Jumat, Oktober 30, 2009

Dari India ke Negara Syariat Islam (Rekaman Sebuah Diskusi)

Bismillâh walhamdu lillâh washshalâtu wassalâmu ‘alâ man lâ nabiyya ba’dah.

Beragam respon manusia terhadap ide penerapan syariat di suatu Negara. Di antara mereka ada yang menerima, mendukung, dan terus menyuarakannya. Ada pula yang kemudian menolak, bahkan mencaci, serta mencoba menghalang-halanginya. Namun ada pula di antara mereka yang menolak namun tetap menghormati para pengemban yang menyuarakannya, persis sebagaimana ada pula yang setuju tetapi tidak (semoga saja belum atau belum lagi) tergerak untuk mendakwahkannya.



Di bawah ini adalah rekaman diskusi saya dengan beberapa rekan di milis [parapemikir], utamanya dengan seorang bernama Richardo Parapat (ttbnice) yang merupakan seorang Kristen, yang kalau boleh dikatakan merupakan seorang liberal. Meskipun rekan diskusi saya tersebut tetap menolak ide-ide yang saya lontarkan, namun setidaknya hasil diskusi ini membuat saya percaya bahwa proses kampanye penerapan syariah, baik kepada muslim maupun nonmuslim bukanlah sesuatu yang sia-sia atau kurang berguna seperti anggapan banyak orang.

Ikhlas, tawakal, jujur, santun, serta tak takut dengan celaan para pencela, saya pikir merupakan kunci keberhasilan dakwah. Dan keberhasilan dakwah bukan pertama-tama orang lain setuju dengan pendapat kita, tetapi bagaimana pendapat kita bisa dimengerti dengan baik oleh objek dakwah, (sebisa mungkin) tanpa membuat hatinya luka.

Entah ada kaitannya atau tidak, diskusi ini menambah keyakinan saya bahwa kekhawatiran sebagian orang akan terjadinya perpecahan di negeri ini menjadi tidak beralasan sekiranya kita terus-menerus melakukan edukasi secara sungguh-sungguh dan ikhlas.

Wallâhu A’lam.

(karena begitu panjangnya rekaman ini [setara dengan 33 lembar A4] silakan baca secara bertahap. artikel di posting pertama boleh dilewati, sebab saya sendiri belum baca artikel ini. hehe,,)

***

Yahya, Imas (BECA)
21 Oktober 2009 20:28

Menengok Keserakahan Indonesia dari Bumi India
oleh Syaifoel Hardy Jumat, 09/10/2009 08:05 WIB

Dalam sebuah ceramah akbar di Dubai-UAE beberapa tahun lalu, saya sempat bertanya kepada Dr. Zakir Naik, ulama besar asal India, ahli perbandingan agama yang tersohor namanya. Subyek pertanyaan saya adalah mengapa Islam boleh dikata tidak berhasil di India padahal India pernah di bawah sebuah kerajaan besar Islam, misalnya kekaisaran Mughal yang terkenal dengan Taj Mahal, atau Kerajaan Mysore yang terkenal pula dengan Isnata Maysore yang terindah didunia, bahkan melebihi Istana Birmingham. Dr. Zakir Naik menjawab, bahwa petinggi-petinggi kerajaan Islam di India waktu itu lebih memfokuskan kepada bangunan-bangunan fisik ketimbang dakwah Islam. Itulah salah satu faktor utama mengapa Islam malah menjadi minoritas di sana.

Ingin mengetahui lebih dekat jejak-jejak kebesaran Islam di India inilah yang menjadi salah satu motivasi saya untuk ingin melihat dari dekat apa dan bagaimana sebenarnya India. Disamping tentu saja banyak hal yang melatar-belakangi kunjungan saya, misalnya silaturahim dengan rekan-rekan kerja saya yang sudah mengundurkan diri, melihat institusi pendidikan serta mencari buku-buku India sesuai dengan profesi saya.

Banyak hikmah yang bisa dipetik dari rangkaian perjalanan saya selama dua minggu di India, di empat negara bagian: Karnataka, Kerala, Delhi dan Uthar Pradesh. Jika dijabarkan satu persatu, terlalu panjang untuk diungkap di sini. Yang saya ingin soroti, dan semoga membawa hikmah bagi kita adalah, bahwa meskipun India kelihatannya miskin (padahal pertumbuhan ekonominya di atas Indonesia), nyatanya tidak semiskin yang kita sangka. Malah bumi kita yang dari kacamata saya, yang mestinya amat kaya raya ini, dihuni oleh orang-orang serta kepemimpinan bangsa yang serakah.

*****
Saya mendarat di Bandara Internasional Bajpe-Karnataka, dua hari sebelum Hari Raya Idul Fitri. Tidak ada kesan bahwa bulan itu adalah Bulan Suci Ramadan. Maklum, India mayoritas penghuninya adalah umat Hindu. Saya sendiri berbuka puasa di atas pesawat, dengan suguhan Upuma dan Wadha. Dua makanan tradisional India yang amat murah harganya. Itu pun, sebenarnya jatah makan siang yang saya taruh di depan kursi pesawat untuk bekal berbuka. Saya tahu, mereka tidak akan menyiapkan untuk yang berpuasa. Lagi pula, budget airline seperti Air India Express yang kami tumpangi tidak memberikan pelayanan istimewa kepada penumpang.

Bandara Internasional Mangalore ini amat sederhana. Orang-orangnya tertib antri menunggu giliran pengecekan Flu Babi oleh petugas kesehatan. Tidak terlalu lama prosesnya. Saya segera keluar menuju kota Karkala, sebuah kota kecil sekelas kecamatan di negeri kita, sekitar 75 km dari bandara. Seorang rekan lama bersama keluarganya menjemput saya. Malam itu bandara diguyur gerimis.

Zahoor Ahmad, nama rekan saya, bersama keluarganya, begitu ramah menyambut kedatangan saya diteruskan dengan hari-hari berikutnya menjamu saya sebagai tamu. Mulai dari makanan, diantarkannya saya ke sejumlah tempat bersejarah serta wisata, menikmati suasana Lebaran di daerahnya, serta tentu saja mengunjungi sanak familinya di sejumlah kota.

*****
Kekaguman di hari pertama saya terhadap orang-orang India (setidaknya itu yang saya temui di rumah Zahoor) adalah, binatang-binatang sekelas Burung Merak, berterbangan di halaman rumah. Bahkan masuk ke ruang tamu serta dapur. Padahal burung-burung indah ini tidak dipelihara alias liar. Orang India sepertinya tidak terbiasa memiliki burung-burung dalam sangkar. Atau pemerintah memang tidak mengijinkan, wallahu a’lam!

Di kota-kota lain yang saya kunjungi, seperti Kannur, Calicut, Mangalore, Maysore, Agra, Bangalore hingga Ibu Kota Delhi, juga saya tidak melihat orang-orang yang memelihara binatang-binatang langka di rumahnya. Barangkali hal ini yang membuat binatang-binatang atau burung-burung ini akrab dengan manusia-manusia India. Anak-anaknya Zahoor bahkan dengan akrabnya memberikan makanan pada Burung Merak. Padahal rumah indahnya tidak terletak di tengah hutan belantara seperti Papua. Burung-burung seperti Jalak, Merpati, Camar hingga Tupai yang beragam warnanya, saya temui di banyak tempat berkeliaran yang membuat lingkungan kita merasa asri.

Saya sering mendengar atau membaca di Koran tentang keburukan politisi India. Tapi rasanya tidak sebanding dengan di negeri kita utamanya dalam soal pemeliharaan lingkungan hidup. Saya pernah melihat sungai kotor di Delhi. Tapi pemandangan yang sama tidak saya temukan di kota-kota lainnya. Di Kannur misalnya, sungai masih hijau dan jernih. Padahal sungai besar, lebarnya tidak kurang dari 200 meter. Bau selokan di kota-kota India, tidak seperti yang saya temui di Jakarta atau Surabaya.

Hal ini pertanda bahwa orang-orang India tidak serakah terhadap kekayaan alam atau ingin memilikinya. Hutan Papua milik kita, gunung emas di sana ‘dirampok’ dan digadaikan ke orang asing. Orang kita secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan juga memeliharan binatang atau burung-burung langka, sebagai bagian dari kebanggaan mereka. Saya tidak melihat, jangankan pasar burung, orang jualan sangkar saja sulit ditemui, meski mungkin saja ada di sana. Pabrik-pabrik di negeri kita banyak yang (Baca: dengan ‘seijin’ penguasa) seenaknya membuang limbah.

*****
Hal kedua yang menarik perhatian saya adalah cara berpakaian orang India. Kita memang tahu, orang India suka mengenakan Sari, pakaian tradisional kaum Hawa yang melingkar di tubuh. Bagi kaum Hindu, memang tidak seluruh tubuh tertutup. Sebagian (maaf) perut, terbuka. Namun tidak semua orang Hindu mengadopsi cara mengenakan Sari seperti ini, terutama kaum mudanya. Apalagi Muslimah India. Tertutup. Laki-laki India juga bangga mengenakan Shalwar Gameez atau Kurta atau Dhoti dan lain-lain pakaian tradisional. Zahoor member saya Kurta yang saya kenakan pada saat Lebaran.

Perempuan India, betapapun dari kalangan modern di tengah kota, bangga dengan pakaian tradisional mereka. Sutera di India jauh lebih murah dibanding Indonesia. Kekayaan tekstil yang dimiliki India menjadikan salah satu modal mereka tidak tergoyah ingin meniru dengan pola berpakaian ala Barat. Sekalipun kita tahu di film-film India banyak yang berpakaian seronok. Tapi dalam kehidupan sehari-hari, tidak demikian yang saya temui. Apalagi pakaian mini seperti yang kita temui di negeri ini. Sepertinya tabu, jika anak-anak atau perempuan-perempuan mereka mengenakan rok mini atau celana ketat. Padahal dalam segi pendidikan dan pergaulan, keponakan-keponakan atau saudara Zahoor misalnya, banyak yang berpendidikan tinggi setingkat dokter dan insinyur, mereka tidak tergiur dengan pola pakaian Barat yang mati-matian kita adop di negeri kita.

*****
Budaya konsumsi orang India juga tidak seperti yang kita lihat dalam film-film mereka. Di Karkala, di tengah pasar, saya sulit mendapatkan kertas Tissue. Setelah mengunjungi 10 toko, baru saya mendapatkannya. Itupun sudah usang dan kartun pembungkusnya pun robek. Orang sana tidak tergiur dengan budaya menggunakan tissue. Mereka lebih senang mengantongi sapu tangan. Lagi pula di rumah-rumah, apakah itu di bagian depan, samping atau belakang, umumnya tersedia pipa air untuk cuci tangan atau kaki. Di ruang makan juga tersedia wastafel atau tempat cuci tangan. Jadi mengapa harus menyediakan tissue? Barangkali begitulah pola pikir mereka.

Pasar India tidak seterbuka pasar kita memang. Barang-barang yang ada di sana mayoritas buatan dalam negeri. Sepanjang perjalanan saya di empat negara bagian ini, jarang sekali saya menemui kendaran Toyota. Sesekali saya memang jumpai Innova. Selebihnya, entahlah, orang India lebih bangga mengendarai Maruti, Tata serta Bajaj, hasil rakitan mereka sendiri yang tidak semewah Corolla atau BMW.

India begitu bangga dengan hasil karya mereka sendiri serta tidak silau dengan buatan orang lain, apakah itu Jerman, Amerika hingga Jepang. Mulai dari pakaian, makanan, bahan bangunan, hingga gaya hidup. India tidak serakah dengan gemerlap dari luar pagar negara di anak benua Asia bagian Selatan ini.

*****
Saya menyempatkan melihat buku-buku pelajaran milik dua anak rekan saya, bernama Zaman (kelas dua SMP) dan Zeeshan (kelas 2 SMA). Buku-buku mereka nampak sederhana sekali. Kualitas kertas nya tidak sebagus sebagian besar anak-anak sekolah kita. Saya menemui seorang Dekan di Universitas Manipal dengan mudah. Pula diterima oleh sekretarisnya penuh keramahan. Padahal saya hanyan ingin mmendapatkan sekedar informasi. Di perguruan tinggi kita, jangan harap diterima seorang dekan untuk urusan yang satu ini.

Saya mengunjungi sebuah perguruan tinggi terkenal, Manipal University di kota Manipal. Gedungnya tidak mentereng. Ruang-ruang kuliahnya tidak ber-AC, padahal jika musim panas tiba, suhunya bisa mencapai lebih dari 40 derajat. Berarti panas sekali. Bangku-bangku kayu juga sudah tua untuk ukuran kita, yang bisa diduduki oleh 4 mahasiswa. Dosen-dosen mereka juga kelihatan sederhana. Hal ini bisa saya ketahui lewat pola pakaian mereka serta tentu saja kendaraannya.

Biaya sekolah hingga kuliah tergolong murah sekali. Mengantongi MBA dalam dua tahun hanya menelan biaya sekitar Rp 10 juta, sebuah jumlah yang amat sedikit di negeri kita untuk program pasca sarjana. Uang saku Zaman, ketika saya tanya, dia bilang hanya diberi Ibunya Rupees 150 (tidak lebih dari Rp 40 ribu) per bulan. Berarti hanya Rp 1000 per hari. Apa artinya Rp 1000 di negeri ini? Dia juga berangkat ke sekolah dengan sandal saja. Tapi kemampuan Bahasa Inggrisnya ‘ngewes’, selancar anak-anak kita berbicara Bahasa Jawa saja di kampung-kampung.

Buku-buku India murah sekali. Saya belanja tidak kurang dari 18 kg untuk buku-buku yang sulit mendapatkannya di Tanah Air. Buku-buku profesi yang saya dapatkan dari sana hanya tersedia kalau mau ke Amerika Serikat atau Inggris saja. Buku terbitan India terkesan tidak serakah mengambil keuntungan. Saya jadi heran, kebijakan apa yang diambil oleh generasi-generasinya Jawaharal Nehru ini, sehingga pendidikan tinggi mudah terjangkau serta buku yang teramat murah, tapi kualitas lulusannya bisa duduk di NASA-USA, terbang ke bulan dan jadi dosen-dosen di banyak universitas ternama di Negeri Paman Sam.

*****
Tempat rekreasi rata-rata murah sekali tiketnya. Padahal kelasnya tidak tanggung-tanggung. Taj Mahal, biaya masuknya hanya Rupees 20 atau hanya sekitar Rp 5 ribu. Coba kalau kita mau masuk Taman Mini atau Ancol? Bandingkan kelasnya dengan Taj Mahal!

Pemerintah India tidak rakus terhadap perolehan hasil pajak dari pariwisata sebagaimana di negeri kita. Travel package pula itungannya murah sekali. Di Delhi, mengunjungi 10 tempat wisata, hanya bayar tidak lebih dari Rp 100 ribu, naik bis Volvo ber-AC. Travel agent tidak terkesan serakah mengambil keuntungan banyak dari pelanggan. Padahal, kami diantar oleh guide-guide professional.

Sebagian tempat wisata malah tidak ditarik iuran (karcis) masuk sama sekali. Saya jadi heran, bagaimana dengan biaya pemeliharaan tempat-tempat ini? Padahal mereka punya tukang-tukang pembersih atau tukang sapu yang kebanyakan perempuan-perempuan bersari. Meski keamanan amat ketat di banyak tempat, tapi petugas keamanan India tersekan ramah terhadap pengunjung. Saya tidak menemui pengalaman yang kurang atau tidak mengenakkan sama sekali selama mengunjungi tempat-tempat wisata ini.

*****
India memang bukan negara kaya. Orang miskin banyak sekali. Banyak tempat juga kurang terpelihara. Jalan-jalan juga banyak yang berlubang. Bangunan di Delhi juga tidak semegah di Jakarta. Komunal konflik juga acapkali marak. India barangkali bukan sebuah percontohan. Maklum, jumlah penduduknya lebih dari 5 kali jumlah penduduk Indonesia. Meski demikian, saya tidak melihat pengemis yang berkeliaran di sana-sini. Saya tidak melihat satu pengemis pun datang ke rumah Zahoor, Abdul Karim Mohammad Koya atau Abdul Azeem. Saya melihat ada pengemis di kota-kota. Tapi juga tidak ‘gentayangan’ seperti di negeri kita yang acapkali mengganggu pengguna jalan, masuk bis-bis, mengetuk jendela mobil hingga ngebel rumah kita yang bisa jadi lebih dari 5 kali sehari.

Tukang amen atau pemusik jalanan? Meski India amat terkenal dengan musik, lagu-lagu dan tarian-tariannya, saya tidak melihat tukang amen atau pemusik atau penyanyi jalanan ini di mana-mana. Tidak pula saya temui satu kali pun mareka masuk di dalam bis atau kereta api. Apalagi mereka yang naruh kotak amal di tengah jalan, tidak pernah saya jumpai.

Di negeri kita? Dalam perjalanan Malang-Surabaya, yang sepanjang 70 km, anda bisa menemui sebanyak angka itu pula yang namanya pemusik dan pengemis. Saya tidak membela pemusik atau pengemis atau penjaja makan di India. Tapi itulah kenyataannya. Mereka tidak serakah mencari pasar. Saya tidak pernah merasa terganggu dengan kehadiran meraka di tempat-tempat wisata atau rumah-rumah rekan yang kami kunjungi.

*****
Pembaca….
Saya tidak mau disebut sebagai orang Indonesia yang kufur akan nikmat Allah. Tapi bencana di Sumatera Barat, banjir si sejumlah daerah, mahalnya bahan-bahan pokok, sulitnya mencari minyak tanah dan gas, tidak terjangkaunya biaya pendidikan dan layanan kesehatan (yang ini di India juga murah sekali), semuanya jadi membuat saya iri dengan apa yang terjadi di India, sebuah negara besar yang mampu melahirkan manusia-manusia besar seperti Mahatma Gandhi, Nehru, Rabindranath Tagore hingga India Gandhi.

Ada banyak PR yang harus digarap oleh pemimpin-pemimpin di negeri ini. Jumlah masjid yang bertebaran di negeri ini (sulit mendapatkan hal yang sama di India), berjimbunnya jumlah majelis taklim serta kajian Agama Islam di televise-televisi, maraknya Da’i-da’i yang bersemangat sekali dalam berceramah memikat umat, sepertinya jauh dari cukup tanpa ada langkah konkrit: bagaimana mengelola sumber daya alam dan potensi manusia Indonesia yang konon sering meraih prestasi di berbagai momen olimpiade ini, agar menjadikan negeri ini lebih baik.

India memang bukan segalanya. Tapi melihat Indonesia dari jendela India, saya jadi bertanya-tanya. Ada apa dengan negeri ini?

Oh ya, pada hari terakhir kunjungan saya di India, di Bandara Mangalore, saya tidak perlu membayar pajak sepeserpun. Sementara di Cengkareng, saya yang asli orang Indonesia, harus bayar Rp 150 ribu, itu belum termasuk biaya fiscal yang konon ‘hanya’ Rp 1 juta, jika anda harus ke luar negeri.
Ah, Indonesia!

Doha, 8 October 2009

----
Situs Para Pemikir : http://www.parapemikir.com
-----

Dedi Tpm
21 Oktober 2009 20:51

ilustrasi yang sangat bagus.memang negeri kita ini perlu penataan pola pikir dan moral kita terlalu banyak menghamba pada pemikiran barat yang belum tentu baik untuk kita.kita terlalu serakah dalam pencitaraan sehingga kita tak sadar kita melakukan penindasan terhadap desama kita. kini negeri kita dihinggapi rasa materelialistis. mengukur kehidupan seseorang berdasarkan derajat mmateri yang dimiliki.dan rasa kesetiakawanan yang kurang. bangsa kita adalah bangsa yang bangga akan simbol-simbol luar negeri.


ttbnice
21 Oktober 2009 21:13

Halah.. cerita lama. Rekan saya yang orang India memiliki beberapa kekaguman terhadap budaya orang Indonesia. Seperti ga gampang main klakson atau tereak2. Mudah bergaul dan jatuh cinta antar umat beragama, dan banyak lagi. Itu mah biasa, kalo rumput tetangga pastinya lebih ijo.

Tapi saya setuju kalo memang RI ini banyak yang perlu dibenahi, bukan karena ngeliat India, tapi emang kita sama2 tau. Hanya sayang, banyak yang menulis seperti ini, tanpa satupun yang berani memberi satu tulisan bagaimana cara benerinnya.

Bung Yahya, punya ide benerin RI? Sok mangga...


Yahya, Imas (BECA)
21 Oktober 2009 22:15

Benerin Negara nampaknya harus mulai dari benerin individu2 yang berada di Negara tersebut, terutama warna negara dari negara tersebut, trus baru merambah ke lainnya.

Kalo dari Mas sendiri seperti apa?


ttbnice
21 Oktober 2009 22:41

Ini sama dengan jawaban Shofi soal bikin syariah. Masih di awang2.
Benerin individu itu kayak gimana? Bukannya individu itu diciptakan unik? Mosok mau dipaksakan seragam..
Terus warna apa? Apakah kita harus merubah warna yang bagus untuk mengorbankan jati diri?

Keliatan sekali anda tidak punya gambaran atau mungkin belon pernah mikir soal ini?


Yahya, Imas (BECA)
21 Oktober 2009 23:09

Kalo soal benerin individu, saya lebih cenderung untuk mengembalikan ke probadi masing2 orang sebab yang tau tentang kebutuhan, kelebihan, kekurangan, dan macam-macam tentang orang itu adalah pribadi itu sendiri. Kalo ngambil contoh sederhana, oleh sebagian besar orang, mencuri itu adalah sesuatu yang salah, dosa. Tetapi, untuk fair-nya mungkin kita balik dulu ke individu si pencuri ini, kenapa dia mencuri? Mungkin pada saat dia mencuri, anak istrinya lagi kelaparan sementara dia tidak punya uang sepeser pun dan tidak juga ada individu lain tau atau mengerti kesusahannya, mencuri yang menurut indikator sosisal kemasyarakatan itu salah, bisa jadi malah benar menurut dia.



Tidak ada seorang pun yang bisa memaksaan seorang individu untuk merubah warna hidupnya, sebab jelas setiap orang menciptakan atmosfer hidup masing-masing agar mereka bisa nyaman untuk menjalani kehidupan. Tetapi mungkin tidak ada salahnya jika tiap2 individu ini memiliki kontrol sosial untuk jadi penyeimbang langkah yang dia pilih. Semacam bahan petimbangan lah sebelum dia melangkah. Tapi jika tidak mengindahkan itu juga tak papa kufikir. Kalau diri kita tak suka dicampuri urusan pribadinya, pasti orang lain pun begitu. Toh masing2 individu juga sudah diberikan hati nurani untuk memikirkan mana yang benar atau melakukan pembenaran terhadap tingkah lakunya.



Donno eksakli yah, mas

Saya juga masih searching2 ini, makanya kutanya kalo menurut Mas kira2 kaya’ mana, biar ada masukan juga buat saya pribadi







Regards,







Imas Yahya


ttbnice
22 Oktober 2009 00:02


Masalahnya udah terlalu komplex. Tapi kalo mau niat jadi bener, dimulai dari yang dasar dulu. Rubah bentuk negara menjadi federasi. Kita ini bangsa majemuk yang membentuk satu persatuan. Bukan bangsa yang melebur jadi satu. Jadi masing2 lidi haruslah independen dan sejajar dengan lidi lainnya.

Setiap daerah tentunya sudah memiliki akar hukum lokal yang sangat sesuai dengan kultur daerah itu seperti hukum adat. Jadi tinggal melakukan sedikit modifikasi agar sesuai dengan jaman. Hukum yang kita gunakan sekarang sangat general, memang terpaksa dibuat demikian agar adil dan merata ke seluruh daerah. Akibatnya hukum tidak membentuk karakter masyarakat dan dirasakan bukan bagian dari masyarakat.

Ga aneh kan kalo kesadaran hukum menjadi lemah? Bukan hanya bagi rakyatnya, tapi bagi penegaknya juga. Seolah2 hukum itu milik penjajah yang sah2 aja untuk dilanggar.

Tapi hukum adat yang sama sekali tidak mengikat justru berperan dalam membentuk karakter masyarakat dan lebih efektif sebagai rambu2 hidup bersama.

Ini dulu menurut saya yang perlu dibenahi sebelum membentuk karakter individu.


Nicepamungkas@gmail.com
22 Oktober 2009 09:21

benerin sistemnya dulu, lalu pilih orang2 yg kompeten di bidangnya...(maybe but i am sure)


Shofhi Amhar
26 Oktober 2009 07:22

setuju. ganti dengan sistem islam.


ttbnice
26 Oktober 2009 08:28

Lalu bagaimana dengan non muslim? Kenapa sih anda sulit sekali menerima kebenaran orang lain? Kalau orang lain memaksakan kebenarannya pada anda, bagaimana reaksi anda?


Shofhi Amhar
26 Oktober 2009 08:41

memangnya ada apa dengan non-muslim? kok seperti anda takut banget
dibunuh kalau pakai sistem islam. kebenaran dari mana pun akan saya
terima insya Allah. asal kebenarannya memang kebenaran, bukan
kesalahan.


ttbnice
26 Oktober 2009 08:51


Everybody dies. Kenapa musti takut?

Maksud saya, di Endonesha ini ada orang yang bukan Islam. Yang tentunya menganggap Islam bukanlah kebenaran. Lalu kenapa juga non muslim bisa menerima system Islam?

Kebenaran mana juga akan anda terima? hehehehe


Shofhi Amhar
26 Oktober 2009 08:55

lah, saya ini yang tidak menganggap sekulerisme sebagai sebuah
kebenaran diterapkan juga aturan sekuler. kenapa anda tidak pernah
keberatan, malah keberatan kalau ada orang lain keberatan. haha hehe
haha hehe.


ttbnice
26 Oktober 2009 18:46

Memang bukan kebenaran anda, and so everybody else. Sekuler itu bukan punya Jawa, bukan punya Batak, bukan punya Islam, bukan punya Kresten, tapi punya manusia. Sekuler itu justru bentuk kompromi dari berbagai aliran. Ngertos?


Shofhi Amhar
26 Oktober 2009 19:10

manusia yang mana maksud anda? saya juga manusia. tapi tidak mengakui
kebenaran versi sekulerisme tuh...

iya, saya paham, anda sedang berusaha memahamkan saya bahwa
sekulerisme itu universal, kan?


ttbnice
26 Oktober 2009 20:34

Saya...saya...saya... mulu. Semuanya memang harus sesuai dengan selera bung Shofi.

Gini aja deh biar gampang. Saya dan anda tinggal dalam satu rumah milik bersama. Lalu aturan mana yang sebaiknya diberlakukan. Aturan anda atau aturan saya, atau kompromi?

Kompromi tentunya bukanlah kebenaran bagi anda, tapi toh anda harus memilih itu daripada kebenaran anda, bukan? Atau mungkin anda lebih baik bunuh saya agar aturan anda yang ditegakkan?


Shofhi Amhar
27 Oktober 2009 01:46

terima kasih bung richardo,
hehe, coba deh belajar untuk menggunakan kata saya. meskipun tanpa itu, seseorang pasti tetap mengeluarkan pendapat "saya".

terima kasih juga sudah menawari untuk tinggal dalam satu rumah. btw, rumah siapa yang mau kita tinggali? rumah saya, rumah anda, atau numpang gratis di rumah orang? kepemilikan rumah juga menentukan peraturan apa yang akan dipakai. :)

sebetulnya pengandaian tinggal di bersama di sebuah rumah belum tentu memadai dalam pemabasan kita. namun bolehlah, kita coba dulu. akankah seorang shofhi mau berkompromi?

terlebih dulu harus dijelaskan kepada anda, sebagai calon rekan serumah, bahwa Islam mengajarkan pemeluknya untuk selalu terikat dengan hukum-hukum syariat yang bisa dirinci dalam hukum yang lima: wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram. suatu perkara yang wajib harus dilaksanakan. jika tidak maka berdosa. perkara yang haram harus ditinggalkan. jika tidak maka berdosa. yang sunah sebaiknya dilakuka, yang makruh sebaiknya ditinggalkan, sedangkan yang mubah boleh-boleh saja untuk dilakukan atau tidak.

nah, bicara kompromi dan tidak kompromi, perlu dilihat masing-masing perkara, masuk yang mana? misalnya, berkaitan dengan makanan. kita sudah bahwa setiap hari kita akan makan bersama. yang beli makan, gantian piket antara saya dan anda. kebetulan hari ini pas anda yang membelikan saya makan. ternyata anda beli daging babi. padahal daging babi itu haram bagi saya. apa saya harus makan daging babi yang anda belikan? apakah bijak anda membelikan saya daging babi? padahal makan daging babi bagi anda tidak wajib sedangkan bagi saya haram. anda tidak makan daging babi tidak merasa bersalah, sedangkan saya makan daging babi merasa berdosa. maka solusi terbaik seharusnya membelikan saya selain daging babi dari makanan yang halal-halal. saya merasa tidak dirugikan, anda pun begitu.

apakah pengambilan solusi semacam itu memberatkan anda?


W4F1Q Warodat
27 Oktober 2009 01:50

Saya rasa solusi itu tidak memberatkan siapapun Mas, cuman yang jadi pertanyaan... Kalian serius nih mau tinggal serumah...? Trus status hubungannya apa nih?? Wakakakakakakak.....


Irwansyah Irwansyah
27 Oktober 2009 01:51

Please deh, kalau tidak ada kata-kata yang bagus dan bermanfaat yang bisa anda tuangkan lebih baik

DIAM!!!!


ttbnice
27 Oktober 2009 02:10

Anda betul, analogi tinggal bersama, tidaklah pas. Bahkan membuat wafiq berpikiran yang bukan2. Tapi maksud saya juga ga berat2 amat, hanya menunjukkan, bahwa setidak benarnya sekuler bagi anda, pastinya anda harus memilih sekuler dibanding syariah Islam sebagai dasar negara. Gitu lohhhh


Shofhi Amhar
27 Oktober 2009 02:19

masalah status bisa dibicarakan kemudian, mas waqif (ahahahaha)...
yang penting sah dulu secara syariat.^_^


Shofhi Amhar
27 Oktober 2009 02:22

saya tetap milih Islam sebagai dasar negara, bung richardo... solusi yang saya kemukakan berdasarkan syariat Islam itu bagus kan? mengapa solusi bagus mesti ditolak. (mudah-mudahan bukan karena dikasih tahu bahwa itu berdasarkan syariat Islam lantas ditolak ya..)^_^


Shofhi Amhar
27 Oktober 2009 02:27

iya, tuh, usil amat jadi orang. dan semoga yang menyuruh diam juga tidak mengeluarkan kata-kata yang tidak bagus dan tidak bermanfaat. apalagi kalau yang keluar kata-kata jorok. kecuali kalau di belanda memang adanya hanya yang seperti itu.^_^

Pada tanggal 27/10/09, Irwansyah Irwansyah menulis:

> Please deh, kalau tidak ada kata-kata yang bagus dan bermanfaat yang bisa anda tuangkan lebih baik
>
> DIAM!!!!


ttbnice
27 Oktober 2009 02:30


Ini kan bukan soal bagus atau tidak tapi soal iman yang dijadikan sebagai dasar negara. Apa dibolehkan berdoa Allah Bapa sebelum belajar di sekolah2? Bukankah berdoa juga hal yang bagus?


Shofhi Amhar
27 Oktober 2009 02:42

boleh sekali. kawan-kawan dari kristen silakan berdoa sesuai dengan keyakinannya.


ttbnice
27 Oktober 2009 03:17

Lha yang begini kan sudah dijamin di negara sekuler. So apa masalah?


Shofhi Amhar
27 Oktober 2009 03:39

masalah. masih banyak kewajiban yang tidak bisa ditunaikan di negara sekuler.


ttbnice
27 Oktober 2009 06:39

Apa contohnya?

Yang perlu anda ingat, negara itu bukan sebuah organisasi yang dari dulu sudah ada. Negara juga bukan dibuat oleh langit.

Negara itu sama seperti desa, dimana kesejahteraan desa tergantung dari kerjasama dan kesepakatan warganya.


zaini
27 Oktober 2009 15:16

sebelum kereta berjalan terlalu jauh mungkin kutipan ini bisa membantu
para kusir.

kesan saya pribadi. 'negera' madinah lebih mirip negara sekuler.

semoga bermanfaat
salam

http://id.wikisource.org/wiki/Piagam_Madinah

Piagam madinah

Mukadimah

Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang "Inilah Piagam
Tertulis dari Nabi Muhammad SAW di kalangan orang-orang yang beriman dan
memeluk Islam (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang
yang mengikuti mereka, mempersatukan diri dan berjuang bersama mereka."
[sunting] I. Pembentukan Ummat
[sunting] Pasal 1

Sesungguhnya mereka satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan
kekuasaan) manusia.
[sunting] Pasal 2

Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, saling
menanggung, membayar dan menerima uang tebusan darah (diyat) karena
suatu pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang
beriman.
[sunting] Pasal 3

1. Banu 'Awf (dari Yathrib) tetap mempunyai hak asli mereka,
tanggung menanggung uang tebusan darah (diyat).
2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan uang
tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.

[sunting] Pasal 4

1. Banu Sa'idah (dari Yathrib) tetap atas hak asli mereka, tanggung
menanggung wang tebusan mereka.
2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan wang
tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.

[sunting] Pasal 5

1. Banul-Harts (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli
mereka, saling tanggung-menanggung untuk membayar uang tebusan darah
(diyat) di antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara
baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

[sunting] Pasal 6

1. Banu Jusyam (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli
mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di
antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara
baik dan adil di kalangan orang-orang beriman

[sunting] Pasal 7

1. Banu Najjar (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli
mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) dengan
secara baik dan adil.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara
baik dan adil di kalangan orang beriman.

[sunting] Pasal 8

1. Banu 'Amrin (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli
mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di
antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara
baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

[sunting] Pasal 9

1. Banu An-Nabiet (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak
asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di
antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara
baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

[sunting] Pasal 10

1. Banu Aws (dari suku Yathrib) berpegang atas hak-hak asli mereka,
tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.
2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara
baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

[sunting] III. Persatuan Se-agama
[sunting] Pasal 11

Sesungguhnya orang-orang beriman tidak akan melalaikan tanggung jawabnya
untuk memberi sumbangan bagi orang-orang yang berhutang, karena membayar
uang tebusan darah dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang
beriman.
[sunting] Pasal 12

Tidak seorang pun dari orang-orang yang beriman dibolehkan membuat
persekutuan dengan teman sekutu dari orang yang beriman lainnya, tanpa
persetujuan terlebih dahulu dari padanya.
[sunting] Pasal 13

1. Segenap orang-orang beriman yang bertaqwa harus menentang setiap
orang yang berbuat kesalahan , melanggar ketertiban, penipuan,
permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang beriman.
2. Kebulatan persatuan mereka terhadap orang-orang yang bersalah
merupakan tangan yang satu, walaupun terhadap anak-anak mereka sendiri.

[sunting] Pasal 14

1. Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang
beriman lainnya karena lantaran seorang yang tidak beriman.
2. Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang
yang kafir untuk melawan seorang yang beriman lainnya.

[sunting] Pasal 15

1. Jaminan Tuhan adalah satu dan merata, melindungi nasib
orang-orang yang lemah.
2. Segenap orang-orang yang beriman harus jamin-menjamin dan
setiakawan sesama mereka daripada (gangguan) manusia lain

[sunting] IV. Persatuan Segenap Warga Negara
[sunting] Pasal 16

Bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita,
berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi
haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.
[sunting] Pasal 17

1. Perdamaian dari orang-orang beriman adalah satu
2. Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat
perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya di dalam suatu
peperangan di jalan Tuhan, kecuali atas dasar persamaan dan adil di
antara mereka.

[sunting] Pasal 18

Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita, merupakan tantangan
terhadap semuanya yang harus memperkuat persatuan antara segenap golongan.
[sunting] Pasal 19

1. Segenap orang-orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas
tiap-tiap darah yang tertumpah di jalan Tuhan.
2. Setiap orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati atas jalan
yang baik dan kuat.

[sunting] Pasal 20

1. Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman
(musyrik) terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy, tidaklah diakui.
2. Campur tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugian seorang
yang beriman.

[sunting] Pasal 21

1. Barangsiapa yang membunuh akan seorang yang beriman dengan cukup
bukti atas perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali
(keluarga yang berhak) dari si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti
kerugian (diyat).
2. Segenap warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan
itu, dan tidak diizinkan selain daripada menghukum kejahatan itu.

[sunting] Pasal 22

1. Tidak dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan
percaya kepada Tuhan dan hari akhir, akan membantu orang-orang yang
salah, dan memberikan tempat kediaman baginya.
2. Siapa yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi
pengkhianat-pengkhianat negara atau orang-orang yang salah, akan
mendapatkan kutukan dan kemurkaan Tuhan di hari kiamat nanti, dan tidak
diterima segala pengakuan dan kesaksiannya.

[sunting] Pasal 23

Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal,
maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan)
Muhammad SAW.
[sunting] V. Golongan Minoritas
[sunting] Pasal 24

Warganegara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan
kaum beriman, selama negara dalam peperangan.
[sunting] Pasal 25

1. Kaum Yahudi dari suku 'Awf adalah satu bangsa-negara (ummat)
dengan warga yang beriman.
2. Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin
bebas memeluk agama mereka.
3. Kebebasan ini berlaku juga terhadap
pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.
4. Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang
menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.

[sunting] Pasal 26

Kaum Yahudi dari Banu Najjar diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari
Banu 'Awf di atas
[sunting] Pasal 27

Kaum Yahudi dari Banul-Harts diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari
Banu 'Awf di atas
[sunting] Pasal 28

Kaum Yahudi dari Banu Sa'idah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari
Banu 'Awf di atas
[sunting] Pasal 29

Kaum Yahudi dari Banu Jusyam diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari
Banu 'Awf di atas
[sunting] Pasal 30

Kaum Yahudi dari Banu Aws diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari
Banu 'Awf di atas
[sunting] Pasal 31

1. Kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti kaum
yahudi dari Banu 'Awf di atas
2. Kecuali orang yang mengacau atau berbuat kejahatan, maka ganjaran
dari pengacauan dan kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.

[sunting] Pasal 32

Suku Jafnah adalah bertali darah dengan kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah,
diperlakukan sama seperti Banu Tsa'labah
[sunting] Pasal 33

1. Banu Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu
'Awf di atas.
2. Sikap yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.

[sunting] Pasal 34

Pengikut-pengikut/sekutu-sekutu dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama
seperti Banu Tsa'labah.
[sunting] Pasal 35

Segala pegawai-pegawai dan pembela-pembela kaum Yahudi, diperlakukan
sama seperti kaum Yahudi.
[sunting] VI. Tugas Warga Negara
[sunting] Pasal 36

1. Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak keluar, tanpa ijinnya
Muhammad SAW
2. Seorang warga negara dapat membalaskan kejahatan luka yang
dilakukan orang kepadanya
3. Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa
dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri
4. Tuhan melindungi akan orang-orang yang setia kepada piagam ini

[sunting] Pasal 37

1. Kaum Yahudi memikul biaya negara, sebagai halnya kaum Muslimin
memikul biaya negara
2. Di antara segenap warga negara (Yahudi dan Muslimin) terjalin
pembelaan untuk menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap
peserta dari piagam ini
3. Di antara mereka harus terdapat saling nasihat-menasihati dan
berbuat kebajikan, dan menjauhi segala dosa
4. Seorang warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan
yang dibuat sahabat/sekutunya
5. Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada
orang/golongan yang teraniaya

[sunting] Pasal 38

Warga negara kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warganegara yang
beriman, selama peperangan masih terjadi
[sunting] VII. Melindungi Negara
[sunting] Pasal 39

Sesungguhnya kota Yatsrib, Ibukota Negara, tidak boleh dilanggar
kehormatannya oleh setiap peserta piagam ini
[sunting] Pasal 40

Segala tetangga yang berdampingan rumah, harus diperlakukan sebagai
diri-sendiri, tidak boleh diganggu ketenteramannya, dan tidak
diperlakukan salah
[sunting] Pasal 41

Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketenteraman atau
kehormatannya, melainkan setiap kunjungan harus dengan izin suaminya
[sunting] VIII. Pimpinan Negara
[sunting] Pasal 42

1. Tidak boleh terjadi suatu peristiwa di antara peserta piagam ini
atau terjadi pertengkaran, melainkan segera dilaporkan dan diserahkan
penyelesaiannya menurut (hukum ) Tuhan dan (kebijaksanaan) utusan-Nya,
Muhammad SAW
2. Tuhan berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang
setia kepadanya

[sunting] Pasal 43

Sesungguhnya (musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala
orang yang membantu mereka
[sunting] Pasal 44

Di kalangan warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk
menentang setiap agresor yang menyergap kota Yathrib
[sunting] IX. Politik Perdamaian
[sunting] Pasal 45

1. Apabila mereka diajak kepada pendamaian (dan) membuat perjanjian
damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian
damai
2. Setiap kali ajakan pendamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum
yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang
menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam)
3. Kewajiban atas setiap warganegara mengambil bahagian dari pihak
mereka untuk perdamaian itu

[sunting] Pasal 46

1. Dan sesungguhnya kaum Yahudi dari Aws dan segala sekutu dan
simpatisan mereka, mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta
piagam untuk kebaikan (pendamaian) itu
2. Sesungguhnya kebaikan (pendamaian) dapat menghilangkan segala
kesalahan

[sunting] X. Penutup
[sunting] Pasal 47

1. Setiap orang (warganegara) yang berusaha, segala usahanya adalah
atas dirinya
2. Sesungguhnya Tuhan menyertai akan segala peserta dari piagam ini,
yang menjalankannya dengan jujur dan sebaik-baiknya
3. Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk
melindungi orang-orang yang dhalim dan bersalah
4. Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang bepergian
(keluar), adalah aman
5. Dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang
dhalim dan berbuat salah
6. Sesungguhnya Tuhan melindungi orang (warganegara) yang baik dan
bersikap taqwa (waspada)
7. Dan (akhirnya) Muhammad adalah Pesuruh Tuhan, semoga Tuhan
mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya

[sunting] Keterangan

* Menurut riwayat Ibnu Ishaq dalam bukunya Sirah an-Nabi SAW juz II
hal 119-123, dikutip Ibnu Hisyam (wafat : 213 H.828 M).
Disistematisasikan ke dalam pasal-pasal oleh Dr. AJ Wensinck dalam
bukunya Mohammad en de Yoden le Medina (1928), pp. 74-84, dan W
Montgomery Watt dalam bukunya Mohammad at Medina (1956), pp. 221-225
* Digandakan untuk keperluan pelajaran Pendidikan Ahlussunnah
wal-Jama'ah Kelas I (satu) Program Madrasah Diniyyah Wustha (MDW) Al
Muayyad Mangkuyudan, Surakarta, semester II, oleh Drs. M Dian Nafi'


Shofhi Amhar
27 Oktober 2009 20:23

Pada tanggal 27/10/09, ttbnice menulis:

>
> Apa contohnya?

contoh yang paling mendasar: kewajiban memutuskan perkara berdasarkan apa yang Allah turunkan. dan masih banyak contoh-contoh yang lain.

>
> Yang perlu anda ingat, negara itu bukan sebuah organisasi yang dari dulu sudah ada. Negara juga bukan dibuat oleh langit.
>
> Negara itu sama seperti desa, dimana kesejahteraan desa tergantung dari kerjasama dan kesepakatan warganya.

sudah saya ingat. terima kasih untuk ingatannya, pak dosen.:-)

>


ttbnice
28 Oktober 2009 01:39


Menjalankan agama adalah kewajiban umatnya. Bukan kewajiban negara. Kok anda harus maksa negara yang berpenduduk majemuk menjalankan ajaran agama Islam?

Anda ingat bahwa negara itu bukan bikinan Tuhan, tapi kata2 anda sama sekali tidak mencerminka itu.


Shofhi Amhar
28 Oktober 2009 01:57

Pada tanggal 28/10/09, ttbnice menulis:

> Menjalankan agama adalah kewajiban umatnya. Bukan kewajiban negara. Kok anda harus maksa negara yang berpenduduk majemuk menjalankan ajaran agama Islam?

di sinilah problemnya. seorang kepala negara adalah bagian dari umat Islam. seorang muslim harus menjalankan agama Islam apapun profesinya, sekalipun ia adalah kepada negara.

>
> Anda ingat bahwa negara itu bukan bikinan Tuhan, tapi kata2 anda sama sekali tidak mencerminka itu.
>

Tuhan memerintahkan mengatur negara dengan hukum-hukum yang diturunkan-Nya.


ttbnice
28 Oktober 2009 02:35

Seperti saya bilang apakah anda setuju jika seluruh sekolah mewajibkan siswanya doa Bapa kami, apapun agamanya?

Bukankah anda sendiri mengatakan berdoa adalah hal yg baik?


v 3 t o
28 Oktober 2009 02:59

Mas Shofhi,

menurut pendapat saya, sebaiknya anda pindah negara saja seperti malaysia atau arab saudi, mengapa ?

agar tidak ada keresahan hati anda karena faktanya memang indonesia ini bukan negara ber basis kan agama.

dan fakta bahwa disekeliling anda tidak hanya umat islam saja. jadi sangatlah tidak memungkinkan jika negara ini harus mengikuti semua syariat islam, bisa-bisa akan terjadi perang saudara, apakah ini yang anda mau ?


salam,



Shofhi Amhar
28 Oktober 2009 03:12


Pada tanggal 28/10/09, ttbnice menulis:

> Seperti saya bilang apakah anda setuju jika seluruh sekolah mewajibkan siswanya doa Bapa kami, apapun agamanya?

tidak. saya tidak bilang "apa pun agamanya", melainkan: berdoa menurut kepercayaan masing-masing.

>
> Bukankah anda sendiri mengatakan berdoa adalah hal yg baik?
>
berdoa ada yang baik ada pula yang buruk. tergantung apa isi doanya dan kepada siapa. orang kristen berdoa kepada yesus, menurut ajaran Islam adalah buruk, tetapi umat Islam tidak boleh memaksa kristiani melakukannya.


Shofhi Amhar
28 Oktober 2009 03:15

terima kasih atas sarannya, bung veto. namun malaysia dan saudi arabia bukanlah negara yang ideal sesuai dengan Islam. dan anda salah kalau penerapan syariat Islam harus menunggu semua orang di negara itu Islam semua dulu. saya tidak menginginkan adanya perang saudara. saya berjuang melalui penyadaran, bukan kekerasan.



Shofhi Amhar
28 Oktober 2009 03:16

ada ralat.

Pada tanggal 28/10/09, Shofhi Amhar menulis:

Pada tanggal 28/10/09, ttbnice menulis:

>
> Seperti saya bilang apakah anda setuju jika seluruh sekolah mewajibkan siswanya doa Bapa kami, apapun agamanya?

tidak. saya tidak bilang "apa pun agamanya", melainkan: berdoa menurut kepercayaan masing-masing.
>
> Bukankah anda sendiri mengatakan berdoa adalah hal yg baik?
>
berdoa ada yang baik ada pula yang buruk. tergantung apa isi doanya dan kepada siapa. orang kristen berdoa kepada yesus, menurut ajaran Islam adalah buruk, tetapi umat Islam tidak boleh memaksa kristiani untuk tidak melakukannya.


ttbnice
28 Oktober 2009 06:20

Saya bilang: Apapun agamanya. Artinya ya cuma satu: yaitu apapun agamanya. Berarti yang muslim pun wajib berdoa bapa kami.

Anda jelas tidak berhak menolak, karena ini merupakan kewajiban. Kalau anda merasa punya hak menolak, demikian juga non muslim boleh menolak terhadap syariah. Bukan begitu?

Apakah Islam, demi syariahnya, berhak untuk berperang melawan non muslim?


v 3 t o
28 Oktober 2009 06:39

wah menarik nih.. :)

kira-kira perjuangan seperti apa yang akan anda lakukan sehingga muncul kesadaran bahwa ajaran/syariat islam itu baik untuk negara indonesia yang majemuk ini ?

salam damai,
veto


Shofhi Amhar
29 Oktober 2009 03:19

Pada 28 Oktober 2009 06:20, ttbnice menulis:

> Saya bilang: Apapun agamanya. Artinya ya cuma satu: yaitu apapun agamanya. Berarti yang muslim pun wajib berdoa bapa kami.

muslim haram berdoa kepada selain Allah, maka tidak boleh. kalau kata-kata saya sebelumnya bagi anda terkesan tidak seperti ini, saya koreksi.

>
> Anda jelas tidak berhak menolak, karena ini merupakan kewajiban.

saya berhak menolak, karena seorang muslim diharamkan berdoa kepada selain Allah dan tidak mengakui bahwa Allah adalah Tuhan Bapa. Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Allah berfirman:

1. Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.

2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

3. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

4. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."

selain itu, apakah benar bibel mewajibkan orang kristen untuk menyuruh orang-orang non-kristen berdoa atas nama tuhan bapa? mohon tunjukkan ayatnya.


> Kalau anda merasa punya hak menolak, demikian juga non muslim boleh menolak terhadap syariah. Bukan begitu?

non muslim tidak akan disuruh melaksanakan shalat atau berdoa kepada Allah seperti yang Anda lakukan ketika menyuruh semua orang berdoa kepada tuhan bapa.

>
> Apakah Islam, demi syariahnya, berhak untuk berperang melawan non muslim?

jika dakwah Islam diperangi: ya.
>


ttbnice
29 Oktober 2009 03:47


Jika seorang non muslim dipaksa untuk tidak boleh menjadi pemimpin, apa bedanya dengan seorang muslim yang dipaksa bedoa bapa kami? Jika anda merasa boleh menolak, apa bedanya dengan orang lain yang mau menolak? Jika anda berperang karena dipaksa berdoa bapa kami, lalu apa bedanya orang lain yang dipaksa juga?

Kenapa anda begitu egois? Jika agama anda memaksa anda untuk menjadi manusia yang super ego, bukankah sangat wajar jika wajah Islam selalu tercoreng moreng?


Shofhi Amhar
29 Oktober 2009 03:53

Pada 29 Oktober 2009 03:47, ttbnice menulis:

> Jika seorang non muslim dipaksa untuk tidak boleh menjadi pemimpin, apa bedanya dengan seorang muslim yang dipaksa bedoa bapa kami? Jika anda merasa boleh menolak, apa bedanya dengan orang lain yang mau menolak? Jika anda berperang karena dipaksa berdoa bapa kami, lalu apa bedanya orang lain yang dipaksa juga?

sekedar ingin tahu saja, apakah menjadi pemimpin bagi agama anda adalah wajib? menyuruh kami berdoa bapa anda adalah wajib?

>
> Kenapa anda begitu egois? Jika agama anda memaksa anda untuk menjadi manusia yang super ego, bukankah sangat wajar jika wajah Islam selalu tercoreng moreng?

orang boleh berkata sesukanya. tetapi kebenaran harus disampaikan. wallaahul musta'aan wa ilaihit tuklaan. hanya Allah lah tempat meminta, dan hanya kepada-Nya tempat berserah diri yang sesungguhnya.


ttbnice
29 Oktober 2009 04:10

Sekarang gini ajalah kalo mau disama2in, apakah kegiatan misionaris diperbolehkan di dalam negara syariah? Karena memberitakan kabar baik bagi beberapa gereja adalah wajib dalam ajaran Kresten. Tapi itu kan kayak anak kecil. Kenyataannya prinsip kekeristenan ya ga sama dengan Islam. Demikian juga Budha dan Hindu. Mosok mau dibanding2in model begitu?

Menjadi egois adalah sebuah kebenaran? Main paksa disebut kebenaran? Anda dari pesantren Ngruki ya?


Shofhi Amhar
29 Oktober 2009 04:44

Pada 29 Oktober 2009 04:10, ttbnice menulis:

>
> Sekarang gini ajalah kalo mau disama2in, apakah kegiatan misionaris diperbolehkan di dalam negara syariah? Karena memberitakan kabar baik bagi beberapa gereja adalah wajib dalam ajaran Kresten. Tapi itu kan kayak anak kecil. Kenyataannya prinsip kekeristenan ya ga sama dengan Islam. Demikian juga Budha dan Hindu. Mosok mau dibanding2in model begitu?

kalau tidak boleh menyama-nyamakan dalam hal-hal tertentu, sebetulnya sekulerisme juga tidak berhak menyamakan Islam dengan ajaran-ajaran lainnya. ketika Islam punya sistem ekonomi, agama yang lain tidak, seharusnya tidak disamakan. ketika Islam punya sistem politik, agama lain tidak, seharusnya juga tidak disamakan. dan seterusnya. jika menurut kata anda, sekulerisme ini ajaran yang egois.

>
> Menjadi egois adalah sebuah kebenaran? Main paksa disebut kebenaran? Anda dari pesantren Ngruki ya?
>
>
kontek paksa-memaksa yang berulang kali anda katakan itu harus dipetakan. dalam masalah individual seperti peribadatan, makanan, pakaian, dan lain-lain, tidak ada paksaan. sedangkan untuk kehidupan publik yang menyangkut orang banyak, wajar saja negara memaksa. di negara Islam, di negara sekuler, di negara apapun, pemaksaan itu pasti ada.

wallaahul muwaffiq.


ttbnice
29 Oktober 2009 05:31

Anda masih salah juga. Sekuler tidak ngurusin agama orang, jadi ngapain juga nyama2in agama? Nah sekarang yang jadi masalah, Islam tidak hanya soal pribadi dengan Tuhan tapi juga harus ngurusin pemerintahan. Di negri yang majemuk. Orang Batak , Bali, Menado, Ambon, Papua harus mau diperintah oleh seorang muslim yang aturannya semuanya mendahulukan Islam. Yang semua aturannya lebih menomorsatukan kepentingan muslim daripada non muslim. Ga usah tanya deh apa yang bakal terjadi...

Kedua, anda masih belum sanggup memberi contoh seperti apa pemerintahan Syariat yang baik itu. Karena memang tidak pernah ada contohnya, karena memang tidak pernah berhasil.

Ketiga. Sekuler meskipun tidak ikut campur urusan agama, tapi menjamin kebebasan ibadah setiap agama. Jika anda ingin ekonomi syariah, ya silahkan saja lakukan. Apa kalo pemerintahnya tidak melakukan ekonomi syariah, tapi elunya melakukan terus elunya dihukum sama Allah?

Tidak memaksa? Kebebasan? penutupan gereja2 yang buka sudah lama, pembubaran sebuah misa, pembubaran sebuah kebaktian dan banyak lagi sebagai bukti betapa "tidak memaksanya" yang anda katakan. Silahkan google berapa banyak gereja yang ditutup di Indonesia. Ini belum termasuk ketika bulan puasa, dimana non muslim "harus behave' alias hormatilah orang yang berpuasa. Ini bukan curhat, tetapi betapa naifnya anda terhadap kondisi antar umat beragama di Indonesia.

Anda merasa tidak egois?


Shofhi Amhar
29 Oktober 2009 06:20

Pada 29 Oktober 2009 05:31, ttbnice menulis:

> Anda masih salah juga. Sekuler tidak ngurusin agama orang, jadi ngapain juga nyama2in agama? Nah sekarang yang jadi masalah, Islam tidak hanya soal pribadi dengan Tuhan tapi juga harus ngurusin pemerintahan. Di negri yang majemuk. Orang Batak , Bali, Menado, Ambon, Papua harus mau diperintah oleh seorang muslim yang aturannya semuanya mendahulukan Islam. Yang semua aturannya lebih menomorsatukan kepentingan muslim daripada non muslim. Ga usah tanya deh apa yang bakal terjadi...

salah. semua aturan diberlakukan sama antara muslim dan nonmuslim. hanya saja memang ada pengecualian untuk beberapa hukum. zakat, misalnya, tidak akan dipungut dari selain nonmuslim. nonmuslim hanya akan dikenakan jizyah yang jumlahnya tidak melebihi zakat yang dikeluarkan kaum muslimin. contoh lain, dalam berbusana, kaum muslimin wajib menutup aurat secara sempurna di depan umum. tidak demikian dengan nonmuslim, meskipun akan tetap lebih baik jika mereka menutup aurat secara sempurna.

>
> Kedua, anda masih belum sanggup memberi contoh seperti apa pemerintahan Syariat yang baik itu. Karena memang tidak pernah ada contohnya, karena memang tidak pernah berhasil.

contoh terbaik penerapan Islam tentu saja ada pada masa Nabi dan khulafaur rasyidin. beberapa kurun sejarah juga memberi contoh penerapan Islam yang baik, misalnya seperti pada masa 'Umar bin 'Abdul 'Aziz. al-Mu'tashim, serta Harun al-Rasyid.

perlindungan terhadap dzimmi sama seperti perlindungan kepada kaum muslimin. bahkan Nabi -semoga shalawat dan salam atasnya- bersabda: “Barangsiapa menyakiti orang dzimmi, dia telah menyakiti diriku, dan siapa yang menyakiti diriku berarti dia menyakiti Allah.”.

>
> Ketiga. Sekuler meskipun tidak ikut campur urusan agama, tapi menjamin kebebasan ibadah setiap agama. Jika anda ingin ekonomi syariah, ya silahkan saja lakukan. Apa kalo pemerintahnya tidak melakukan ekonomi syariah, tapi elunya melakukan terus elunya dihukum sama Allah?

jangan khawatir, negara berdasar syariah akan sepenuhnya menjamin kebebesan ibadah setiap agama. dan benar, saya setiap muslim berdosa jika membiarkan pemerintah tidak menerapkan ekonomi syariah, sebab penerapan ekonomi syariah termasuk kewajiban kifayah.


>
> Tidak memaksa? Kebebasan? penutupan gereja2 yang buka sudah lama, pembubaran sebuah misa, pembubaran sebuah kebaktian dan banyak lagi sebagai bukti betapa "tidak memaksanya" yang anda katakan. Silahkan google berapa banyak gereja yang ditutup di Indonesia. Ini belum termasuk ketika bulan puasa, dimana non muslim "harus behave' alias hormatilah orang yang berpuasa. Ini bukan curhat, tetapi betapa naifnya anda terhadap kondisi antar umat beragama di Indonesia.

anda tidak sedang melindur, kan? yang anda sebutkan justru terjadi di negara sekular. dan di negara sekuler lain pun ternyata banyak kejadian semacam itu. jadi salah sasaran jika anda menunjukkan fakta di negara sekuler
>
> Anda merasa tidak egois?

egois atau tidak, saya menunggu keputusan anda. yang jelas, jika anda merasa saya egois, saya pun demikian pula terhadap anda.


ttbnice
29 Oktober 2009 08:44

Gotcha!

Saya baru mengerti dari mana anda mendapat mimpi dan mambo jambo ini. Karena ada beberapa tokoh yang anda anggap berhasil dalam memerintah secara Islam, anda langsung menganggap system berhasil.

Well lemme tell you the truth, sebuah system yang baik tidak akan pernah bergantung pada seorang tokoh. System itu sendiri seharusnya menjamin mendapatkan tokoh yang baik.

Yang anda contohkan jelas2 bergantung pada kharisma seseorang agar dapat mengatur sebuah negara sesuai keinginan. Jika yang punya kharismanya baek, ya baek hasilnya. Jika kejam ya kejam. dst. Apapun systemnya (bahkan mungkin system ga ada hubungannya sama sekali)

System yang baik tidak mungkin.... sekali lagi.... TIDAK MUNGKIN bersifat statis, mengingat perkembangan jaman yang terus berubah. System harus bisa terus menerus memperbaiki diri dan tidak membatasi diri dengan segala doktrin. Jika tidak, maka system akan hancur dan system lain akan mengambil alih.

System Islam terbukti gagal baik di masa lalu maupun di masa sekarang. Keberhasilan beberapa tokoh Islam sama sekali tidak membuktikan system itu berhasil. Apalagi bila keberhasilan itu cuma satu atau dua generasi.

System pemerintahan di Inggris adalah salah satu yang saya anggap paling berhasil. Mampu bertahan di segala macam jaman, segala macam kesulitan (mulai dari persaingan kolonial sampe perang falk land), segala macam pemimpin, dan hebatnya selama itu Inggris termasuk bangsa papan atas yang ditakuti dan disegani.

Karena itu system Inggris haruslah yang ditiru oleh bangsa kita. TIDAK JUGA. Karena berhasil bagi negara lain, belum tentu cuco bagi kita.

Apalagi system yg terbukti gagal ya?



Shofhi Amhar
29 Oktober 2009 17:55

anda salah, bung richardo.

mimpi dan mambo jambo (eh, makhluk apa sih ini? jangan-jangan saya salah ikut-ikutan anda menyebut istilah ini untuk diri saya sendiri) ini pertama-tama adalah dari keimanan saya kepada Allah dan Rasul-Nya, serta keharusan tunduk kepada keduanya. adapun penyebutan tokoh-tokoh yang mulia itu saya lakukan untuk menjawab pertanyaan anda mengenai contoh keberhasilannya.

peran tokoh dalam sebuah sistem pemerintahan tentu saja sangat penting. tetapi sistem pemerintahan juga tidak kalah pentingnya. bahkan anda bilang sendiri, sistem seharusnya mampu menghasilkan tokoh-tokoh yang baik. kalau sistem ini tidak penting, tentu anda tidak akan mengusulkan [di topik lain] perubahan sistem, kan?

dinamisasi itu pasti (dan harus) ada. setiap sistem pasti mempunyai mekanisme ini, saya kira. sebab selama manusia hidup, pasti menghadapi masalah. dan setiap masalah perlu pemecahan masalah. tetapi yang patut diingat adalah setiap sistem punya patokan tertentu dalam mengeluarkan solusi masalahnya. corak kepemimpinan boleh saja berubah. tetapi rezim sekuler akan mengeluarkan solusinya berdasarkan patokan sekuler. negara Islam pun akan mengeluarkan solusi berdasarkan patokan Islam.


ttbnice
29 Oktober 2009 18:43

Anda seorang fundamentalis. Tapi anda juga seorang yang baik. Itu sebabnya saya penasaran dengan karakter anda yang "tidak biasanya". Karena seorang fundamentalis yang sering saya temui lebih mirip kebo kalap. Maen srudak sruduk tapi ga jelas apa maunya, kecuali "pokoknya". Anda sangat jelas berdiri dimana dan anda punya integrasi.

Meskipun prinsip2 anda bertolak belakang dengan saya, dan pastinya bakal berseteru, tapi saya salut dan hormat dengan anda. Sampai jumpa di pertempuran berikutnya pak...


Shofhi Amhar
29 Oktober 2009 18:47

sampai jumpa kembali, pak richardo. senang bertempur dengan anda.^_^


--
+++
[5:50] apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin? (AL MAA-IDAH (HIDANGAN) ayat 50)
---
Wala' untuk Islam
Shofhi Amhar
http://sites.google.com/site/ibnushobirin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar