Lelaki itu sesenggukan sampai
beberapa langkah dari kuburan yang baru saja ditaburi bunga beberapa menit yang
lalu.
"Diloske wae mas, ben
lego," kata sesosok gempal pendek yang agak hitam itu. Beliau adalah
salah satu petugas penguburan. Semoga Allah menyayanginya.
Aku menepuk-nepuk pundak lelaki
tadi, sekedar memberi hiburan. Ia melangkah menjejeri wanita berbusana serba
putih.
"Putrane panjenengan, bu.
Putra ingkang soleh." Ia memberi persaksian. Dari lisan sang ibu,
mengalir doa-doa kebaikan untuk putranya yang dipersaksikan itu.
Di luar komplek pemakaman, depan
masjid tempat KKN-ku dulu semasa kuliah, aku menyalami para syabab, sebelum
mereka menaiki mobil. Pulang kembali ke Serang. Sebelumnya, di makam tadi, kami
sempat berkenalan.
"Beliau itu 'Abdurrahman bin
'Auf. Keikhlasannya luar biasa." Ujar seorang pria sebelum memasuki mobil
berplat A itu, diselingi sedu-sedan sesaat, lalu mengusap air matanya. Kami
bersalaman, berpelukan, lalu berpisah. Semoga Allah mengampuni kami semua.
Menilai kepribadian seseorang adalah
dengan melihat unsur kepribadian itu sendiri, yaitu 'aqliyah (pola pikir) dan
nafsiyah (pola jiwa). Dua unsur ini tidak melihat titel seseorang. Seorang
sarjana hukum, yang mengenyam pendidikan hukum sekuler, tidak serta-merta
menjadi berkepribadian sekuler, selama tidak menganut pola pikir sekuler yang
ia dapatkan.
Sosok yang kini terbaring di
pusara tadi, adalah seorang sarjana hukum. Malam sebelum pemakaman, seusai
pengajian di masjid dekat rumah duka, kami menyempatkan diri mengunjungi
keluarganya. Jenazah belum tiba dari Serang. Di sana kami berbincang dengan ibu
dan adik iparnya.
"Dia aktif di masyarakat.
Kegiatan-kegiatan RT rajin dia ikuti. Pak RTne remen." sang ibu
menuturkan.
"Jika ada yang memberi
pekerjaan di Jogja, saya tidak akan pergi merantau." ujar sang ibu lagi,
menirukan putranya. Ia mengenang, "Ditawari kerja di Pengadilan, dia tidak
mau. Takutnya nanti membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar,
katanya."
Tampak, jiwa tulusnya tertempa
sejak lama. Mungkin karena jiwa tulusnya itulah, dakwah dengan mudah
menyentuhnya. Gambaran pemikiran dan jiwa sekuler, tidak terlihat dalam
dirinya. Terbukti, sampai akhir hayatnya, ia tercatat sebagai salah seorang
penggerak di sebuah harakah yang bercita-cita melanjutkan kehidupan Islam.
Inilah catatanku untuk seorang
lelaki yang belum pernah kukenal sebelumnya, belum pernah melihat wajahnya,
namun kebaikannya membekas pada orang-orang dekatanya yang sempat aku temui.
Selamat jalan, saudaraku. Semoga Allah mempersilakan jannah-Nya ditempati oleh engkau
dan orang-orang yang mencintaimu.
Allâhummaghfi lahû wa-rhamhu
wa'âfihi wa-'fu 'anhu. Allâhumma lâ tahrimnâ ajrahû walâ taftinna ba'dahu
wa-ghfir lanâ walahû.
Condrowangsan, 30 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar