Kamis, April 28, 2011

Pajak Agawe Santoso

“Pajak Agawe Santoso.” Jiha mengeja banner besar di selatan PLN jalan Wonosari. Sesampai di rumah, ia bertanya, “Pajak Agawe Santoso itu bahasa Arabnya apa, Romo?”.
Beberapa hari ini hampir semua kalimat yang menurutnya menarik ditanyakan apa bahasa Arabnya. Romonya jelas kewalahan. Lha wong mufradatnya pas-pasan. “Sebentar, Romo berpikir dulu.” Bertopang dagu, Jiha pun sabar menunggu.
“Hmm,,, begini saja: الضَّرِيْبَةُ مُعْتَمِرَةٌ”
“Adh-Dhariibatu mu’tamiratun. Tulisannya bagaimana, Abi?” Panggilan Jiha ke saya berubah. Saya hampir yakin ini pertanda bundanya datang, seperti biasa.
“Begini.” Saya mulai menulis di papan tulis: alif-lam-dhod-ro`-ya`-ba`-ta`, kemudian mim-‘ain-ta`-mim-ra`-ta`, jadilah: الضريبة معتمرة. Ummu Jiha memposisikan diri di depan papan tulis, mendampingi Jiha.
“Jiha tahu.” Penuh semangat, “adh-Dhoriibatu itu I’robnya rafa’. Mu’tamirotun juga, I’robnya rofa’.”
“Pinter.”
“Tapi kok cuma dua kata, Abi? Pajak Agawe Santoso kan tiga kata.”
“Hehe, kan ndak harus persis. Adh-Dhariibatu mu’tamiratun itu arti harfiyahnya Pajak itu memakmurkan.”
“Menyesatkan.” Nadasya ‘Anil Haqq, istri saya, berkomentar datar.
“Apanya yang menyesatkan, Bunda?” Jiha bertanya heran.
“Nanti Bunda jelaskan. Sekarang Jiha mandi dulu.”
Meskipun kata-katanya datar-datar saja, Bunda Jiha sebetulnya menyimpan kekesalan yang sangat terhadap propaganda wajib pajak yang terus dilakukan para penguasa. Syariat jelas tidak menoleransi pungutan pajak oleh para penguasa saat ini yang jauh melanggar syarat-syarat yang diatur dalam Islam. Pemahaman tentang hukum syara’ itu kemudian ditambah usaha laundry kecil-kecilannya yang kemarin didatangi pegawai pemda karena belum ada izin dan terancam pidana ringan jika tidak segera diurus. Izin usaha pasti ada kaitannya dengan pajak juga. Wallâhu a’lam. Keprihatinan terhadap pelanggaran-pelanggaran hukum syara’ oleh pemerintah entah kapan berakhirnya. Tetapi di sudut lain, saya bersyukur Jiha punya bunda seperti Nadasya. Di tengah lingkungan yang lebih sering tidak mendukung, ia selalu memberikan pengarahan kepada putrinya untuk berpikir dan bertindak sesuai titah Sang Pencipta dan utusan-Nya. Bahkan untuk perkara satu kalimat yang hampir saja meracuni putrinya seperti jargon pajak tadi pun, ia sangat peka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar