“Koe arep turu neng kene?”
“Mboten, mbah.”
“Yo? Turu ning kene wae.”
“Mboten, mbah. Badhe wonten urusan.”
Perempuan yang melahirkan bundaku itu terus bertanya, membujukku untuk bermalam di kamar beliau.
Besok, mbah. Aku berjanji dalam hati. Sebuah janji yang tak pernah ditepati, karena aku tak sempat (atau lebih tepatnya terlalu bodoh untuk tidak menyempatkan diri) ke Kembangan menjenguk beliau dan menginap sesuai permintaannya, sampai aku mendengar berita bahwa beliau telah berpulang. Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun. Simbah putri yang mengulang-ulang cerita yang sama tentang Ivan kecil yang nakal, tentang orang-orang di sekitar rumah bapak di Parean, tentang kehidupannya yang melewati berbagai zaman, sampai cerita tentang intimidasi PKI terhadapnya. Seorang wanita pemberani yang kuat, meski bertubuh kecil.
Padepokan Panatagama, 5 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar