Rabu, April 27, 2011

Alamat-Alamat I'rob

“Romo, kapan lagi belajar nahwunya?”

“Kapan-kapan.”

“Waaaaaaa…! Ummi Jiha……, Abi jahat…..!” Jiha berteriak keras sekali.

“Hus, berisik. Jahat kenapa sih?” Nadasya datang dari arah dapur membawa lauk. “Pasti Jiha menagih macam-macam. Orang Abu Jiha baru datang.”

“Salah!” Manyun. “Jiha tu cuma menagih satu macam. Abi kan janjinya mau mengajari Jiha tanda-tanda I’rob yang lain.”

“Tapi Romo janjinya kalau Jiha sudah hafal semua tanda asalnya lho…”

“Sudah! Dari dulu juga kan sudah.”

“Coba kalau masih ingat.”

“Ih, nyebelin.”

“Lho, mana ada I’rob yang tandanya nyebelin. Jiha ngarang.” Jiha tambah manyun. “Daripada cemberut begitu, temani Romo sama Bunda makan dulu.”

“Iya, Jiha belum makan sejak tadi siang.”

[…]

“Abi, putu.”

“Lho, nasinya dihabiskan dulu.”

“Mang...” teriak Jiha tak lama setelah beranjak dari kursinya. Mamang penjual putu pun putar haluan memenuhi panggilan Jiha. Dengan innocent Jiha kembali duduk. “Tenang, Ummi, Jiha akan habiskan.”

“Yah, begitulah Jiha. Mirip sekali dengan Walidnya.” Komentar Nadasya. Jiha hanya nyengir.

“Tapi Abi bilang, Jiha cantik mirip Ummi.”

“Betul itu. Tidak perlu dikatakan pun, Ummu Jiha memang cantik.” Hahaha, saya tidak bisa menahan tawa mendengar para narsisowati junior dan senior itu bertingkah.

[…]

“Pinten, mas?”

“Tigang ewu, pak.”

“O nggih, sekedap.” Saya rogoh kantong. “Njenengan suka ikut pengajian, mas?”

“Dereng nate, pak. Pulangnya malam terus.”

“Jam berapa?”

“Kemarin jam sepuluh. Tambah susah sekarang, pak.”

“Apanya?”

“Ya ini, cari rizki.” Sedikit tersenyum.

“O… katanya pemerintah malah mau menaikkan bbm lagi. Ada pengaruhnya, mas?”

“Pasti ada, pak. Habis di minyak tanah saja.”

“Oh, pake minyak tanah ya?”

“Iya. Sehari sepuluh ribu pasti habis.”

Saya tercenung. Ini keluhan khas para pedagang kecil. Namanya Abdurrahim. Masih sangat muda. Keluarganya banyak yang seprofesi. Saya kenal beberapa di antaranya karena Jiha hobi sekali menghentikan mereka yang sering lewat dan menghabiskan beberapa potong kue putu hangat di depan rumah.

“Pareng, pak.”

“Oh, monggo… monggo.”

Orang-orang itu adalah di antara yang Nabi berharap memiliki rasa cinta kepada mereka. Allaahumma innii as`aluka fi’lal khairaat, wa tarkal munkaraat, wa hubbal masaakiin, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu pekerjaan yang baik-baik, meninggalkan hal-hal yang mungkar, serta rasa cinta kepada orang-orang miskin’, sabda beliau dalam doanya. Doa beliau dikabulkan, tentu saja. Karena beliau adalah orang yang paling cinta kepada kaum miskin. Berkebalikan dengan pemerintah kaum muslimin saat ini. Jangankan soal ekonomi, soal akidah yang menjadi tanggungjawab mereka saja, mereka lalai. Sungguh memprihatinkan bahwa di Kulonprogo terdapat sebuah daerah yang warga muslimnya hanya tersisa empat belas kepala keluarga dari 163. Dan ternyata masih ada yang lebih parah.

Sungguh buruk, sebagai bukti lain ketidakpedulian pemerintah terhadap keterjagaan iman warganya, pemerintah samapai saat ini masih mengasaskan pengasuhan dan perwalian seorang anak muslim kepada keluarganya, meskipun kafir. Padahal orang fasik saja tidak berhak mendapat wewenang mengasuh.

[…]

“Romo, ayo.”

“Emh… tenang, Romo sudah siapkan. Tolong Jiha ambil printer.”

“Siap.”

“Nah, ini ada beberapa lembar latihan. Jiha kerjakan dengan sebaik-baiknya. Jangan lupa untuk menghayati dan mengamalkan secara murni dan konsekuen. Romo mau ke RT 11 dulu.”

“Ada apa, Romo?”

“Pak Wagino, beliau kesulitan membayar uang sekolah putranya.”

“Romo mau minjemin?”

“Tidak selalu harus, Jiha. Kadang-kadang seseorang hanya butuh didengarkan keluhannya. Bagi sebagian orang itu sudah cukup meringankan. Syukur-syukur kita bisa membantu lebih. Romo pamit dulu ya…”

[…]

“Terima kasih ya nak, sudah mau berkunjung.”

“Ah, njenengan ini seperti orang lain saja. Njenengan itu sudah sangat banyak membantu saya. Saya justru belum bisa membantu apa-apa.”

“Yah, minta doanya saja, nak, semoga proposalnya lolos.”

“Insya Allah, pak.”

“Mesti banyak istighfar, bangsa kita ini, ya nak. Rakyat masih banyak yang susah, eh, anggota DPR malah mau membangun gedung baru, menghabiskan uang rakyat. Malah ada yang bilang harus realistis segala, tidak mau disamakan dengan orang-orang miskin yang tinggal di gubuk-gubuk becek. Memangnya gedung DPR yang sekarang itu kalau hujan bocor apa ya, nak?”

“Setahu saya tidak, pak. Tingkah mereka dari dulu kan memang begitu. Sejak awal saya sudah tidak percaya dengan demokrasi kok, pak.”

“Lha kenapa, nak?”

“Sebenarnya demokrasi itu kan bertentangan dengan Alquran, pak.”

“Iya ya, nak. Kalau orang Islam sendiri sudah tidak menjadikan Alquran sebagai pegangan, memang repot. Kata ustadz Tolib, banyak hukum-hukum yang diajarkan Alquran yang tidak diterapkan. Saya pikir kok pantes kalau kehidupan masyarakat kok tidak semakin baik, ya. Kalau tidak salah, di Alquran kan ada ayat yang menerangkan bahwa Alquran itu adalah sebab kemuliaan manusia ya, nak? Pantas negeri ini begini-begini terus, lha wong ayat-ayat Alquran banyak yang ditinggalkan.”

1 komentar:

  1. Untuk bisa ikut latihan bersama Jiha, silakan unduh lampiran di https://sites.google.com/site/shofhiamhar/alamat-alamat-i-rob-1

    BalasHapus