AGAMA
Apa
agama itu?
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, agama
diartikan sebagai ajaran,
sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) kepada Tuhan yang Mahakuasa,
tata peribadatan, dan tata kaidah yang bertalian dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya dengan kepercayaan itu.[1]
Disebutkan Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katholik, sebagai contoh-contoh agama.[2]
Dari
contoh-contoh yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa agama yang dimaksud
adalah sebatas yang mengajarkan spiritualitas.
Namun
demikian, dîn (yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai agama)
sebenarnya tidak hanya mencakup pengertian agama yang mengajarkan
spiritualitas, melainkan segala ajaran yang memiliki akidah dan syariat. Artinya,
dîn mencakup juga pengertian mabda` (ideologi). Dalam Kamus
Bahasa Indonesia, ideologi diartikan dengan tiga arti. Pertama, sekumpulan
konsep bersistem. Kedua, cara berpikir seseorang atau suatu
golongan manusia. Ketiga, paham, teori, dan tujuan yang berpadu
merupakan satu program sosial politik.[3]
Sedangkan pengertian yang lebih tepat untuk istilah mabda` adalah akidah
rasional (‘aqidah ‘aqliyah) yang memancarkan aturan untuk semua aspek
kehidupan.[4]
Dîn ada yang benar (haqq)
dan ada pula yang salah (bâthil).[5]
Dîn dapat dikatakan benar jika akidah dan syariatnya benar, sedangkan dîn
yang batil adalah dîn yang mengandung penyimpangan mendasar dari dînul
haqq, baik dari aspek akidah maupun syariatnya.
Apakah
agama yang sekarang kita anut adalah agama yang benar?
Manusia
berselisih mengenai agama yang benar. Namun, sudah menjadi kepastian bahwa
barang yang diperselisihkan itu kalau sudah diselidiki, tentu akan terdapat
mana yang benar dan mana yang salah. Hanya satu yang benar di antara yang banyak itu.[6]
Karena itu, kita patut bertanya: apakah agama yang sekarang kita anut adalah
agama yang benar?
Semua
orang mungkin akan menjawab: Ya. Tidak salah menjawab seperti itu. Namun
jawaban tersebut belum sempurna jika tidak melalui penyelidikan. Sebab, hakikat
kebenaran hanya akan mencapai derajat yakin dengan bukti-bukti. Karena itu,
wajib bagi setiap orang yang sudah menginjak baligh untuk merenungkan hal-hal
mendasar serta kebenaran sumber agamanya, yaitu mencakup tiga hal: pertama, mengenai
keberadaan Sang Pencipta: benarkah Sang Pencipta itu ada? Kedua, mengenai kebenaran Kitab
Suci sebagai kalâmullâh: benarkah Kitab Suci yang diyakininya
benar-benar berasal dari Sang Pencipta? Ketiga, mengenai pembawanya:
benarkah beliau seorang Nabi?
Standar
kebenaran atas pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah kepuasan akal dan ketentraman
jiwa.
Agama
di Sisi Allah adalah Islam
Proses
perenungan untuk tiga pertanyaan di atas sengaja tidak diuraikan di sini
mengingat keterbatasan waktu dan tempat. Namun, setelah seseorang melalui
perenungan yang mendalam dan cemerlang (meskipun sederhana) mengenai tiga hal
di atas, akan nyata baginya bahwa agama yang benar adalah Islam.
Agama
(yaitu agama Islam) yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ialah apa yang
diturunkan Allah di dalam Quran dan yang tersebut dalam sunnah yang shahih,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan
manusia di Dunia.[7]
Agama ialah apa yang disyariatkan Allah dengan perantara Nabi-Nabi-Nya, berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan
manusia di Dunia dan Akherat.[8]
Sudahkah
kita menjadikan agama sebagai sesuatu yang serius?
Saat ini,
dapat dikatakan Islam telah benar-benar ditinggalkan oleh sebagian besar
manusia, kecuali sebagian kecil saja dari ajaran spiritualnya. Banyak hal yang
merupakan bagian dari agama yang telah banyak dilupakan orang. Mari kita
sedikit renungkan. Berapa banyak kaum muslimin saat ini yang mengenal nama-nama
bulan dalam kalender hijriyah? Berapa jumlah bulan harâm yang ada
di dalamnya? Apa hukum-hukum khusus yang berkenaan dengan bulan-bulan tersebut?
Jangan katakan bahwa ini persoalan remeh-temeh, sebab hal ini juga berkaitan
dengan salah satu dari dua puncak kemuliaan di dalam Islam, yaitu: jihad!
Berapa
banyak kaum muslimin memperhatikan hukum halal dan haram ketika memanfaatkan
suatu benda atau melakukan suatu perbuatan? Lebih dari sebelumnya, ini juga bukan perkara yang
sepele! Perhatikan Firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 29. Dalam ayat
tersebut, Allah memerintahkan untuk memerangi kaum yang tidak mengharamkan apa
yang diharamkan Allah!
Berapa banyak kaum muslimin yang mengetahui bahwa hanya ada dua status bagi
sebuah wilayah, yaitu Dârul Kufr dan Dârul Islâm. Ini juga bukan perkara yang tidak serius. Sebab, dengan keberadaan Dârul
Islam-lah Islam dapat tersebar luas ke seluruh penjuru bumi.
Apakah
kita akan menjadikan agama sebagai main-main saja setelah Dia menganugerahkannya
kepada kita? Allah berfirman:[9]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا
الَّذِينَ اتَّخَذُوا دِينَكُمْ هُزُوًا وَلَعِبًا مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ
مِنْ قَبْلِكُمْ وَالْكُفَّارَ أَوْلِيَاءَ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi pemimpinmu, orang-orang
yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara
orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir
(orang-orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul
orang-orang yang beriman.
Maka marilah kita belajar
Islam lebih serius lagi, agar tidak menjadikan anugerah Allah terindah ini
sebagai main-main belaka.
[1] Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Indonesia [pdf],
(Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta: 2008), hal. 36.
[2] Ibid.
[3] Ibid.
[4] Muhammad Hawari, Reidologi Islam, (Al-Azhar Press, Bogor:
2007), hal. 112
[5] QS. At-Taubah [9]:29.
[6] K.R.H. Hadjid, Falsafah Ajaran K.H.A. Dahlan [pdf], hal.
8.
[7] Himpunan Putusan Tarjih [pdf], hal. 134-135
[8] Ibid, hal. 135
[9] QS. Al-Mâidah [5]:57
Tidak ada komentar:
Posting Komentar