Rabu, September 04, 2013

AGNES MONICA 35 RIBU

AGNES MONICA 35 RIBU

Beli roti sobek seharga 35 ribu, oleh kasir ditawari, "Agnes Monica-nya mas. Mumpung masih ada. Cuma 35 ribu." Saya diam. “Gak doyan,” dalam hati. Kaki segera melangkah pergi. Kasir buru-buru mengucapkan salam perpisahan khas swalayan itu.

Di jalan saya terngiang. Bukan tentang Agnes Monica, tapi tentang uang 35 ribu itu. Ingatan saya kembali: Uang berbeda dengan barang.

Seandainya tadi saya beli DVD yang ditawarkan itu, hampir pasti ia akan tidak berguna. Mungkin saya akan membuangnya ke tempat sampah. Selesai. Tidak akan ada masalah apa-apa. Tetapi uang yang Rp 35 ribu tadi, meski saat ini sudah tidak ada di tangan saya, tapi ia akan dan harus terus beredar. Tidak boleh berhenti. Uang bagi ekonomi, seperti darah bagi tubuh: Tersendat isyarat tak sehat, berhenti berarti mati. Maka, Syariat Islam mengharamkan penimbunan emas dan perak (yang merupakan mata uang syar’i), meskipun dizakati. Demikian dawuh Syaikh Taqyuddin an-Nabhani.

Bagaimana dengan menabung? Boleh. Lalu apa bedanya menabung dengan menimbun? Bedanya: Menabung harus punya tujuan. Misal: Punya uang sepuluh juta, kemudian ditabung untuk menikah tahun depan. Ini namanya menabung. Boleh. Atau untuk keperluan lain: Berhaji, umrah, menikah lagi, dan sebagainya. Itu juga boleh, karena tujuannya jelas. Sedangkan menimbun, adalah menyimpan tanpa tujuan. Misal: Dapat hadiah 1.000 gr emas. Bingung mau diapakan. Akhirnya diputuskan untuk disimpan. Tujuannya apa? Ya tidak ada. Pokoknya disimpan saja. Ini tidak boleh, alias haram.

Lalu harus bagaimana? Investasikan! Belikan tanah, rumah, atau jadikan modal usaha. Boleh juga untuk membiayai saya untuk sebuah keperluan yang menjadi rahasia kita berdua, kalau emasnya ada.

Begitu bukan, mas @#YangMauDimentionSedangMen_deacitve_kanAkunnya

Miliran, 28 Syawwâl 1434 H/4 September 2013 M 08:14


(Dimuat untuk dikoreksi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar