Siapakah yang
Mengajarkan Quran kepada Muhammad?
Orang-orang musyrik Makkah menuduh
Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam mendapat pengajaran Quran
dari orang lain, sebagaimana terbaca dalam Surat an-Nahl [59]:10.
Siapakah orang yang dimaksud? Syaikh Hisyâm al-Badrânî di dalam kitab Tabshirah
al-Afhâm, yang merupakan catatan kaki kitab Nizhâmul Islâm, menjelaskan:
النحل / 103. أُختلفَ في اسمِ الشَّخصِ الذي قالوا إنَّما يُعَلِّمُهُ، فقيلَ: هو
غلامُ الفَاكِهِ بنِ المغيرةِ واسْمهُ جَبْرٌ، كان نصرانيّاً فأسْلَمَ، قال
القرطبيُّ: وذكرَ النقَّاشُ أن مولَى جَبْرٍ كان يضربهُ ويقول لهُ: أنتَ تُعَلِّمُ
مُحَمَّداً، فيقولُ: لاَ واللهِ بل هو يُعلِّمنِي ويهديَني. وقيلَ اسْمهُ يعيشُ
عبدٌ لبَنِي الحضرمِيِّ كان رسولُ الله r يُلَقِّنُهُ القُرْآنَ. وقيل نصرانيّاً بِمكَّة اسْمهُ بَلْعَامُ،
وكان غُلاماً يقرأُ القُرْآنَ. أو رجُلاً كان بِمكَّة يقالُ له أبو مَيْسَرَةَ وهو
نصرانِيٌّ يتكلَّم بالروميَّة. وقيل عَدَّاسُ غلامُ عتبةَ بنِ ربيعةَ. وقيل
عَابِسُ غلامُ حُويطِبَ بنِ عبدِ العزَّى ويسارُ أبو فُكيهَةَ مولَى ابنِ
الحضرميِّ، وكانا قد أسْلَمَا. وهكذَا. وكلُّ هؤلاءِ كان رسولُ الله r
يجالِسُهم يعلِّمُهم الإسلامَ، قال النَّحَّاسُ، وهذه الأقوالُ ليست بِمتناقضةٍ -
أيْ أنَّ هؤلاءِ بزعمِ العرب أنَّهم يعلمونَ الرسولَ r القُرْآنَ - لأنه يجوزُ
أن يكونوا أَوْمَأوُاْ إلى هؤلاءِ جميعاً، وزعمُوا أنَّهم يعلِّمونهُ.
وَالْعُجْمَةُ: الإِخْفَاءُ وهي خلافُ الإِبَانَةِ، والأَعْجَمُ مَنْ فِي
لِسَانِهِ ضَعْفُ إِبَانَةٍ وهو الذي لا يُفْصِحُ سواءً كان من العربِ أمِ من
العَجَمِ. وكذلك الأعْجَمُ أو الأعجميُّ المنسوبُ إلى العَجَمِ وإن كانَ فصيحاً.
Diperselisihkan tentang
nama orang yang mereka tuduh bahwa Beliau mendapatkan pengajaran Quran darinya
tersebut. Ada yang mengatakan: Ia adalah budaknya al-Fâkih ibn al-Mughîrah yang
bernama Jabr. Dia dulunya adalah seorang Nasrani yang kemudian masuk Islam.
Al-Qurthubî menyatakan: an-Nuqqâsy menyebutkan bahwa tuannya Jabr sering
memukulinya dan mengatakan kepadanya: Kamu mengajari Muhammad. Ia menjawab:
Tidak. Demi Allah, Beliaulah yang mengajari dan menunjukiku. Ada pula yang
mengatakan: Namanya adalah Ya’îsy, budak Bani al-Hadhramî, yang mana
Rasulullah sering mentalqîn Quran kepadanya. Ada lagi yang mengatakan: Dia
adalah seorang Nasrani yang tinggal di Makkah, namanya Bal’âm. Dia adalah
seorang budak yang rutin membaca Quran. Atau seorang lelaki di Makkah yang
dipanggil dengan sebutan Abû Maisarah; dia adalah seorang Nasrani yang
berbicara dengan bahasa Romawi. Ada juga mengatakan bahwa dia adalah ‘Addâs, budaknya
‘Utbah ibn Rabî’ah. Juga ada yang menyebut ‘Âbis, budaknya Huwaithib ibn
‘Abdul ‘Uzzâ dan Yasâr Abû Fukaihah, mantan budak Ibnu al-Hadhramî. Keduanya
telah masuk Islam. Demikianlah. Mereka semua adalah orang-orang yang bermajelis
dengan Rasulullah dan Beliau mengajarkan Islam kepada mereka. An-Nahhâs
mengatakan: Pendapat-pendapat ini tidak saling bertentangan –artinya,
berdasarkan klaim orang-orang Arab, mereka semua mengajari Quran kepada
Rasulullah– karena bisa saja orang-orang Arab itu mengisyaratkan kepada mereka
semua yang telah disebutkan tadi, dan mengklaim bahwa mereka telah mengajari Beliau.
Adapun yang ‘Ujmah (ke-‘ajam-an) adalah al-ikhfâ` ‘kesamaran’,
lawan kata dari al-ibânah ‘kejelasan’. Al-A’jam adalah siapa saja
yang bahasanya memiliki kekurangjelasan, yaitu tidak fasih; baik dari kalangan
orang Arab maupun orang non-Arab. Demikianlah, al-A’jam atau al-A’jamî
juga disematkan kepada orang non-Arab, meskipun fasih.
Dengan kenyataan tersebut,
Allah Ta’âlâ membantah mereka di ayat yang sama. Dia Ta’âlâ berfirman:
وَلَقَدْ
نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ
إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُبِينٌ
Dan sungguh Kami Mengetahui
bahwa mereka mengatakan, Quran itu hanyalah ajaran yang diajarkan oleh seorang
manusia. Bahasa orang yang dituduhkan kepadanya tersebut adalah A’jam,
sedangkan Quran ini adalah bahasa Arab yang nyata. (an-Nahl [16]:103)
Berkaitan dengan ini, Syaikh Taqyuddîn an-Nabhânî di dalam Kitab Nizhâmul
Islâm menulis:
Mengenai
bukti bahwa Al-Quran itu datang dari Allah, dapat dilihat dari kenyataan bahwa Al-Quran
adalah sebuah kitab berbahasa Arab yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam menentukan darimana asal Al-Quran, akan kita dapatkan tiga kemungkinan.
Pertama, kitab itu adalah karangan orang Arab. Kedua, karangan Muhammad SAW.
Ketiga, berasal dari Allah SWT. Tidak ada lagi kemungkinan selain dari yang tiga
ini. Sebab, Al-Quran adalah berciri khas Arab, baik dari segi bahasa maupun
gayanya.
Kemungkinan
pertama yang mengatakan bahwa Al-Quran adalah karangan orang Arab, tidak dapat
diterima. Sebab, Al-Quran sendiri telah menantang mereka untuk membuat karya
yang serupa. Sebagaimana tertera dalam ayat:
“Katakanlah:
‘Maka datangkanlah sepuluh surat yang (dapat) menyamainya” (TQS. Hud [11]: 13).
Di dalam
ayat lain: “Katakanlah: (‘Kalau benar apa yang kamu katakan), maka cobalah
datangkan sebuah surat yang menyerupainya” (TQS. Yunus [10]: 38).
Orang-orang
Arab telah berusaha keras mencobanya, akan tetapi tidak berhasil. Hal ini
membuktikan bahwa Al-Quran bukan berasal dari perkataan mereka. Mereka tidak
mampu menghasilkan karya yang serupa, kendati ada tantangan dari Al-Quran dan
mereka telah berusaha menjawab tantangan itu.
Kemungkinan
kedua yang mengatakan bahwa Al-Quran itu karangan Muhammad SAW, juga tidak
dapat diterima oleh akal. Sebab, Muhammad SAW adalah orang Arab juga. Bagaimanapun
jeniusnya, tetap ia sebagai seorang manusia yang menjadi salah satu anggota
dari masyarakat atau bangsanya. Selama seluruh bangsa Arab tidak mampu menghasilkan
karya yang serupa, maka masuk akal pula apabila Muhammad —yang juga termasuk
salah seorang dari bangsa arab— tidak mampu menghasilkan karya yang serupa.
Karena itu, jelas bahwa Al-Quran itu bukan karangannya. Terlebih lagi dengan
adanya banyak hadits-hadits shahih yang berasal dari Nabi Muhammad SAW -yang
sebagian malah diriwayatkan lewat cara yang tawatur- yang kebenarannya tidak diragukan
lagi. Apabila setiap hadits ini dibandingkan dengan ayat manapun dalam
Al-Quran, maka tidak akan dijumpai adanya kemiripan dari segi gaya bahasanya.
Padahal Nabi Muhammad SAW, disamping selalu membacakan setiap ayat-ayat yang
diterimanya, dalam waktu yang bersamaan juga mengeluarkan hadits. Namun,
ternyata keduanya tetap berbeda dari segi gaya bahasanya. Bagaimanapun kerasnya
usaha seseorang untuk menciptakan berbagai macam gaya bahasa dalam
pembicaraannya, tetap saja akan terdapat kemiripan antara gaya yang satu dengan
yang lain, karena merupakan bagian dari ciri khasnya dalam berbicara. Karena
tidak ada kemiripan antara gaya bahasa Al-Quran dengan gaya bahasa hadits,
berarti Al-Quran itu bukan perkataan Nabi Muhammad SAW. Masing-masing dari
keduanya terdapat perbedaan yang tegas dan jelas. Itulah sebabnya tidak seorang
pun dari bangsa Arab —orang-orang yang paling tahu gaya dan sastra bahasa arab—
pernah menuduh bahwa Al-Quran itu perkataan Muhammad SAW, atau mirip dengan
gaya bicaranya.
Satu-satunya
tuduhan yang mereka lontarkan adalah bahwa Al-Quran itu disadur Muhammad SAW
dari seorang pemuda Nasrani yang bernama Jabr. Tuduhan ini telah ditolak keras
oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“(Dan)
Sesungguhnya Kami mengetahui mereka berkata: ‘Bahwasanya Al-Quran itu diajarkan
oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad). Padahal bahasa orang yang mereka
tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya (adalah) bahasa ‘ajami (non-Arab),
sedangkan Al-Quran itu dalam bahasa arab yang jelas” (TQS. An-Nahl [16]: 103). Selesai kutipan.
Demikian, terbukti
bahwa Quran bukan karya manusia. Muhammad shallallâhu ‘alaihi wasallam tidak
mendapatkan pengajaran tentangnya dari manusia. Lalu dari siapa? Quran sendiri
menjawabnya:
الرَّحْمَنُ (1) عَلَّمَ الْقُرْآنَ (2)
Ar-Rahmân.
Dia telah mengajarkan Quran. (TQS. Ar-Rahmân [55]:2)
Potorono, 13 Sya’bân 1434 H/21 Juni 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar