatakan kepada Sahabat Quran (orang yang senantiasa bersama-sama dengan al-Quran, penj.), “Bacalah, naiklah terus dan bacalah dengan perlahan-lahan (tartil) sebagaimana engkau telah membaca al-Quran dengan tartil di dunia. Sesungguhnya tempatmu adalah pada akhir ayat yang
engkau baca.

(HR. Abû Dâwûd dan at-Tirmidzî)

Senin, Juli 08, 2013

Bagaimana Menyatukan Awal dan Akhir Ramadhan



Bagaimana Menyatukan Awal dan Akhir Ramadhan

Menyatukan ‘hari kalender’ awal dan akhir Ramadhan seluruh dunia adalah mustahil, karena bumi ini bulat dan berputar, sedangkan untuk menentukan hari harus ditentukan satu garis tertentu di bumi sebagai ‘awal hari’ yang berdekatan dengan daerah yang harus kebagian jatah ‘akhir hari’. Yang mungkin adalah menyatukan awal dan akhir Ramadhan di seluruh bumi dalam ’24 jam yang sama’. Sedangkan yang menakjubkan adalah, dalam satu daerah waktu, awal dan akhir Ramadhan dilakukan secara berbeda. Dan jelas, itu bukan ’24 jam yang sama’. Contoh kejadian yang sering seperti ini adalah di Indonesia.

Mengapa bisa terjadi seperti itu di Indonesia? Tidak lain karena beberapa organisasi Islam memiliki kriteria yang berbeda dalam menentukan awal dan akhir Ramadhan. Saya ambil sampel empat organisasi: Muhammadiyah, Persatuan Islam (Persis), Nahdhatul Ulama (NU), dan Hizbut Tahrir (HT). Dua organisasi pertama adalah penganut hisab. Sedangkan dua organisasi kedua adalah penganut rukyat. Meski sama-sama menggunakan hisab, Muhammadiyah memiliki perbedaan kriteria dengan Persis. Demikian juga penganut rukyat, yaitu NU dan Hizbut Tahrir, berbeda dalam hal rukyat mana yang harus dipakai. Jika NU terbatas pada rukyat lokal, maka Hizbut Tahrir bersandar pada rukyat global di seluruh dunia. Dengan komposisi semacam itu, Muhammadiyah seringkali sepakat dengan Hizbut Tahrir dalam mengawali dan mengakhiri Ramadhan, sedangkan NU sering sepakat dengan Persis.

Untuk tahun ini, prediksinya begini:

Muhammadiyah, karena menganut hisab hakiki wujudul hilal, bahwa asal hilal sudah di atas 0 derajat sudah masuk bulan baru, sudah menetapkan (jadi bukan prediksi lagi) mulai Ramadhan hari Selasa. Sedangkan Persis, yang merupakan mazhab imkanur rukyat dengan kriteria hilal minimal 2 derajat, menetapkan puasa hari Rabu, karena awal hari Selasa bulan belum sampai sekian. NU (yang juga dianut oleh pemerintah) dipastikan memulai puasa hari Rabu juga, karena rukyat yang dilakukan Senin sore menjelang Selasa besok dipastikan tidak akan berhasil melihat hilal. Kalaupun ada yang menyatakan melihat hilal, dipastikan ditolak karena hasil hisab tidak memungkinkan untuk itu. Hizbut Tahrir, sebagai penganut rukyat global, saya prediksi akan memulai puasa bersama dengan Muhammadiyah, karena paling tidak di Cape Town kemungkinan-hilal-bisa-dilihat sangat besar.

Jadi bagaimana? Apakah dalam konteks Indonesia, persoalan ini bisa disatukan? Jawabannya: Bisa, yaitu dengan membuat keputusan politik. Pemerintah harus memutuskan metode mana yang hendak dipakai, kemudian meminta kepada semua organisasi untuk menaati keputusan tersebut.

Jika begitu, bukankah hal itu akan menguntungkan satu pihak dan mengabaikan pendapat pihak lain? Jawabannya: Ya, tentu saja. Justru, salah satu urgensi adanya keputusan politik adalah karena secara fiqhî pendapat-pendapat yang ada tidak bisa disatukan, sedangkan persatuan dalam persoalan ini adalah penting. Maka harus ada pihak yang harus rela pendapatnya tidak dipilih. Dalam persoalan ini ada kaidah: Amrul Imâm yarfa’ul khilâf (keputusan Imam bisa menghilangkan perselisihan).

Hanya saja, keputusan semacam itu akan terlihat aneh jika dilakukan oleh negara yang mengaku ‘bukan negara agama’ atau ‘bukan negara Islam’. Ngapain negara ikut campur urusan agama? Memangnya negara ini negara agama? Begitu antara lain keheran yang dinyatakan sebagian orang. Saya sendiri juga akan merasa heran: Untuk hal-hal yang qath’î saja negara tidak mau cawe-cawe, lah ini masalah ijtihadi kok malah mau dicampuri. Oleh karena itu, saya setuju jika negara ini diislamkan saja (dijadikan Khilafah) lebih dulu, supaya keheran semacam itu tidak muncul.

Lebih dari itu, dengan menjadi Khilafah, secara praktis perbedaan mengawali Ramadhan in syâ`allah tidak muncul, meskipun kita andaikan secara konseptual tidak perlu disatukan. Penjelasannya begini:

Meski berbeda secara konsep seperti dikemukakan di atas, tetapi kebanyakan organisasi tersebut tidak mau keluar dari apa yang disebut wilâyatul hukmi (daerah hukum). Muhammadiyah, meski memungkinkan ada dua versi dalam mengawali Ramadhan antara bagian barat dan bagian timur, misalnya, tetap akan menyatukan awal Ramadhan karena pertimbangan: masih dalam daerah hukum yang sama. NU dan Persis pun saya rasa setuju dengan hal ini, bahwa dalam satu daerah hukum, sudah semestinya Ramadhan dimulai pada hari yang sama (kecuali terkendala teknis alami seperti pada paragraf pertama). Jadi, misalnya Indonesia, Malaysia, dan Afrika berada pada satu wilâyatul hukmi, lalu kemudian terlihat hilal di sana (yang berarti sesuai kriteria NU dan HT) karena tinggi hilal sudah empat derat (sangat mungkin dilihat, dan berarti sesuai kriteria Persis), maka secara praktis Ramadhan akan dimulai pada hari yang sama oleh Muhammadiyah, NU, Persis, maupaun HT.

Pertanyaannya: Maukah kita menyatukan neger-negeri kaum muslimin? Semalam menjelang Muktamar Khilafah di Yogyakarta beberapa bulan yang lalu, saya bertanya kepada seorang ibu yang kebetulan duduk di sebelah saya sambil menikmati bajigur:

“Ibu, tahu ada acara besok di Mandala Krida?”

Ndak. Memangnya ada apa, mas?”

“Ini, bu, kita mau menyelenggarakan Muktamar Khilafah. Isinya, kita ingin mengajak kaum muslimin untuk menyatukan negeri-negeri Islam dalam satu negara.”

Beliau manggut-manggut, sambil bergumam, “Aamiin. Semoga terwujud.”

Sebenarnyalah, secara alami, kaum muslimin itu merindukan persatuan. Ya, semoga segera terwujud.

Miliran, 29 Sya’bân 1434 H/7 Juli 2013

Sabtu, Juli 06, 2013

Atheism adalah Kekecewaan


Atheism adalah Kekecewaan
Mugi Paring Kertapati
Ateisme pada dasarnya adalah semacam bentuk pelarian dari kekecewaan terhadap agama, bukan sebuah keyakinan yang bersumber dari kesadaran berpikir dan perenungan yang jerniah maupun dari hati nurani yang suci.

*Mau diskusi? Maju #satu_lawan_satu.
Like · · Unfollow Post · Share · 4 hours ago

    3 people like this.
   
Erlangga Adinegoro Udah bebal, tidak berpengetahuan, busuk lagi.
    3 hours ago · Like · 2
   
Mugi Paring Kertapati Pernyataan terbaik dari ateis memang sebatas itu. Untuk menjadi ateis, tidak perlu berpikir.
    about an hour ago · Like · 1
   
Anton Medan peryataan yg sungguh subjektif...
    about an hour ago via mobile · Unlike · 1
   
Taufik Atheist adalah lebih dari sekedar pengetahuan bahwa tuhan itu tidak ada, dan sedangkan bahwa agama adalah baik sebuah kesalahan atau penipuan. Atheist adalah sebuah sikap, kerangka pikiran yang terlihat di dunia obyektif, tanpa rasa takut, selalu berus...See More
    35 minutes ago · Like · 1
   
Mugi Paring Kertapati Jadi menurut ateis, karena ada begitu banyak macam mata uang palsu, maka kesimpulannya tidak ada satu pun mata uang asli. Perhatikan, Taufik -semoga Allah memberinya petunjuk-, tidak percaya atas keberadaan Tuhan hanya karena ada banyak versi ajaran tentang Tuhan. Pemikiran yang bagus untuk menunjukkan kepintaran Ateis.
    30 minutes ago · Like
   
Taufik disini kita berbicara fakta realita
    realistis dan tidak terbantahkan bukan opini pribadi
    29 minutes ago · Like
   
Sollune Elane Mugi, kamu tidak percaya peri gigi itu menandakan kamu kecewa dan bukan keyakinan dari nurani yang suci.
    28 minutes ago via mobile · Like
   
Mugi Paring Kertapati Saya ulangi:

    "Jadi menurut ateis, karena ada begitu banyak macam mata uang palsu, maka kesimpulannya tidak ada satu pun mata uang asli. Perhatikan, Taufik -semoga Allah memberinya petunjuk-, tidak percaya atas keberadaan Tuhan hanya karena ada banyak versi ajaran tentang Tuhan. Pemikiran yang bagus untuk menunjukkan kepintaran Ateis."

    23 minutes ago · Like
   
Taufik yakinkan saya kalo tuhan itu ada
    22 minutes ago · Like
   
Mugi Paring Kertapati /Mugi, kamu tidak percaya peri gigi itu menandakan kamu kecewa dan bukan keyakinan dari nurani yang suci./

    Saya percaya peri gigi. Gigi saya pernah diperiksa olehnya. Kamu percaya bahwa kamu manusia, Sollune Elane?
    21 minutes ago · Like
   
Mugi Paring Kertapati //yakinkan saya kalo tuhan itu ada //

    apa yang dimaksud degan keyakinan menurutmu?
    15 minutes ago · Edited · Like
   
Taufik ia ^_^
    20 minutes ago · Like
   
Sollune Elane oke, muslim lolgic: Saya percaya peri gigi. Gigi saya pernah diperiksa olehnya. Kamu percaya bahwa kamu manusia, Sollune Elane ?

    ^tidak perlu lagi pembuktian lebih lanjut, TS sangat delusif.
    17 minutes ago via mobile · Edited · Like
   
Mugi Paring Kertapati oh, yakin bagi taufik adalah senyum?
    17 minutes ago · Like
   
Taufik ini sudah melenceng dari topik diatas nih
    16 minutes ago · Edited · Like
   
Mugi Paring Kertapati Saya tulis ulang topiknya:

    "Ateis pada dasarnya adalah semacam bentuk pelarian dari kekecewaan terhadap agama, bukan sebuah keyakinan yang bersumber dari kesadaran berpikir dan perenungan yang jernih maupun dari hati nurani yang suci."
    15 minutes ago · Edited · Like
   
Taufik saya pribadi kecewa terhadap agama
    karna ada peperangan atas nama agama yang sudah mengorbankan banytak nyawa
    14 minutes ago · Like
   
Mugi Paring Kertapati oh, mungkin @taufik gagal menangkap pertanyaan saya dengan baik. sudah saya edit, silakan dibaca lagi, kemudian dijawab.
    14 minutes ago · Like
   
Rein Borneojaya Ateisme itu ON - OFF di setiap insan Indonesia. Saat menyetubuhi calon istri ke-2, atau mengantongi uang milik rakyat, orang akan menganggap Aulloh SWT itu gak ada... itu ateisme yg sdg ON. Tetapi saat dzikir nangis-nangis pas ustadz Arifin Ilham diundang di acara Maulid kantor = Aulloh itu ada. Ateisme sedang OFF
    13 minutes ago · Like
   
Mugi Paring Kertapati Dengan begitu, terbukti:

    "Ateis pada dasarnya adalah semacam bentuk pelarian dari kekecewaan terhadap agama, bukan sebuah keyakinan yang bersumber dari kesadaran berpikir dan perenungan yang jerniah maupun dari hati nurani yang suci."
    13 minutes ago · Like
   
Taufik tidak semua atheist sama dengan saya

    saya kecewa terhadap agama
    dan saya sadar dalam berpikir
    dan otak rasional menganalisa mana yang benar dan yang salah !
    10 minutes ago · Like
   
Mugi Paring Kertapati Itu artinya, ateisme adalah kebejatan. Perumpamaan yang bagus, Rein Borneojaya.
    10 minutes ago · Like
   
Mugi Paring Kertapati //tidak semua atheist sama dengan saya//

    silakan kalau ada ateis yang tidak sama dengan anda, suruh maju ke depan.

    //saya kecewa terhadap agama//

    terbukti:

    "Ateis pada dasarnya adalah semacam bentuk pelarian dari kekecewaan terhadap agama, bukan sebuah keyakinan yang bersumber dari kesadaran berpikir dan perenungan yang jerniah maupun dari hati nurani yang suci."

    //dan saya sadar dalam berpikir
    dan otak rasional menganalisa mana yang benar dan yang salah !//

    sebenarnya tidak demikian. tetapi pemikiran anda diperbudak oleh kekecewaan anda terhadap agama.
    8 minutes ago · Like · 1
    Taufik
    6 minutes ago · Like

28 Sya’bân 1433 H/6 Juli 2013 M