Afiliasi Primordial
Salah satu alasan orang liberal
menolak formalisasi syariat oleh negara adalah: Bahwa keniscayaan pluralitas
manusia, membutuhkan sebuah ideologi yang memandang manusia sebagai
individu-individu tanpa harus dikait-kaitkan dengan afiliasi primordialnya,
seperti ras, agama, suku, gender, dan sebagainya.
Pertanyaannya adalah: apa kriteria
‘afiliasi primordial’ yang dimaksudkannya? Membiarkan menyebut satu bentuk
afiliasi sebagai primordial dan bentuk afiliasi lainnya sebagai non-primordial
tanpa kriteria yang jelas, atau lebih parah, tanpa kriteria sama sekali, tentu merupakan wujud
ketidakbertanggungjawaban.
Secara garis besar, manusia bisa
diklasifikasi menggunakan dua pendekatan, yaitu dengan melihat:
1. Identitas
yang tidak bisa dipilih
2. Identitas
yang bisa dipilih
Pendekatan yang pertama akan meliputi
klasifikasi manusia berdasarkan ras, suku, gender, dan sebagainya. Semua hal
itu, manusia tidak bisa memilihnya. Saya tidak bisa menghindar keputusan Sang
Pencipta yang menciptakan saya secara genetis termasuk ras Mongoloid, suku
Jawa, dan bergender laki-laki (saya tidak membedakan secara ekstrim sex dan
gender). Pendekatan kedua mencakup hal-hal yang menjadi wilayah bagi
kehendak bebas manusia, seperti agama dan ideologi.
Saya yakin, adalah lebih tepat jika apa yang disebut sebagai afiliasi
primordial disematkan pada identitas bentuk pertama, yaitu identitas
yang tidak bisa dipilih oleh manusia. Mengapa hanya identitas jenis pertama
yang layak disebut afiliasi primordial? Karena keistimewaan manusia adalah akal
dan kehendak bebas, sedangkan identitas jenis pertama tidak berada di dalam
kekuasaan akal dan kehendak bebas. Jika identitas dengan jenis ini dijadikan
sebagai landasan afiliasi, tentu saja afiliasi tersebut tidak punya potensi
untuk dimasuki oleh semua orang. Tak ada ruang bagi seseorang dengan identitas
tertentu dari jenis ini untuk dapat bergabung dengan afiliasi identitas yang
lain. Misalnya seorang Jawa tidak dapat bergabung dengan afilisasi orang Sunda.
Tidak ada kemungkinan, berdasarkan kriteria kesukuan, bahwa orang bersuku Jawa
akan menjadi bersuku Sunda. Tidak ada pula kemungkinan seorang lelaki bergabung
ke dalam suatu afiliasi yang berisi orang-orang perempuan. Sebab seorang lelaki
selamanya akan menjadi seorang lelaki, demikian pula sebaliknya. Maka, afiliasi
berdasarkan ras, suku, gender layak disebut sebagai afiliasi primordial.
Berbeda halnya dengan agama dan
ideologi. Seseorang yang berafiliasi dengan agama dan atau ideologi tertentu
memiliki kesempatan untuk memilih, agama dan ideologi apa yang akan dia anut. Seseorang
menjadi Kristen, Hindu, Budha, Islam adalah pilihannya. Demikian pula,
seseorang bisa menjadi Muslim, Kapitalis, atau Sosialis berdasarkan kehendak
bebasnya. Dengan demikian, afiliasi agama dan ideologi melibatkan peran akal. Lebih jauh, afiliasi jenis ini lebih
memuliakan manusia dibandingkan afiliasi berdasarkan identitas jenis pertama,
karena potensi khas manusia yang membedakannya dengan makhluk lainnya terlibat
dalam hal ini.
Afiliasi primordial secara mutlak
hanya bisa dilekatkan pada identitas jenis pertama, sehingga tidak layak
dijadikan pengikat—apalagi landasan pengaturan—suatu negara. Sedangkan
identitas jenis kedua masih perlu ditinjau potensinya sebagai pengikat dan
pengatur, dari sisi: Manakah dari berbagai ikatan tersebut yang layak. Tidak hanya itu,
tinjauan juga perlu dilakukan dari sisi kelayakannya untuk menata masyarakat
dan negara menuju kebahagiaan hidup.
16 Ramadhân 1434 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar