3- Faidah dari bahwa semua
adalah Nabi adalah Manusia
Umat-umat terdahulu dan
orang-orang kafir Makkah dari umat ini mendustakan apa yang dibawa oleh Para
Rasul. Mereka menyandakan pendustaan mereka itu kepada kenyataan bahwa
orang-orang yang diutus kepada mereka adalah seorang manusia. Kaumnya Nabi Nûh
berkata kepada Nûh:
{ … مَا هَذَا إِلَّا
بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُرِيدُ أَنْ يَتَفَضَّلَ عَلَيْكُمْ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ
لَأَنْزَلَ مَلَائِكَةً مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي ءَابَائِنَا الْأَوَّلِينَ(24)
}
… ini tidak lain kecuali
seorang manusia seperti kalian yang menginginkan untuk melebihkan diri atas
kalian. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia telah menurunkan para
malaikat sebagai utusan-Nya. Manusia menyampaikan ajaran seperti ini tidak
pernah kami dengar dari nenek moyang kami dahulu. (al-Mu`minûn [23]:24)
Kaumnya Nabi Mûsâ berkata:
{ أَنُؤْمِنُ
لِبَشَرَيْنِ مِثْلِنَا وَقَوْمُهُمَا لَنَا عَابِدُونَ(47) }
Apakah kami akan
percaya bahwa dua orang laki-laki yang sama dengan kita ini menjadi utusan
Tuhan, sedangkan bangsanya menjadi budak kita?
Dalih semacam ini banyak
dikisahkan di dalam Alquran, di mana Allah membantah mereka dan menjelaskan hikmah
dari diutusnya Rasul dari kalangan manusia. Hal ini termasuk dari kelembutan
dan kasih sayang-Nya kepada para makhluk-Nya. Maka Allah Ta’âla berfirman:
{ قُلْ لَوْ كَانَ
فِي الْأَرْضِ مَلَائِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ لَنَزَّلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ
السَّمَاءِ مَلَكًا رَسُولًا(95)
Wahai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang kafir: “Kalau
penghuni bumi ini malaikat, niscaya yang Kami kirimkan kepada mereka dari
langit sebagai utusan-Nya adalah malaikat juga.” (al-Isrâ` [17]:95)
{ لَقَدْ مَنَّ
اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْ أَنْفُسِهِمْ
يَتْلُو عَلَيْهِمْ ءَايَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ(164) }
Allah telah memberikan
rahmat kepada orang-orang mukmin ketika Allah mengutus seorang rasul dari
golongan manusia ke tengah mereka. Rasul itu membacakan ajaran agama Allah
kepada mereka dan membersihkan mereka dari sifat saling mendengki. Rasul itu
mengajarkan Alquran dan As-Sunnah kepada mereka, padahal sebelumnya pada zaman
jahiliyah mereka benar-benar sesat. (Âlu ‘Imrân [3]:164)
Ibnu Katsîr mengatakan tentang Firman Allah Ta’âlâ {قُلْ لَوْ كَانَ فِي الْأَرْضِ
مَلَائِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ… الآية } : Kemudian Allah Ta’âlâ berfirman, mengingatkan akan
kelembutan dan kasihsayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya dengan mengutus Rasul
kepada mereka dari jenis mereka untuk mengajarkan agama kepada mereka, agar
memungkinkan berdialog dan berbincang dengan mereka. Seandainya kepada manusia
diutus Rasul dari kalangan malaikat, niscaya mereka tidak akan dapat berjumpa
maupun mengambil pelajaran dari mereka. Dan di dalam Firman-Nya Ta’âlâ: { وَلَوْ جَعَلْنَاهُ مَلَكًا
لَجَعَلْنَاهُ رَجُلًا وَلَلَبَسْنَا عَلَيْهِمْ مَا يَلْبِسُونَ(9) }
terdapat penjelasan dari Allah bahwa
seandainya pun Rasul itu dari kalangan malaikat, niscaya ia akan tetap dijadikan
dalam bentuk manusia, agar mereka bisa bergaul dan mengambil agama dan ilmu
darinya, karena manusia tidak bisa bergaul kecuali dengan yang berasal jenis
mereka. Itupun tetap, seandainya malaikat mendatangi mereka dalam bentuk
manusia, mereka pasti akan mendustakannya sebagaimana mereka mendustakan para
Rasul sebelumnya.
Kesimpulannya, seandainya
Allah mengutus Rasul kepada mereka, mereka tidak akan bisa mengambil ilmu dan
iman darinya, karena jenis dan tabiatnya berbeda. Seandainya pun Allah menurunkan
malaikat kepada mereka, pasti Dia akan menjadikannya dalam wujud manusia. Meskipun
begitu, mereka tetap akan mendustakan para Rasul sebelumnya, sehingga mereka
kembali mendustakannya. Dan setelah tuntutan mereka untuk mengutus malaikat terbukti
batal, maka dapat dipahami bahwa yang mereka kehendaki sebenarnya adalah penentangan
dan permusuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar