Minggu, Januari 18, 2015

Afiliasi Primordial


Afiliasi Primordial

Salah satu alasan orang liberal menolak formalisasi syariat oleh negara adalah: Bahwa keniscayaan pluralitas manusia, membutuhkan sebuah ideologi yang memandang manusia sebagai individu-individu tanpa harus dikait-kaitkan dengan afiliasi primordialnya, seperti ras, agama, suku, gender, dan sebagainya.

Pertanyaannya adalah: apa kriteria ‘afiliasi primordial’ yang dimaksudkannya? Membiarkan menyebut satu bentuk afiliasi sebagai primordial dan bentuk afiliasi lainnya sebagai non-primordial tanpa kriteria yang jelas, atau lebih parah, tanpa kriteria sama sekali, tentu merupakan wujud ketidakbertanggungjawaban.

Secara garis besar, manusia bisa diklasifikasi menggunakan dua pendekatan, yaitu dengan melihat:

1.      Identitas yang tidak bisa dipilih
2.      Identitas yang bisa dipilih

Pendekatan yang pertama akan meliputi klasifikasi manusia berdasarkan ras, suku, gender, dan sebagainya. Semua hal itu, manusia tidak bisa memilihnya. Saya tidak bisa menghindar keputusan Sang Pencipta yang menciptakan saya secara genetis termasuk ras Mongoloid, suku Jawa, dan bergender laki-laki (saya tidak membedakan secara ekstrim sex dan gender). Pendekatan kedua mencakup hal-hal yang menjadi wilayah bagi kehendak bebas manusia, seperti agama dan ideologi.

Saya yakin, adalah lebih tepat jika apa yang disebut sebagai afiliasi primordial disematkan pada identitas bentuk pertama, yaitu identitas yang tidak bisa dipilih oleh manusia. Mengapa hanya identitas jenis pertama yang layak disebut afiliasi primordial? Karena keistimewaan manusia adalah akal dan kehendak bebas, sedangkan identitas jenis pertama tidak berada di dalam kekuasaan akal dan kehendak bebas. Jika identitas dengan jenis ini dijadikan sebagai landasan afiliasi, tentu saja afiliasi tersebut tidak punya potensi untuk dimasuki oleh semua orang. Tak ada ruang bagi seseorang dengan identitas tertentu dari jenis ini untuk dapat bergabung dengan afiliasi identitas yang lain. Misalnya seorang Jawa tidak dapat bergabung dengan afilisasi orang Sunda. Tidak ada kemungkinan, berdasarkan kriteria kesukuan, bahwa orang bersuku Jawa akan menjadi bersuku Sunda. Tidak ada pula kemungkinan seorang lelaki bergabung ke dalam suatu afiliasi yang berisi orang-orang perempuan. Sebab seorang lelaki selamanya akan menjadi seorang lelaki, demikian pula sebaliknya. Maka, afiliasi berdasarkan ras, suku, gender layak disebut sebagai afiliasi primordial.

Berbeda halnya dengan agama dan ideologi. Seseorang yang berafiliasi dengan agama dan atau ideologi tertentu memiliki kesempatan untuk memilih, agama dan ideologi apa yang akan dia anut. Seseorang menjadi Kristen, Hindu, Budha, Islam adalah pilihannya. Demikian pula, seseorang bisa menjadi Muslim, Kapitalis, atau Sosialis berdasarkan kehendak bebasnya. Dengan demikian, afiliasi agama dan ideologi melibatkan peran akal. Lebih jauh, afiliasi jenis ini lebih memuliakan manusia dibandingkan afiliasi berdasarkan identitas jenis pertama, karena potensi khas manusia yang membedakannya dengan makhluk lainnya terlibat dalam hal ini.

Afiliasi primordial secara mutlak hanya bisa dilekatkan pada identitas jenis pertama, sehingga tidak layak dijadikan pengikat—apalagi landasan pengaturan—suatu negara. Sedangkan identitas jenis kedua masih perlu ditinjau potensinya sebagai pengikat dan pengatur, dari sisi: Manakah dari berbagai ikatan tersebut yang layak. Tidak hanya itu, tinjauan juga perlu dilakukan dari sisi kelayakannya untuk menata masyarakat dan negara menuju kebahagiaan hidup.


16 Ramadhân 1434 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar