Selasa, Januari 17, 2012

Apakah Mereka Diciptakan dari Sesuatu yang Tidak Ada ataukah Mereka Menciptakan Diri Mereka Sendiri?

{ أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ (35) أَمْ خَلَقُوا السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ بَل لا يُوقِنُونَ (36) أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُصَيْطِرُونَ (37)}

35. Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?

36. Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).

37. Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?

(ath-Thûr [52])

Imam Ibnu Katsir rahimahullâh di dalam kitab Tafsîr al-Qur`ânu-l ‘Azhîm menulis:

Ini adalah tempat berpijak dalam menetapkan rubûbiyah dan tauhid ulûhiyah. Allah Ta’ala berfirman: {am khuliqû min ghayri syay`in am hum-ul khâliqûn}—‘apakah mereka diciptakan dari bukan sesuatu ataukah merekalah para pencipta (itu)?’, artinya: Apakah mereka tanpa ada yang mengadakan? Ataukah mereka yang mengadakan diri mereka sendiri? (Pertanyaan ini) artinya: Tidak ini (ada tanpa yang mengadakan), tidak pula itu (mengadakan diri sendiri), tetapi Allah lah yang menciptakan mereka dan menumbuhkan mereka setelah mereka sebelumnya belum bisa disebut apa-apa. [Dengan pernyataan ini tampak bahwa beliau (Imam Ibnu Katsir) mengaitkan ayat ini dengan ayat pertama surat al-Insân, pent.]

Imam al-Bukhârî mengatakan: al-Humaidî menceritakan pada kami, Sufyân menceritakan pada kami, ia berkata: Mereka menceritakan padaku, dari az-Zuhrî, dari Muhammad bin Jubair Ibn Muth’im, dari ayahnya, ia berkata: Aku mendengar Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam membaca surat ath-Thûr saat shalat Maghrib. Ketika sampai ayat berikut: {Am khuliqû min ghayri syay`in am hum-ul khâliqûn. Am khalaqû-ssamâwâti wa-l ardha bal lâ yûqinûn}, hampir-hampir hatiku goncang. [Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani menjelaskan di dalam Fathu-l Bârî dengan mengutip al-Khaththâbî, ia mengatakan: Seolah-olah (hatinya) terguncang ketika mendengar ayat ini karena pemahamannya terhadap makna ayat tersebut dan pengetahuannya terhadap apa yang dikandungnya, ia memahami hujjah (argumentasi) ini, lalu menyadarinya dengan kelembutan tabiatnya., pent.]

Hadis ini dikeluarkan di dalam Shahîhain melalui beberapa jalur. Jalur dari az-Zuhri dengan redaksi seperti itu.

Jubair bin Muth’im pernah mendatangi Nabi shallallâhu ‘alaihi wasallam setelah perang Badar untuk menebus para tawanan perang. Ketika itu dia masih seorang musyrik. Mendengar ayat ini termasuk salah satu factor yang membawanya masuk ke dalam Islam setelah itu.

Kemudian Allah Ta’ala berfirman: {Am khalaqû-ssamâwâti wa-l ardhi bal lâ yûqinûn}—‘Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini’, artinya: Apakah mereka yang telah menciptakan langit dan bumi? (Pertanyaan) ini adalah pengingkaran terhadap kemusyrikan mereka kepada Allah, padahal mereka mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya Pencipta, tiada sekutu bagi-Nya. Akan tetapi tiadanya keyakinan mereka itulah yang membawa mereka kepada hal tersebut (kemusyrikan). {Am ‘indahum khazâ`inu Rabbika am hum-ul musaythirûn}—‘atau di sisi mereka kah perbendaharaan Tuhanmu, ataukah mereka yang berkuasa’, artinya: Apakah mereka yang mengelola kerajaan (alam semesta) dan di tangan mereka kunci-kunci khazanah (alam semesta), {am hum-ul musaythirûn}—‘ataukah mereka yang berkuasa’, artinya: (apakah mereka) yang menghisab para makhluk. Perkaranya tidak seperti itu. Tetapi Allah lah, ‘Azza wa Jalla, yang merupakan Pemilik Yang Maha Mengelola lagi Maha Melakukan apa yang Dia Kehendaki.

Padepokan Panatagama, 17 Januari 2012

Daftar Pustaka

Abû al-Fidâ` Ismâ’îl bin ‘Umar bin Katsîr al-Qurasyî ad-Dimasyqî. Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azhîm. Dâr Thayyibah li an-Nasyr wa at-Tawzî’. 1420 H/1999 M. www.qurancomplex.com. Al-Maktabah asy-Syâmilah.

Ahmad Mukhtâr ‘Abdul Hamîd ‘Umar. Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyah al-Mu’âshirah. ‘Âlam al-Kutub. 1429 H/2008 M. Al-Maktabah asy-Syâmilah.

Syihâbuddîn Abû al-Fadhl Ahmad bin ‘Alî bin Muhammad bin Muhammad bin ‘Alî bin Mahmûd bin Ahmad. Fath-ul Bârî li-Ibni Hajar al-‘Asqalânî. http://www.al-islam.com. Al-Maktabah asy-Syâmilah.

A.W. Munawwir. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap. Edisi Kedua. Pustaka Progressif, Surabaya. 2002.

Mohamad Taufiq. Quran In Word Ver 1.2.0. moh.taufiq@gmail.com.

Senin, Januari 16, 2012

Celaka Bagi Orang yang Mendengar Ayat Ini Lalu Memuntahkannya

Pernyataan dalam judul di atas adalah terjemah harfiyah sabda Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wasallam yang dinukil oleh Imam al-Qurthubî di dalam kitab tafsir beliau, al-Jâmi’ li Ahkâmil Qur`ân. Ayat yang dimaksud adalah:
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. {al-Baqarah [2]:164}
Lebih lengkapnya, beliau menyatakan:
Firman Allah Ta’ala: {Laâyâtin}—benar-benar terdapat ayat-ayat; artinya, petunjuk-petunjuk yang menunjukkan keesaan dan kekuasaan-Nya; karena itu Allah menyebutkan perkara-perkara ini setelah firman-Nya: {Wa ilâhukum ilâhun wâhid}—dan Tuhan kalian adalah Tuhan yang satu; untuk menunjukkan kebenaran kabar yang telah Dia sebutkan sebelumnya mengenai keesaan-Nya Yang Mahasuci, serta menyebutkan rahmat dan kasih-sayang-Nya. Diriwayatkan dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa âlihi wasallam bahwasanya beliau bersabda: [Celakalah bagi oang yang membaca ayat ini, tetapi memuntahkannya], yaitu tidak memikirkan kandungan di dalamnya serta tidak pula mengambil pelajaran. Jika dikatakan: Tidak bisa dipungkiri bahwa ia (alam semesta) ada dengan sendirinya. Maka dikatakan kepadanya: Ini tidak mungkin. Karena apabila ia mengadakan dirinya sendiri, maka (kemungkinannya) tidak lepas dari apakah ketika mengadakan dirinya sendiri itu dalam keadaan ada atau dalam keadaan tidak ada. Apabila ketika mengadakannya itu ia dalam keadaan tidak ada, maka hal ini tidak mungkin, karena pengadaan itu tidak mungkin datang kecuali dari yang hidup, mengetahui, mampu, dan berkehendak; padahal sesuatu yang tidak ada tidak sah disifati dengan sifat-sifat tersebut. Tetapi ketika ia ada, maka keberadaannya itu membutuhkan pengadaan dirinya. Ia berkata: Tidakkah mereka memperhatikan dengan pandangan pemikiran dan perenungan tentang hal tersebut, sehingga ia bisa membuktikan bahwa seluruh alam ini dalam keadaan baru dan berubah, karena benda-benda tersebut adalah benda-benda baru. Sedangkan benda baru membutuhkan pembuat yang membuatnya. (Lihat al-Jâmi’ li Ahkâmil Qur`ân juz 2, hlm. 201-202)