Minggu, Juni 30, 2013

Untuk Saudaraku yang Telah Pergi



Lelaki itu sesenggukan sampai beberapa langkah dari kuburan yang baru saja ditaburi bunga beberapa menit yang lalu.

"Diloske wae mas, ben lego," kata sesosok gempal pendek yang agak hitam itu. Beliau adalah salah satu petugas penguburan. Semoga Allah menyayanginya.

Aku menepuk-nepuk pundak lelaki tadi, sekedar memberi hiburan. Ia melangkah menjejeri wanita berbusana serba putih.

"Putrane panjenengan, bu. Putra ingkang soleh." Ia memberi persaksian. Dari lisan sang ibu, mengalir doa-doa kebaikan untuk putranya yang dipersaksikan itu.

Di luar komplek pemakaman, depan masjid tempat KKN-ku dulu semasa kuliah, aku menyalami para syabab, sebelum mereka menaiki mobil. Pulang kembali ke Serang. Sebelumnya, di makam tadi, kami sempat berkenalan.

"Beliau itu 'Abdurrahman bin 'Auf. Keikhlasannya luar biasa." Ujar seorang pria sebelum memasuki mobil berplat A itu, diselingi sedu-sedan sesaat, lalu mengusap air matanya. Kami bersalaman, berpelukan, lalu berpisah. Semoga Allah mengampuni kami semua.

Menilai kepribadian seseorang adalah dengan melihat unsur kepribadian itu sendiri, yaitu 'aqliyah (pola pikir) dan nafsiyah (pola jiwa). Dua unsur ini tidak melihat titel seseorang. Seorang sarjana hukum, yang mengenyam pendidikan hukum sekuler, tidak serta-merta menjadi berkepribadian sekuler, selama tidak menganut pola pikir sekuler yang ia dapatkan.

Sosok yang kini terbaring di pusara tadi, adalah seorang sarjana hukum. Malam sebelum pemakaman, seusai pengajian di masjid dekat rumah duka, kami menyempatkan diri mengunjungi keluarganya. Jenazah belum tiba dari Serang. Di sana kami berbincang dengan ibu dan adik iparnya.

"Dia aktif di masyarakat. Kegiatan-kegiatan RT rajin dia ikuti. Pak RTne remen." sang ibu menuturkan.

"Jika ada yang memberi pekerjaan di Jogja, saya tidak akan pergi merantau." ujar sang ibu lagi, menirukan putranya. Ia mengenang, "Ditawari kerja di Pengadilan, dia tidak mau. Takutnya nanti membenarkan yang salah dan menyalahkan yang benar, katanya."

Tampak, jiwa tulusnya tertempa sejak lama. Mungkin karena jiwa tulusnya itulah, dakwah dengan mudah menyentuhnya. Gambaran pemikiran dan jiwa sekuler, tidak terlihat dalam dirinya. Terbukti, sampai akhir hayatnya, ia tercatat sebagai salah seorang penggerak di sebuah harakah yang bercita-cita melanjutkan kehidupan Islam.

Inilah catatanku untuk seorang lelaki yang belum pernah kukenal sebelumnya, belum pernah melihat wajahnya, namun kebaikannya membekas pada orang-orang dekatanya yang sempat aku temui. Selamat jalan, saudaraku. Semoga Allah mempersilakan jannah-Nya ditempati oleh engkau dan orang-orang yang mencintaimu.

Allâhummaghfi lahû wa-rhamhu wa'âfihi wa-'fu 'anhu. Allâhumma lâ tahrimnâ ajrahû walâ taftinna ba'dahu wa-ghfir lanâ walahû.

Condrowangsan, 30 Juni 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar