Sabtu, November 02, 2013

Khutbah Jumat: Halqah Ideologis dan Pendidikan Keluarga

Siswa SMP yang berzina di depan teman-temannya, direkam kamera, ada juga yang ‘menjual’ sebayanya kepada para lelaki hidung belang. Juga data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan  Perempuan dan Anak (PT2TP2A) Jawa Barat yang menyebutkan sekitar 7000 remaja putri di bawah usia 18 tahun menjadi pelacur, 28% di antaranya masih duduk di bangku SMP dan SMA.

Tampaknya perzinaan menjadi hal yang biasa saja bagi sebagian remaja. Padahal, zina termasuk salah satu dosa besar. Bahkan Allah menyandingkan pelaku zina dengan pelaku syirik. Lelaki pezina tidak akan berzina kecuali dengan perempuan pezina atau wanita musyrik. Demikian pula perempuan pezina tidak akan dizinai oleh lelaki pezina atau lelaki musyrik. Sedangkan kaum mukminin tidak akan melakukannya. Demikian sebagaimana yang dipahami dari Surat an-Nur ayat 3.

Kondisi semacam itu tentu sangat memprihatinkan. Salah satu sebab maraknya tindakan asusila oleh para remaja adalah kurangnya kesadaran hubungan dengan Allah di dalam diri mereka. Mereka telah dijauhkan dari pemahaman bahwa amal setiap manusia semestinya diikat dengan syariat. Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi waâlihi wasallam mengajarkan bahwa amal apa saja yang tidak ada ketetapannya, ia tertolak. Kaidah tentang perbuatan menyebutkan bahwa hukum asal perbuatan adalah terikat dengan hukum syar’i.

Secara praktis, ketika hendak melakukan suatu perbuatan, seorang muslim mencari tahu tentang hukum perbuatan tersebut, apakah wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram. Jika wajib, akan dijalankan. Jika haram, akan ditinggalkan. Seorang muslim minimal melakukan dua hal tersebut; menjalankan kewajiban dan meninggalkan keharaman. Jadi, ketika telah menginjak usia baligh, semestinya seorang muslim sudah mengetahui apa saja yang wajib dan apa saja yang haram. Dalam kaitannya dengan remaja masa kini, bagaimana mungkin mereka memahami hal-hal tersebut, jika di rumahnya mereka tidak diajari, sedangkan di sekolah pun tidak bisa diharapkan.

Maka, alangkah baiknya jika di setiap rumah seorang ada kajian, minimal sepekan sekali, yang bisa difokuskan untuk membahas tafsir, hadis, atau pemikiran Islam, fikih halal-haram, dan sebagainya. Dengan begitu, diharapkan akan tumbuh suasana keilmuan di dalam setiap rumah, yang pada gilirannya akan membentuk pola pikir, pola jiwa, serta sikap yang sesuai standar kepribadian Islam.

Tetapi itu pun rasanya belum cukup. Sebab, pergaulan di tengah-tengah masyarakat yang tidak Islami seperti saat ini bisa merusak apa saja yang telah susah-payah dibangun di dalam rumah. Karenanya, melakukan upaya untuk mengubah masyarakat pun harus dilakukan. Tentu diperlukan ilmu. Dalam rangka itulah, kami telah mengadakan kajian-kajian yang bisa diikut oleh seluruh kaum muslimin. Kami mengajak dan memfasilitasi siapa saja muslim yang peduli dan ingin mengkaji persoalan ini, untuk bergabung dengan halqah-halqah yang kami adakan setiap pekan. Kami mengundang para jamaah sekalian untuk mempelajari Islam lebih dalam dan mendiskusikan persoalan-persoalan keumatan, sehingga dengan itu kita bisa berperan serta dalam menyelamatkan generasi muda  dari bencana dunia dan akhirat yang mengancam mereka.

Dimodifikasi dari khutbah Jumat di Masjid Dalilatul Iman, 27 Dzulhijjah 1434 H/01 Oktober 2013 M


Miliran, 28 Dzulhijjah 1434 H/02 Oktober 2013 M 06:15 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar