Rabu, Juli 20, 2011

Hubungan Antarnegara dalam Islam: Jihad

3261 - حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ عَنْ سُفْيَانَ ح و حَدَّثَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ أَمْلَاهُ عَلَيْنَا إِمْلَاءً ح و حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ هَاشِمٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ يَعْنِي ابْنَ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ مَرْثَدٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَمَّرَ أَمِيرًا عَلَى جَيْشٍ أَوْ سَرِيَّةٍ أَوْصَاهُ فِي خَاصَّتِهِ بِتَقْوَى اللَّهِ وَمَنْ مَعَهُ مِنْ الْمُسْلِمِينَ خَيْرًا ثُمَّ قَالَ اغْزُوا بِاسْمِ اللَّهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَاتِلُوا مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ اغْزُوا وَلَا تَغُلُّوا وَلَا تَغْدِرُوا وَلَا تَمْثُلُوا وَلَا تَقْتُلُوا وَلِيدًا وَإِذَا لَقِيتَ عَدُوَّكَ مِنْ الْمُشْرِكِينَ فَادْعُهُمْ إِلَى ثَلَاثِ خِصَالٍ أَوْ خِلَالٍ فَأَيَّتُهُنَّ مَا أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى الْإِسْلَامِ فَإِنْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ ثُمَّ ادْعُهُمْ إِلَى التَّحَوُّلِ مِنْ دَارِهِمْ إِلَى دَارِ الْمُهَاجِرِينَ وَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ إِنْ فَعَلُوا ذَلِكَ فَلَهُمْ مَا لِلْمُهَاجِرِينَ وَعَلَيْهِمْ مَا عَلَى الْمُهَاجِرِينَ فَإِنْ أَبَوْا أَنْ يَتَحَوَّلُوا مِنْهَا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّهُمْ يَكُونُونَ كَأَعْرَابِ الْمُسْلِمِينَ يَجْرِي عَلَيْهِمْ حُكْمُ اللَّهِ الَّذِي يَجْرِي عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَلَا يَكُونُ لَهُمْ فِي الْغَنِيمَةِ وَالْفَيْءِ شَيْءٌ إِلَّا أَنْ يُجَاهِدُوا مَعَ الْمُسْلِمِينَ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَسَلْهُمْ الْجِزْيَةَ فَإِنْ هُمْ أَجَابُوكَ فَاقْبَلْ مِنْهُمْ وَكُفَّ عَنْهُمْ فَإِنْ هُمْ أَبَوْا فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَقَاتِلْهُمْ وَإِذَا حَاصَرْتَ أَهْلَ حِصْنٍ فَأَرَادُوكَ أَنْ تَجْعَلَ لَهُمْ ذِمَّةَ اللَّهِ وَذِمَّةَ نَبِيِّهِ فَلَا تَجْعَلْ لَهُمْ ذِمَّةَ اللَّهِ وَلَا ذِمَّةَ نَبِيِّهِ وَلَكِنْ اجْعَلْ لَهُمْ ذِمَّتَكَ وَذِمَّةَ أَصْحَابِكَ فَإِنَّكُمْ أَنْ تُخْفِرُوا ذِمَمَكُمْ وَذِمَمَ أَصْحَابِكُمْ أَهْوَنُ مِنْ أَنْ تُخْفِرُوا ذِمَّةَ اللَّهِ وَذِمَّةَ رَسُولِهِ وَإِذَا حَاصَرْتَ أَهْلَ حِصْنٍ فَأَرَادُوكَ أَنْ تُنْزِلَهُمْ عَلَى حُكْمِ اللَّهِ فَلَا تُنْزِلْهُمْ عَلَى حُكْمِ اللَّهِ وَلَكِنْ أَنْزِلْهُمْ عَلَى حُكْمِكَ فَإِنَّكَ لَا تَدْرِي أَتُصِيبُ حُكْمَ اللَّهِ فِيهِمْ أَمْ لَا
قَالَ عَبْدُ الرَّحْمَنِ هَذَا أَوْ نَحْوَهُ وَزَادَ إِسْحَقُ فِي آخِرِ حَدِيثِهِ عَنْ يَحْيَى بْنِ آدَمَ قَالَ فَذَكَرْتُ هَذَا الْحَدِيثَ لِمُقَاتِلِ بْنِ حَيَّانَ قَالَ يَحْيَى يَعْنِي أَنَّ عَلْقَمَةَ يَقُولُهُ لِابْنِ حَيَّانَ فَقَالَ حَدَّثَنِي مُسْلِمُ بْنُ هَيْصَمٍ عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ مُقَرِّنٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ و حَدَّثَنِي حَجَّاجُ بْنُ الشَّاعِرِ حَدَّثَنِي عَبْدُ الصَّمَدِ بْنُ عَبْدِ الْوَارِثِ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنِي عَلْقَمَةُ بْنُ مَرْثَدٍ أَنَّ سُلَيْمَانَ بْنَ بُرَيْدَةَ حَدَّثَهُ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا بَعَثَ أَمِيرًا أَوْ سَرِيَّةً دَعَاهُ فَأَوْصَاهُ وَسَاقَ الْحَدِيثَ بِمَعْنَى حَدِيثِ سُفْيَانَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ الْفَرَّاءُ عَنْ الْحُسَيْنِ بْنِ الْوَلِيدِ عَنْ شُعْبَةَ بِهَذَا
(صحيح مسلم)


Ketika berdiskusi di sebuah jejaring sosial, saya mengutip sebagian hadis di atas untuk menunjukkan bahwa Islam mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk hubungan antarnegara. Di luar dugaan, seorang teman diskusi membantahnya dengan menyatakan:


Anda lucu sekali. Hadis yang Anda cantumkan 'khitab'nya tidak terlalu tepat jika mengatur hubungan antara Negara. Hadis tertsebut adalah adab berperang, atau dalam fikih, yang tertulis di hadis di atas dinamakan Ahkam al-Harb. Coba Anda tengok buku Wahbah Zuhaili yang berjudul Ahkam al-Harb, sekedar untuk membuka wawasan saja. Abu Bakar yang memerangi kaum yang tidak mau membayar zakat, ketika memerangi orang yang keluar dari Islam, atau konteks perang Mu'awiyah dan Ali yang sama-sama Islam. Imam Ali mengatakan dalam konteks yang serupa (Adab al-Qital), "manusia di depanmu ada dua; saudaramu seagama, atau sama-sama makhluk Tuhan. Bisa diaplikasikan dalam konteks Negara, jika memang sebuah Negara hendak mengadakan peperangan. Sebagaimana ia juga bisa diterapkan untuk sekelompok masyarakat yang hendak berperang, atau qabilah/suku, dll. Tidak tertentu pada apa dan bagaimana sistem pemerintahan dari Negara tersebut. Bukan hanya Negara, karena perang bisa dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja. Coba berikan pada saya sistem administrasi suatu Negara dari al-Qur'an atau al-Hadis jika memang Islam mengaturnya? Menteri dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Ekonomi? Setahu saya, Khilafah Islamiyyah baru mengalami perluasan dalam berbagai lini setelah masa dinasti Umawi dan Abbasiyyah. Artinya rasul tidak mengaturnya. Pada masa Khalifah Rasyidah juga sudah ada beberapa yang mengambil dari luar. Umar yang mengadopsi diwan dari sistem politik Persia. Bahkan, as-Sijn (penjara) juga diadopsi oleh Umar. Ibnu Khillikan mengatakan, Ummayah mengadopsi "Hijabah", Abbasiyyah mengadopsi sistem Wizarah. Ini membuktikan, bahwa untuk urusan dunia, Islam menyerahkan pada ijtihad manusia yang disandarkan pada kemaslahatan.

Jika Anda membaca buku Sa'id Ramadhan al-Bhouti, bertajuk al-Jihad fi al-Islam, Negara tersusun dari rakyat, Tanah yang ditempati, serta kekuasaan/hukum yang mengaturnya (yang sudah terformalkan). Jika kemudian Ada hukum Islam yang hanya terbatas mengatur rakyatnya saja, atau tanahnya saja, maka itu hanya mengatur bagian dari Negara, bukan Negara. Karena saya bisa saja mengatakan hukum wakaf/puasa/shalat, dll adalah hukum yang mengatur hubungan antara Negara karena hukum wakaf/shalat/puasa mukhatabnya umat Islam. Dan umat Islam adalah penduduk Negara. Ini ngawur namanya. Tidak pakai kaidah dalam menerapkan dalil.


Maka inilah jawaban saya:


Terimakasih telah memberikan pujian lucu kepada saya.^_^ Saya tidak menolak bahwa itu adalah ahkamul harb, karena memang hadis tersebut berbicara soal peperangan. Mau lihat di kitab mana pun, kita patut tertawa kalau tiba-tiba ada yang menyatakan bahwa hadis ini tidak berbicara hukum-hukum peperangan. Karena pernyataan itu berarti menegasi isi hadis yang sangat jelas tersebut. Tetapi jika ada yang mengatakan bahwa hadis tersebut berbicara begini dan begitu tanpa negasi bahwa hal itu merupakan ahkamul harb, maka patut diperhatikan apakah pernyataannya tersebut sesuai dengan fakta dalil atau tidak. Dan pernyataan saya sesuai dengan fakta. Dalam hadis tersebut, Rasulullah memerintahkan untuk melakukan dua tawaran yang tidak akan dilakukan peperangan sebelum ditawarkan dua hal ini. Pertama menawarkan *orang-orang kafir* masuk Islam dan berhijrah ke dârul muhâjirîn. Jika mereka menolak, maka tawaran kedua adalah diterapkan hukum Allah atas mereka. Jika tawaran kedua ini pun ditolak, maka mereka akan diperangi. Terlihat di sini bahwa peperangan yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah peperangan yang dilakukan dengan negara-negara kufur di luar darul muhajirin. Itu artinya peperangan ini adalah peperangan yang dilakukan antar-negara. Lalu di mana kekurangtepatan pernyataan saya bahwa hadis ini merupakan salah satu dalil tentang pengaturan Islam mengenai hubungan antarnegara (yang dalam hal ini adalah hubungan negara Islam dengan negara selainnya)? Dan ini berbeda kontek dengan peperangan sayyidina Abu Bakr terhadap pengemplang zakat, para murtad, apalagi dengan perang fitnah antara sayyidina Ali dengan sayyidina Mu’awiyah.

Tampaknya sang teman menggeneralisasi hadis ini untuk semua kontek peperangan. Jelas keliru. Sebab hadis tersebut menunjukkan tujuan-tujuan yang jelas dari peperangan tersebut, sekaligus menegaskan jenis peperangan apa yang dimaksudkan. Kalau hadis tersebut ingin ditarik ke makna yang keluar dari konteknya (yaitu peperangan antara negara Islam dengan wilayah yang belum masuk ke darul kufur) sehingga meliputi peperangan antarsuku dalam satu negara, misalnya, tentu hal ini sangat bertentangan dengan pernyataan-pernyataan di dalam hadis tersebut yang menunjukkan konsekuensi-konsekuensi tertentu dari setiap tawaran. Jika kontek hadis tersebut general untuk setiap bentuk peperangan, lalu apakah jika suku Jawa dengan suku Batak berperang, suku Batak menang, maka yang kalah harus membayar jizyah? Tentu saja tidak demikian. Demikian pula sama sekali keliru jika dikatakan bahwa peperangan yang dimaksud dalam hadis di atas bisa dilakukan oleh negara dengan sistem apa saja. Sebab bagaimana mungkin sebuah negara yang tidak menjalankan hukum Allah akan menuntut penerapan hukum Allah bagi daerah taklukannya? Kalaupun memang benar bahwa peperangan bisa dilakukan oleh siapa saja dan di mana saja seperti yang ia katakan—dan saya menolak pernyataan ini—maka, kalau pun memang benar demikian, sungguh peperangan yang dimaksud di sini bukanlah peperangan apa saja, di mana saja, dan oleh siapa saja itu. Penjelasan seperti ini justru belum pernah saya dengar dari seorang ahli ilmu pun.

Mengenai Struktur Negara yang digali dari dalil-dalil syar’i, bisa baca buku “Struktur Negara Khilafah (Pemerintahan & Administrasi)” yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir pada tahun 1426 H/2005 M. Dalam kesempatan ini saya belum bisa banyak mengulas, karena perlu mereview lagi sajian dalam buku tersebut.

Mengenai pernyataannya:

“Jika Anda membaca buku Sa'id Ramadhan al-Bhouti, bertajuk al-Jihad fi al-Islam, Negara tersusun dari rakyat, Tanah yang ditempati, serta kekuasaan/hukum yang mengaturnya (yang sudah terformalkan). Jika kemudian Ada hukum Islam yang hanya terbatas mengatur rakyatnya saja, atau tanahnya saja, maka itu hanya mengatur bagian dari Negara, bukan Negara.”,

Saya hampir sepakat dengan kesimpulan di atas, kecuali bahwa ia memilih kata “hanya” sedangkan saya memilih kata “seluruh”, sehingga kalimat: ([hukum Islam, red.] hanya mengatur bagian dari Negara, bukan Negara) tidaklah tepat. Lebih tepat dikatakan: ([hukum Islam, red.] mengatur seluruh bagian dari Negara, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum Islam mengatur Negara). Ini karena Islam tidak hanya mengatur rakyat dan tanah yang ditempati saja, melainkan mengatur pula kekuasaan/hukum yang mengaturnya. Jika demikian, tidak rasional lagi jika kita mengatakan bahwa Islam tidak mengatur negara.

Kalau saya mengatakan bahwa hukum wakaf/puasa/shalat, dll adalah hukum yang mengatur hubungan antarnegara, saya memang akan mengatakan kepada diri saya sendiri bahwa saya ngawur. Barangkali saya akan mewajibkan untuk lari keliling Mandala Krida sebanyak 10x agar bisa memaafkan diri sendiri. Sebab jelas-jelas tidak ada hubungan yang dituntut oleh kata “antar” dalam hukum-hukum tersebut, yaitu hubungan sekurang-kurangnya dua negara. Namun sebaliknya, hadis yang saya kemukakan di muka jelas-jelas memiliki hubungan yang dituntut oleh kata “antar”, sehingga ngawurlah saya jika menolak jika ada yang menyebutkan bahwa di dalam hadis tersebut terdapat hukum yang mengatur hubungan antarnegara. Maka perhatikanlah siapa yang tidak pakai kaidah dalam menerapkan dalil dan siapa pula yang ngawur. Jika makhluk yang bernama ngawur itu ditanya, saya yakin ia akan menjawab dengan tegas bahwa dirinya tidak ada pada diri saya dalam kasus ini. Maka hendaklah orang yang mengaku memiliki akal merenungkannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar