Amal yang Tak
Putus
Al-Hâfizh Ibnu Hajar al-‘Asqalânî di dalam
Kitab Bulûghûl Marâm, Kitâb al-Buyû’, Bâb al-Waqfi, menukil hadis
sebagai berikut:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ
انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٌ جَارِيَةٌ, أَوْ عِلْمٌ يُنْتَفَعُ
بِهِ, أَوْ وَلَدٌ يَدْعُوْ لَهُ» رواه مسلم.
Dari Abû Hurairah radhiyallâhu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: «Apabila seorang anak
Adam meninggal, amalnya terputus darinya kecuali dari yang tiga: sedekah
jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau anak yang mendoakan kebaikan kepadanya»
(H.R. Muslim)
01. Para ulama menafsirkan shadaqah jâriyah dalam
hadis di atas sebagai wakaf.
02. Wakaf (al-waqfu) secara bahasa berarti al-habsu
(menahan, mencegah, merintangi, menghalangi, memenjarakan). Sedangkan
secara syar’i bermakna:
حبس مال يمكن انتفاع
به مع بقاء عينه بقطع التصرف في رقبته من الواقف وغيره على مصرف مباح موجود تقربا إلى
الله تعالى
Menahan harta yang bisa
dimanfaatkan tanpa mengurangi zatnya, dengan memutus hak pemanfaatan bagi
pemberi wakaf maupun pihak yang lain untuk dimanfaat dengan pemanfaatan yang diperbolehkandan
riil, untuk mendekatkan diri kepada Allah.
03. Harta wakaf adalah milik Allah, bukan milik wâqif (orang
yang mewakafkan) maupun nâzhir (orang yang diserahi tugas untuk
memanfaatkan harta wakaf), sehingga tidak dapat dijual, dihibahkan, diwariskan,
atau apapun yang dapat menghilangkan sifat kewakafannya.
04. Tidak diketahui adanya perbedaan pendapat di kalangan
para Sahabat dan mutaqaddimîn tentang bolehnya mewakafkan tanah. Imam
Syafi’I mengisyaratkan bahwa hal ini adalah termasuk kekhususan Islam yang
tidak diketahui di masa jahiliyah. Lafaz-lafaz yang digunakan untuk menyatakan
wakaf adalah: habastu, sabbaltu, dan abbadtu. Sedangkan lafaz
tashaddaqtu dianggap wakaf secara kinâyah. Adapun lafaz harramtu
ada yang mengatakan bahwa itu adalah ungkapan wakaf yang sharîh, ada
pula yang menyatakan tidak sharîh.
05. Ungkapan aw ‘ilmun yuntafa’u bihi maksudnya adalah
ilmu yang bermanfaat secara ukhrawî, sehingga ilmu-ilmu yang tidak ada
manfaatnya secara ukhrowi seperti nujum, sihir, tidak termasuk di dalamnya.
06. Termasuk ke dalam ‘ilmun yuntafa’u bihi antara
lain: orang yang menyusun suatu ilmu yang bermanfaat, atau menyebarkannya
kemudian ada yang meriwayatkannya dan mengambil manfaatnya, atau menulis suatu ilmu
yang bermanfaat meskipun dengan imbalan jika meniatkan agar dimanfaatkan oleh
orang, atau mewakafkan buku-buku.
07. Lafaz al-walad (anak) mencakup anak lelaki
maupun perempuan. Orang tua wajib mendidik anak hendaknya mendidik anak-anak
agar menjadi anak-anak yang saleh. Dalam hadis di atas disebutkan anak yang
saleh yang mendoakannya, karena doa anak yang saleh akan dikabulkan oleh
Allah. Rasulullah banyak memberi tuntunan dan contoh bagaimana mendidik anak. Beliau
shallallâhu ‘alaihi wasallam meyuruh para orang tua untuk mengajari
anak-anak untuk mencintai Nabi, Ahli Bait beliau, membaca Alquran, senantiasa
menjaga aturan Allah, meminta hanya kepada Allah, menyuruh mereka solat pada
usia tujuh tahun, dan mulai memberi hukuman jika tidak mau solat pada usia
sepuluh tahun, memisahkan tempat tidur mereka, dan sebagainya.
08. Hadis ini adalah dalil terputusnya pahala amal
setelah mati kecuali tigal hal tersebut. Tiga hal tersebut pahalanya terus
mengalir setelah seseorang meninggal. Para ulama mengatakan: Karena hal itu
merupakan hasil usahanya.
09. Dalam hadis ini terdapat dalil bahwa doa anak kepada
orang tua, sampai kepada keduanya. Demikian pula selain doa, seperti sedekah,
membayar hutang, dan lain-lain.
10. Ibnu Mâjah meriwayatkan hadis yang menyebutkan lebih
dari tiga perkara di atas, sebagai berikut:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ
عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ
مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ
أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ
بَعْدِ مَوْتِهِ
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya
di antara amal dan kebaikan-kebaikan yang menyusul seorang mukmin setelah
kematiannya adalah ilmu yang diajarkannya, anak saleh yang ditinggalkannya, mushaf yang diwariskannya, masjid yang
dibangunnya, rumah untuk ibnu sabîl, sungai yang dialirkannya, atau
sedekah yang dikeluarkannya dalam keadaan sehat dan semasa hidupnya; semua itu
akan menyusul setelah kematiannya.
Pustaka
Syaikh Ibn ‘Îdrûs al-‘Îdrûs ‘Alawî ibn Abî Bakr
as-Saqqâf. Ta’lîq dalam Bulûghul Marâm min Adillah al-Ahkâm.
Muhammad
ibn Ismâ’îl al-Amîr ash-Shun’ânî. Subulus Salâm al-Mûshilah ilâ al-Bulûghil
Marâm. Dâr Ibn Hazm, Damâm: 1421 H.
NN.
Pengertian Wakaf. http://www.saqwa.org/konten.php?nama=Wakaf&op=index&id=3,
10 Mei 2013.
Muhammad
Râtib an-Nâblûsî. Ahadîts al-Mukhtalifah fî Tarbiyatil Awlâd. http://nabulsi.com/text/04hadeeth/1shareh/1targheeb/021-030tar/tar023.pdf,
10 Mei 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar