Senin, Juni 18, 2018

“Masya Allah” Kapan Diucapkan?

“Masya Allah” Kapan Diucapkan?


Sering kita mendengar orang mengucapkan masya Allah (Arab: ما شاء الله). Mungkin kita sendiri juga suka mengucapkannya. Namun apakah ucapan tersebut telah disertai kesadaran tentang makna dan faidahnya? Tidak kalah pentingnya juga, kapan sebaiknya kita mengucapkannya?

Bagi saya pribadi, pertanyaan ini sudah terbersit sejak lama, lalu diperkuat saat ada yang mengucapkan Subhânallâh yang konon tertukar momennya dengan Masya Allah. Ada anggapan dari sebagian pihak bahwa Subhânallâh diucapkan saat melihat sesuatu yang tidak disukai. Sedangkan apabila melihat sesuatu yang disukai, maka yang diucapkan adalah Masya Allah. Benarkah anggapan demikian? Saat di sebuah grup WA yang saya kelola ada pertanyaan tentang kapan kita mengucapkan dua kalimat tersebut, saya tertarik untuk melakukan riset kecil tentang hal ini.

Karena membahas dua kalimat sekaligus mungkin akan terlalu panjang, maka untuk masing-masing kalimat akan dibuat tulisan terpisah. Kebetulan –tidak ada yang kebetulan dalam ilmu Allah– tidak lama sebelum ada pertanyaan di GWA yang saya sebutkan di atas, saya membaca bahasan tentang ucapan Masya Allah  di buku berjudul Kisah Orang-Orang Zhalim karya Hamid Ahmad ath-Thahir. Karenanya bahasan ini saya dahulukan. Sebagian penjelasan dari buku tersebut akan saya sarikan, insya Allah.

Makna Masya Allah

Ejaan masya Allah adalah ejaan yang telah terserap dalam Bahasa Indonesia. Dalam bahasa aslinya, yaitu Bahasa Arab, kalimat ini terpisah dengan dua spasi, karena memang terdiri dari tiga kata, yaitu mâ, syâ`a, dan Allãh.

artinya [sesuatu], [apa], atau [apa saja].

Syâ`a bermakna [telah menghendaki]

Kata Allãh dalam kalimat ini berkedudukan sebagai Subjek.

Maka maknanya adalah sesuatu yang telah Allah kehendaki.

Saat kita melihat sesuatu lalu mengucapkan Masya Allah, sesungguhnya kita menyatakan: [ini adalah sesuatu yang Allah kehendaki], meskipun kita tidak menzahirkan kata ini.

Anjuran Mengucapkan Masya Allah

Dahulu ada orang yang kaya raya memiliki dua buah kebun yang artistik dan sangat menawan, sebagaimana diceritakan di dalam Surat Al Kahfi mulai ayat 32. Sayangnya, dia meyakini bahwa semuanya itu tidak akan sirna. Tidak akan pernah ada kiamat. Kehidupannya yang penuh kemewahan semacam itu akan berkekalan semata-mata. Bahkan jika dia meninggal, Allah akan memberinya yang lebih baik dari itu.

Sikap semacam itu disayangkan oleh teman pemilik kebun yang diajak berkunjung. Bentuk keprihatinan sang tamu terhadap kawannya tersebut adalah dengan menyatakan bahwa ketika memasuki kebun tersebut, seharusnya dia mengucapkan Mâ syâ`aLlâhu lâ quwwata illâh billâh (ini adalah sesuatu yang Allah kehendaki. Sama sekali tidak ada kekuatan untuk memilikinya kecuali berasal dari Allah). Lihat teks aslinya di Surat al Kahfi ayat 39. Kalimat ini mengandung kesadaran bahwa semua kekayaan tersebut semata-mata berasal dari Allah.

Kapan Masya Allah Diucapkan?

Ada beberapa momen yang kita dapatkan dari hadis dan pernyataan ulama tentang kapan kalimat masya Allah diucapkan. Berikut beberapa di antaranya.

1. Saat memasuki rumah

Asyhab meriwayatkan pernyataan dari Imam Malik bahwasanya beliau menganjurkan agar setiap orang yang masuk ke dalam rumahnya untuk mengucapkan kata-kata tersebut. “Bagi setiap orang yang memasuki kediamannya, sebaiknya ia mengucapkan kalimat tadi.” Maksudnya kalimat di dalam Surat Al Kahfi ayat 39, yaitu: mâ syâ`Allâhu lâ quwwata illâ billâh.

Oleh seorang ulama bernama Wahb bin Munabbih, kalimat ini bahkan ditulis di pintu rumahnya.

2. Ketika memiliki sebuah hajat

Di dalam kitab Zawâiduz Zuhdi karya Abdullah bin Ahmad terdapat riwayat tentang terkabulnya doa Nabiyullah Musa ‘alaihissalâm yang telah lama tidak dipenuhi oleh Allah. Setelah Nabi Musa mengkonfirmasi hal tersebut kepada Allah, Allah menjawab bahwa disegerakannya hajat-hajat yang beliau minta adalah karena beliau mengucapkan masya Allah.

3. Ketika melihat sesuatu yang mengagumkan

Sahabat Nabi yang meninggal paling akhir, Anas bin Malik –semoga Allah meridhoi beliau– meriwayatkan bahwasanya Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang melihat sesuatu yang mengagumkannya lalu ia mengucapkan [mâ syâ`aLlâhu lâ quwwata illâ billâh], niscaya ia tidak akan terserang penyakit ‘Ain*

* ‘Ain berarti mata. Maksud dari penyakit ‘Ain adalah musibah yang diperantarai oleh kekaguman atau kedengkian seseorang terhadap sesuatu. Ada orang-orang yang berpotensi memberikan penyakit ‘Ain kepada orang lain. Misalnya si A melihat si B. si A terkagum terhadap pakaian yang dikenakannya. Maka si B bisa jadi mendapat celaka karena kekaguman si A tersebut. Bisa juga jika si A melihat si B, lalu ia dengki dan membenci si B, maka si B bisa terkena penyakit ‘Ain dari si A. Dengan demikian, penyakit ‘Ain bisa terjadi karena kekaguman yang menimbulkan rasa suka atau kedengkian yang menimbulkan rasa dengki. Kecelakaan yang menimpa si B bisa jadi tidak disadari oleh si A dan juga bukan karena kehendaknya. Namun karena si A memiliki potensi ‘Ain, maka si B terkena celaka –dengan izin Allah. Maka untuk mencegah terjadinya penyakit ‘Ain, salah satunya dianjurkan kepada seseorang yang terkagum tentang sesuatu agar mengucapkan masya Allah seperti terlihat di dalam riwayat di atas. Di dalam hadis yang lain disebutkan pula ucapan lain, yaitu bârakallâhu fîk atau yang semisal denganya.

Wallâhu A’lam.

Kunjungi FP Bahasa Arab Santai



Tidak ada komentar:

Posting Komentar