Senin, April 24, 2017

PEMIMPIN KAFIR HARAM TAK BOLEH DILUPAKAN

PEMIMPIN KAFIR HARAM TAK BOLEH DILUPAKAN

Segala puji bagi Allah, saat ini kesadaran bahwa pemimpin kafir adalah haram, telah tumbuh secara luas, jauh lebih luas dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kita berharap, kesadaran tersebut tetap terus terjaga. Perlu peran semua pihak untuk menjaga kesadaran ini. Jangan dinodai dengan langkah-langkah politik yang tidak sejalan dengan kesadaran ini. Bahkan sudah sewajibnya kesadaran ini ditingkatkan ke level yang lebih tinggi: “harus ditetapkan undang-undang yang mensyaratkan pemegang jabatan pemerintahan harus muslim” dan “sistem yang dijalankan oleh pemegang jabatan pemerintahan harus sistem Islam”.

KH Ahmad Azhar Basyir, tokoh Muhammadiyah, menyatakan:

“Islam mengajarkan bahwa kepala negara diangkat atas dasar musyawarah. Kepala negara adalah orang yang memperoleh kepercayaan dari umat untuk memegang pimpinan tertinggi negara. Oleh karenanya, kepala negara tidak hanya bertanggungjawab kepada Allah, tetapi juga kepada umat yang telah memberikan kepercayaan jabatan pimpinan kepadanya.

Dengan demikian, Islam tidak mengenal kekuasaan mutlak bagi kepala negara. Jika kepala negara ternyata menyimpang dari garis Alquran dan Sunah Rasul dalam memimpin negara, rakyat berhak memperingatkannya. Jika setelah berkali-kali diperingatkan tidak juga kembali kepada jalan yang benar menurut Alquran dan Sunah Rasul, rakyat berhak memakzulkannya dari jabatan kepala negara, meskipun belum habis waktu jabatannya menurut ketetapan musyawarah.”

Kepala negara (atau pejabat pemerintahan lainnya) dimintai pertanggungjawaban berdasarkan Alquran dan Sunah Rasul. Itu artinya, mereka harus berstatus muslim. Sebab, hanya seorang muslim yang memungkinan untuk tidak menyimpang dari garis Alquran dan Sunah Rasul. Karenanya, harus ditetapkan di dalam undang-undang, bahwa syarat pemegang jabatan pemerintahan adalah muslim, serta syarat-syarat lainnya yang ditetapkan oleh syariat. Undang-undang harus menetapkannya, agar tidak menjadi sarana yang memungkinkan orang kafir menjadi pemimpin pemerintahan. Hal itu sebagai bentuk pengamalan kaidah “al-wasîlaţ ilâ äl-harâm harâm, sarana menuju keharaman adalah haram”. Tidak ditetapkannya syarat muslim dalam urusan pemerintahan bisa menjadi sarana menuju keharaman, yaitu dicalonkannya pemimpin kafir, sehingga haram pula hukumnya tidak menetapkan syarat muslim sebagai pemimpin. Penetapan syarat muslim sebagai pemimpin pemerintahan di dalam undang-undang juga merupakan upaya agar haramnya pemimpin kafir tidak dilupakan.

[SA, 0822-4252-2585]



Tidak ada komentar:

Posting Komentar