Minggu, Juni 08, 2014

MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH ISLAMIYAH (MDAI) [2]


MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH ISLAMIYAH (MDAI) [2]

Ketika saya sebutkan Sekolah Agama via sms beserta sedikit penjelasannya, istri saya menanggapi dalam 3 paket pesan.

PAKET 1 (02/06/2014 13:48:31)

"Saya masuk TPA usia 4 tahun, sebelum masuk sudah bisa baca Quran, jadi langsung masuk Al Iqra usia 5 tahun. Usia 6 tahun MDA di Darul Hikmah selama 2 tahun. Pernah di Baiturrahman, Darul Hidayah dan SM juga. Sudah lulus. Terus usia 10 tahun ngajar di Darul Hikmah At Taqwa sampai SMU kelas 2. Pas SD itu belajar Bahasa Arab, baca arab gundul (kalau di Padang namanya arab melayu), fiqh, belajar iman juga.

Program untuk yang sudah lulus: Setiap Ramadhan jadi mubaligh cilik dari masjid ke masjid, tapi waktu itu saya cuma rutin di Kodim aja, karena ndak diijinin Papa. Terus ada beberapa lagi, tapi saya lupa-lupa ingat. Belajarnya ba'da Ashar sampai Isya."

PAKET 2 (02/06/2014 13:51:06)

"Ekskul MDAnya ada bela diri juga tiap hari Sabtu malam, tapis aya ndak ikut, ndak suka. Ada didikan Shubuh tiap hari Ahad. Ada latihan rebanaan sama nasyid juga."

PAKET 3 (02/06/2014 18:35:38)

"Didikan Shubuh itu tiap hari Ahad, santri belajar bangun sebelum Shubuh, terus ke masjid minimal shalat Shubuh, ngikutin acara lomba-lomba."

MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH ISLAMIYAH (MDAI) [1]


MADRASAH DINIYAH AWWALIYAH ISLAMIYAH (MDAI) [1]

Berhubung salah satu cita-cita saya dan istri adalah mengembangkan pendidikan alternatif, dalam beberapa kesempatan kami berbincang-bincang tentang berbagai model lembaga pendidikan.

Salah satu yang sempat kami bincangkan adalah pendidikan yang sempat kami jalani, yaitu Madrasah Diniyah Awwaliyah Islamiyah, disingkat MDAI. Sebenarnya tingkatnya tidak hanya Awwaliyah (Dasar), melainkan ada juga Wustha (Menengah), tetapi di kecamatan saya setahu belum ada yang menyelenggarakannya. Secara resmi, nama sistem pendidikan seperti ini disebut Madrasah Diniyah Takmiliyah.

Madrasah Diniyah Takmiliyyah atau disingkat Madin adalah sistem sekolah sore di bawah naungan Kemenag. Orang-orang di kampung saya (Parean, Kandanghaur, Indramayu) biasa menyebutnya Sekolah Agama. Masuk mulai jam 14.00, pulang jam 16.00.

Selama sekira 4 tahun, pelajaran yang sempat saya enyam antara lain:

1. Imla`

2. Tajwid

3. Khat

4. Mahfuzhat

5. Tarikh

6. Quran - Hadis

7. Akidah Akhlak

8. Bahasa Arab

9. Fikih

Sabtu, Juni 07, 2014

Hukum Menggunakan Perabot yang Terbuat dari Emas dan Perak


HUKUM MENGGUNAKAN PERABOT YANG TERBUAT DARI EMAS DAN PERAK

Untuk makan dan minum, perabot emas yang terbuat dari emas dan perak hukumnya haram. Berdasarkan hadis Nabi, dari Hudzaifah ibn
al-Yaman:

"... Janganlah kalian minum di bejana emas dan perak. Jangan pula kalian makan dari piring yang terbuat dari dua bahan itu. Karena keduanya adalah untuk mereka (orang-orang kafir) di dunia, dan untuk kalian di akhirat." (Muttafaq 'Alaihi)

Bagaimana dengan aktivitas selain makan dan minum, apa hukumnya menggunakan perabot yang berasal dari emas dan perak? (Sebagai contoh: Bercelak dan berwangi-wangian dengan alat yang terbuat dari keduanya).

Jumhur Ulama, baik salaf maupun khalaf menyatakan haram, antara lain sebagaimana diterangkan oleh al-Qurthubi. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh 'Abdul 'Aziz ibn Baz dan Syaikh 'Abdurrahman as-Sa'di.

Sedangkan sebagian ulama lain yang tidak disebutkan nama-namanya oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, juga Imam ash-Shun'ani, Imam asy-Syaukani, serta dipilih oleh Syaikh Muhammad ibn 'Utsaimin, menyatakan bahwa tidak haram menggunakan perabot dari emas dan perak untuk selain makan dan minum.

Syaikh Shalih ibn Fauzan al-Fauzan menyatakan:

"Pendapat ini (yaitu pendapat kedua, sho.) meskipun memiliki kedudukan yang baik, namun sikap wara' dan berhati-hati adalah menjauhkan diri dari bejana dari emas dan perak, serta seluruh bentuk pemanfaatan perabot yang berasal dari keduanya, baik untuk makan, minum, atau penggunaan yang lain, seperti wudhu, mandi, tempat minyak, berwangi-wangian, dan lain-lain..."

Karangkajen, 9 Sya'ban 1435 H/7 Juni 2014