PEMIMPIN KAFIR HARAM TAK BOLEH
DILUPAKAN
Segala puji bagi Allah, saat ini kesadaran
bahwa pemimpin kafir adalah haram, telah tumbuh secara luas, jauh lebih luas
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kita berharap, kesadaran tersebut tetap
terus terjaga. Perlu peran semua pihak untuk menjaga kesadaran ini. Jangan dinodai
dengan langkah-langkah politik yang tidak sejalan dengan kesadaran ini. Bahkan sudah
sewajibnya kesadaran ini ditingkatkan ke level yang lebih tinggi: “harus
ditetapkan undang-undang yang mensyaratkan pemegang jabatan pemerintahan harus
muslim” dan “sistem yang dijalankan oleh pemegang jabatan pemerintahan harus
sistem Islam”.
KH
Ahmad Azhar Basyir, tokoh Muhammadiyah, menyatakan:
“Islam mengajarkan bahwa kepala negara diangkat
atas dasar musyawarah. Kepala negara adalah orang yang memperoleh kepercayaan
dari umat untuk memegang pimpinan tertinggi negara. Oleh karenanya, kepala
negara tidak hanya bertanggungjawab kepada Allah, tetapi juga kepada umat yang
telah memberikan kepercayaan jabatan pimpinan kepadanya.
Dengan demikian, Islam tidak mengenal kekuasaan
mutlak bagi kepala negara. Jika kepala negara ternyata menyimpang dari garis
Alquran dan Sunah Rasul dalam memimpin negara, rakyat berhak memperingatkannya.
Jika setelah berkali-kali diperingatkan tidak juga kembali kepada jalan yang
benar menurut Alquran dan Sunah Rasul, rakyat berhak memakzulkannya dari
jabatan kepala negara, meskipun belum habis waktu jabatannya menurut ketetapan
musyawarah.”
Kepala negara (atau pejabat pemerintahan lainnya)
dimintai pertanggungjawaban berdasarkan Alquran dan Sunah Rasul. Itu artinya,
mereka harus berstatus muslim. Sebab, hanya seorang muslim yang memungkinan
untuk tidak menyimpang dari garis Alquran dan Sunah Rasul. Karenanya, harus
ditetapkan di dalam undang-undang, bahwa syarat pemegang jabatan pemerintahan adalah
muslim, serta syarat-syarat lainnya yang ditetapkan oleh syariat. Undang-undang
harus menetapkannya, agar tidak menjadi sarana yang memungkinkan orang kafir
menjadi pemimpin pemerintahan. Hal itu sebagai bentuk pengamalan kaidah “al-wasîlaţ ilâ äl-harâm harâm,
sarana menuju keharaman adalah haram”. Tidak ditetapkannya syarat muslim dalam
urusan pemerintahan bisa menjadi sarana menuju keharaman, yaitu dicalonkannya
pemimpin kafir, sehingga haram pula hukumnya tidak menetapkan syarat muslim
sebagai pemimpin. Penetapan syarat muslim sebagai pemimpin pemerintahan di
dalam undang-undang juga merupakan upaya agar haramnya pemimpin kafir tidak dilupakan.
[SA, 0822-4252-2585]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar