Qoumas Situs NU Saja Mengakui Wajibnya Cadar Kok Mas
Perbincangan tentang larangan mahasiswi
bercadar terus bergulir. Ketua GP Ansor, Yaqut Kholil Qoumas, seperti diberitakan
situs Bersama Dakwah (news.bersamadakwah.net, diakses 09/03/2018) menganjurkan agar mahasiswi yang
tidak mau dilarang melepas cadarnya saat mengikuti kuliah, agar pindah.
Dengan nada meremehkan, dia seolah menganggap
orang-orang pro-cadar tidak mengerti persoalan
budaya, syar'i, dan sebagainya. Dia juga meminta
agar larangan memakai cadar di UIN tidak usah diributkan. Alasannya, saat
umrah, haji, dan sholat pun dilarang pakai cadar dan tidak diributkan.
Entah Yaqut tahu
atau tidak, situs NU memiliki artikel yang kontras dengan pernyatannya yang terkesan
galak tersebut. Pada hari Rabu, 20 April 2016 pukul 00:02 WIB, situs resmi NU, nu.or.id
mengunggah sebuah soal jawab berjudul Hukum Memakai Cadar. Seseorang
yang bernama Andri Hermawan dari Magelang menyampaikan sebuah pertanyaan
mengenai status hukum cadar.
Pertanyaan tersebut
dijawab oleh Mahbub Ma’afi Ramdlan. Mahbub menjelaskan bahwa persoalan cadar
terjadi silang pendapat di kalangan ahli fikih. Mazhab Hanafi melarang
perempuan muda zaman sekarang membuka wajahnyauntuk menghindari fitnah. Berbeda
halnya dengan Mazhab Maliki yang justru memakruhkan perempuan menutup wajah,
baik di dalam maupun di luar shalat. Mazhab ini menganggap perbuatan tersebut
berlebih-lebihan.
Keterangan yang
diberikan Mahbub juga menyinggung soal perbedaan pendapat di kalangan mazhab
Syafii seputar persoalan ini. Satu pendapat menyatakan wajib. Pendapat kedua
menyatakan sunah. Sedangkan pendapat ketiga, agak sedikit mendekati pendapat
mazhab Maliki, menyatakan bercadar adalah menyelisihi keutamaan.
Selain mengemukakan
bebagai pendapat di antara ulama berbagai mazhab, Mahbub juga tampaknya
memberikan pendapatnya sendiri. Mahbub mencoba bersikap bijak dengan mengajukan
setidaknya tiga poin:
Pertama, kewajiban memakai cadar
bagi wanita akan mengalami banyak kendala jika dipaksakan di Indonesia
Kedua, diperlukan kearifan dalam melihat perbedaan
pandangan tentang cadar
Ketiga, perbedaan pendapat seputar cadar tidak perlu dipertentangkan dan dibenturkan, tetapi harus dibaca
sesuai konteksnya masing-masing.
Komentar Mahbub tampak
lebih sejuk dibandingkan komentar Qoumas, meskipun ada pula pernyataanya yang
perlu dikritisi. Salah satu poin di atas seolah menyiratkan adanya upaya pihak tertentu
yang ingin memaksakan kewajiban bercadar di Indonesia, padahal kenyataannya
sama sekali tidak ada.
Justru yang sedang
banyak dibincangkan sekarang adalah wacana memaksakan para perempuan yang
meyakini kewajiban bercadar untuk menanggalkannya. Berkaca pada poin lain yang
disampaikan Mahbub, justru hal ini kontraproduktif.
Sangat tidak arif,
seorang rektor universitas Islam justru menghalangi kebebasan mahasiswinya
untuk menganut pendapat fikih yang diyakininya. Juga tidak mengindahkan konteks,
seorang ketua umum salah satu ormas Islam justru seolah mempersalahkan para
muslimah yang mengamalkan keyakinan fikihnya untuk bercadar, bukan justru
mempersalahkan pembuat kebijakan yang tidak benar.
Padahal, seperti yang diakui
Mahbub, pendapat yang dijadikan pegangan (mu’tamad) dalam mazhab Syafii
justru mewajibkan cadar. Jadi, meski terjadi perbedaan pendapat, kalaupun tidak
sependapat dengan para ulama muktabar mazhab Syafii, mestinya pendapat ini harus
dihargai dan tidak dihalangi apalagi diintimidasi.
Sumber Tulisan:
Hukum Memakai Cadar, nu.or.id, diakses tanggal
09/03/2018
GP Ansor: Kalau Ngotot Pakai
Cadar, Pindah Aja!, news.bersamadakwah.net, diakses
09/03/2018