Seorang Begawan menyatakan, “tuhannya (dengan t
kecil) peneliti hanya ada dua, yang pertama logika, dan yang kedua data.” Sahaya
sepakat dengannya, bahwa sebuah penelitian perlu data dan logika, tetapi belum menemukan
kecerdasan dalam istilah ‘tuhan (dengan t kecil)’ yang dipilihnya. Terlebih, penuhanan
terhadap logika dan data ternyata demi penelitian ilmiah yang dilakukan bisa terbit
di jurnal-jurnal ilmiah standar, maka “tuhan” yang lebih tinggi bagi penelitian
ilmiah semacam itu bukan lagi logika dan data, melainkan jurnal-jurnal ilmiah
standar.
Kalimat Lâ ilâha illâ Allâh konon oleh Begawan lain diterjemahkan sebagai Tiada tuhan (“t” kecil) kecuali Tuhan (“T”
besar). Dengan pernyataan tersebut, “t” kecil justru
ditiadakan. Artinya, bagi seorang muslim –peneliti sekalipun— tidak boleh ada
tuhan (dengan “t” kecil). Yang boleh ada hanyalah Tuhan (dengan “T” besar). Karenanya,
logika dan data –jika dianggap sebagai tuhan (dengan “t” kecil)— juga harus
ditiadakan. Tentu sikap semacam itu tidak tepat.
Logika dan data sangat diperlukan dalam sebuah
penelitian, tetapi bukan sebagai T/tuhan (baik dengan “t” kecil maupun “T”
besar). Keduanya hanyalah sarana untuk mencapai kesimpulan yang benar atau
mendekati kebenaran.
Seputar Penelitian Kurma
Seorang Begawan menertawakan pandangan Begawan
lainnya tentang makna “Integrasi dan Interkoneksi”, ketika Begawan lain itu
memberikan contoh tentang penelitian kurma yang diinspirasi dari Alquran (Maryam
diperintahkan untuk memakan buah kurma saat merasakan perutnya sakit hendak
melahirkan ‘Îsâ). Sang Begawan menjamin, jika penelitian tentang kurma yang
pernah dilakukan oleh seorang mahasiswa dari Malang, dikirimkan ke jurnal
ilmiah manapun yang standar, pasti ditolak.
Di sisi lain, Sang Begawan juga menyatakan bahwa
peneliti yang baik adalah pengkhayal yang baik; dia harus mampu mengkhayal
dengan baik. Teori dibutuhkan oleh seorang peneliti agar khayalannya tidak
dianggap tidak berdasar.
Apakah seorang peneliti boleh mengandalkan
khayalannya, tetapi tidak boleh mengambil inspirasi dari Alquran dalam
penelitiannya?
Mungkin sahaya salah paham dan akan “dibodohkan”
oleh Sang Begawan seperti yang berulang dilakukannya kepada para penanya,
lantas mengadu kepada Bapak Kaprodi pula.
Nyuwun ngapunten.
Karangkajen, Senin, 19 Dzulhijjah 1435 H/13
Oktober 2014 M 07:26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar