Senin, November 12, 2018

Mengapa Kata Min di dalam Surat Âli Imrân Ayat 104 Bermakna Sebagian Bukan Bermakna Penjelasan? (Soal Jawab Amir Ketiga Hizbut Tahrir Internasional) [1/3]


Mengapa Kata Min di dalam Surat Âli Imrân Ayat 104 Bermakna Sebagian Bukan Bermakna Penjelasan? (Soal Jawab Amir Ketiga Hizbut Tahrir Internasional) [1/3]

Soal: Di tengah saya belajar tafsir ayat yang mulia:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

{Dan hendaklah ada dari kalian ummah yang menyeru kepada al-Khair, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan mereka itulah orang-orang yang beruntung}, dan mempelajari bagaimana kata dari (من) itu bermakna sebagian, Firman Allah berikut menghentikan saya:

وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
{Dan menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar}.

Amal ini, yaitu amar makruf nahi mungkar dituntut dari setiap muslimin. Pelaksanaannya mungkin untuk dilakukan oleh individu-individu, tetapi mungkin juga dilakukan oleh kelompok-kelompok. Lalu bagaimana kemudian kita bisa mengatakan bahwasanya diperlukan jama’ah mutakattilah di antara kaum muslimin yang melaksanakannya sehingga kata (من) di situ dianggap bermakna ‘untuk sebagian’ (lit tab’îdh)?

Kemudian antara kata ‘dari’ (من) at-tab’îdhiyah (bermakna sebagian) dan al-bayâniyah (bermakna menjelaskan) kadang-kadang sulit dibedakan satu sama lain. Tidakkah orang Arab menggunakan artikel-artikel tertentu yang menyertai kata (من) al-bayaniyah atau at-tab’idhiyah di dalam bahasa mereka untuk membedakan antara keduanya dengan bentuk yang jelas?

Saya berharap kejelasan persoalan ini. Semoga Allah membalas Antum dengan kebaikan.

Jawaban:

Kata (من) memiliki beberapa makna, di antaranya:

Li at-tab’îdh (bermakna sebagian). Misalnya di dalam ayat:

مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ

{Dari mereka ada yang Allah berbicara (kepada mereka)} (al-Baqarah ayat 253)

Maknanya: sebagian dari mereka ada yang Allah berbicara (kepada mereka). Misal yang lain adalah ayat:

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ

{Tidak akan kalian memperoleh kebaikan sampai kalian menginfakkan sebagian dari apa yang kalian cintai} (Âli ‘Imrân ayat 92)

Makna (من) yang lain adalah lil bayân (untuk menjelaskan), misalnya di dalam ayat:

فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ

{Maka jauhilah najis, yaitu berhala-berhala} (al-Hajj [22]:30)

dan semisal ayat:

يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ
{mereka didandani di dalam surga dengan gelang dari mas.} (al-Kahfi:31).

Tetapi banyak kasus yang dikatakan sulit dibedakan antara yang bermakna sebagian dengan yang bermakna penjelasan ini. Tetapi siyâqul kalâm (kontek pembicaraan) dan indikasi-indikasinya akan menjelaskan makna yang dimaksud.

Sekarang perhatikan ayat yang mulia ini:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

{Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar} (Ali ‘Imran:104)

Pertama: Dari sisi siyâq (kontek) ayat yang mulia ini, ayat sebelum dan ayat sesudahnya, yaitu dari sisi lafaz yang mengawali seruan di dalam ayat-ayat yang mulia tersebut, sebelum dan sesudahnya ada ayat-ayat sebagai berikut:

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ... وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ ... وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا...

{Dan berpegang teguhlah dengan tali Allah seluruhnya … dan hendaklah ada dari kalian, umat … Dan janganlah kalian menjadi seperti orang-orang yang terpecah-belah dan berbeda-beda pendapat}. (Âli ‘Imran:103, 104, 105)

Sesungguhnya lafaz yang mengawali seruan pada ayat sebelumnya adalah berbentuk jamak: ‘Dan berpegang teguhlah [kalian]’. Dan pada ayat setelahnya demikian pula, berbentuk jamak: ‘dan janganlah [kalian] menjadi...’ Tetapi ayat yang menjadi tema pembahasan ini terletak di antara dua jamak, berupa seruan dengan lafaz berbentuk mufrad (tunggal): dan hendaklah [kamu] menjadi, dan bukan dan hendaklah [kalian] menjadi.

Di dalam fiqhul lughah, apabila siyâq memiliki perbedaan seperti ini, yaitu lafaz jamak, lalu mufrad (tunggal), kemudian jamak lagi, ini bermakna bahwa permulaan seruan dengan lafaz tunggal itu memiliki suatu maksud, dan maksud tersebut bukanlah seperti maksud pada ayat sebelum dan sesudahnya.

Seruan di dalam ayat sebelumnya dimulai dengan lafaz jamak untuk kaum muslimin berupa seruan agar berpegang teguh, di dalam ayat setelahnya, dengan lafaz jamak berupa seruan untuk kaum muslimin agar tidak bercerai-berai. Adapun ayat yang berada di antara keduanya dimulai dengan lafaz mufrad untuk kaum muslimin, yaitu bukan untuk keseluruhannya.

Dan tidak bisa dikatakan mengapa kita mengatakan bahwa: dan hendaklah [kamu] itu lafaz mufrad, padahal lafaz tersebut kembali kepada ummah, sedangkan ummah adalah jamaah, bukan individu?

Jawaban untuk itu adalah bahwa kita berbicara dari sisi lafaz yang digunakan untuk memulai seruan, tidak terpengaruh oleh lafaz yang mengikutinya. Sebagai contoh, ayat yang mulia:

هَذَا فَوْجٌ

{Ini adalah suatu rombongan…} (Shâd:59).

Lafaz rombongan itu menunjukkan lebih dari satu orang, tetapi ini tidak bermakna bahwa lafaz ini menjadi lafaz jamak, tetapi tetap menjadi lafaz tunggal meskipun jika diikuti oleh lafaz yang maknanya jamak. Demikian pula ketika saya mengatakan kepada Anda: “Kalian, semoga Allah memuliakan kalian, adalah seorang yang berpengetahuan lagi unggulan.” Kata kalian di sini adalah lafaz jamak meskipun diikuti oleh kata yang bermakna tunggal ‘seorang yang berpengetahuan lagi unggulan’.

Seperti itulah, lafaz dan menjadilah kalian adalah lafaz mufrad, sehingga ayat:

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ ...

tidaklah bermakna jadilah kalian. Ta`nîts (feminin) dan tazkîr (maskulin)nya tidak berpengaruh terhadap penisbatan kata umat setelahnya. Karena lafaz tersebut tetap sebagai lafaz mufrad: dan menjadilah kamu dan bukan dan menjadilah kalian.

Kita di sini sedang mendiskusikan segi lafaz, yaitu nasqul kalâm. Maka temanya berkaitan dengan perbedaan nasqul kalâm dari segi tiga lafaz ini, yang dengan itulah seruan dimulai, di dalam tiga ayat:

وَاعْتَصِمُوا, وَلْتَكُنْ, وَلَا تَكُونُوا

{Dan berpegangteguhlah kalian, dan menjadilah kamu, dan janganlah kalian menjadi.}

Agar jelas bentuk perbedaan nasqul kalâm-nya, ambillah sebagai misal, Firman-Nya Ta’ala:
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آَمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ...

{Bukanlah suatu kebaikan kalian menghadap wajah-wajah kalian ke arah timur dan barat. Tetapi kebaikan adalah siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir…}

… sampai Firman-Nya Ta’ala:

وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ
{dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan} (al-Baqarah:177)

Anda amati di sini bahwa khabar (predikat; bagian kalimat yang berfaidah menerangkan) dari (لكن) itu di-rafa’-kan. Demikian pula kata (الموقنون). Tetapi kata setelahnya dinashabkan (والصابرين), sehingga berbeda dengan khabarnya (ولكن). Demikian pula dengan lafaz yang berbeda dengan al-ma’thûf ‘alaihi (والموفون). Perbedaan nasqul kalâm ini di dalam fiqh al-lughah bermakna bahwa nashab (والصابرين) adalah perkara yang dimaksudkan untuk rafa’ dari kata sya`nihim, dan bahwa mereka dikhususkan dengan pujian tambahan dari lafaz sebelum mereka. Yaitu bahwasanya perbedaan nasqul kalâm di sisi mereka menjadikan mereka yang dimaksud bukanlah orang-orang sebelumnya. Demikianlah untuk setiap perbedaan nasqul kalâm dalam bahasa Arab yang fashîh, sesungguhnya terdapat penjelasan makna seperti ini di dalam fiqhul lughah.

Termasuk ke dalam contoh ini adalah apa yang terdapat di dalam ayat yang mulia tersebut berupa perbedaan nasqul kalâm yang itu bermakna bahwa seruan ayat yang di tengah maksudnya berbeda dengan seruan dari ayat sebelum dan sesudahnya, sehingga ayat yang di tengah tersebut bukan seruan untuk keseluruhan melainkan seruan untuk sebagian dari kaum muslimin, yaitu bahwa (من) berdasarkan siyâqnya adalah bermakna littab’îdh (untuk sebagian), bukan lil bayân (untuk keseluruhan).


Rabu, Oktober 24, 2018

Unduh Gratis Diskusi tentang Darwin dan Evolusi

Unduh Gratis Diskusi tentang Darwin dan Evolusi
Bismillah.
Asssalamu ‘alaikum warahmatullah.
Pada tahun 2003, di milis insists terjadi diskusi sangat bergizi tentang evolusi. Pengulas utama diskusi ini adalah pakar Filsafat Sains dari Malaysia, Dr Adi Setia. Beliau mengulas berbagai sisi evolusi yang sangat jarang padahal penting untuk kita ketahui. Mengingat begitu pentingnya diskusi ini untuk wawasan kaum muslimin khususnya dan umat manusia pada umumnya, kami mendokumentasikan diskusi tersebut dalam sebuah berkas berbentuk pdf.
Beberapa kutipan dari diskusi tersebut bisa dibaca di sini.
Bagi yang berminat mendapatkan berkas dimaksud, silakan akses bit.ly/DarwinDanEvolusi.
Semoga bermanfaat untuk kita semua.
Wassalamu ‘alaikum warahmatullah.

Minggu, Oktober 21, 2018

Sikap Muhammadiyah tentang Sanksi Pidana Islam

Setiap upaya menegakkan hukum-hukum Allah di muka buminya, oleh siapapun, harus didukung sepenuhnya. Sebab hal itu rido akan hukum Allah termasuk kewajiban atas kaum muslimin yang tidak bisa ditawar-tawar. Batal iman tanpanya.

Maka tidak heran jika Muhammadiyah, sebagai salah satu ormas Islam besar di Indonesia, menyatakan bahwa pasal 533, 544 dari RUU KUHP 2004 yang menyatakan bahwa membunuh seseorang dengan sengaja atau merencanakan pembunuhan dengan
sengaja akan dikenai hukuman tiga sampai lima belas tahun penjara, atau lima sampai dua puluh tahun penjara seumur hidup, harus diganti dengan ketentuan hukum yang disebutkan di dalam Alquran. Hukuman mati bagi pelaku pembunuhan sengaja bisa dipahami sebagai antisipasi tindak kriminal yang lebih tinggi.

Keterangan ini bisa dibaca di dokumen berjudul "Laporan Kemajuan Penelitian Tahap Akhir Laporan Tahun II RUKK VI Tahun 2006 Bidang: RUKK B" dengan tajuk: "Kontribusi Hukum Pidana Islam dalam Pembentukan Hukum Nasional [Penelusuran, Pemetaan, dan Pengujian Respon serta Pemikiran Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persatuan Islam (Persis), Jaringan Islam Liberal (JIL), dan Kelompok Post-Tradisional terhadap RUU KUHP Tahun 2004]" yang ditulis oleh Tim Peneliti dari Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang terdiri dari Dr. Phil. H.M. Nur Kholis Setiawan (Peneliti Utama), Agus Moh. Najib, S.Ag, M.Ag, serta Ahmad Bahiej, SH, M.Hum.

Memang sudah selayaknya dan menjadi kewajiban Muhammadiyah untuk mendukung seluruh upaya penegakan syariat Islam dengan cara-cara yang juga dibenarkan oleh syariat itu sendiri. Sebab di dalam Anggaran Dasarnya, Muhammadiyah menyatakan:

"Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa nafsu.

Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.

Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap yang mengaku ber-Tuhan kepada Allah."

Semoga hukum-hukum Allah tegak secara kaffah di bumi Nusantara ini dalam waktu yang tidak lama.

Sabtu, Oktober 20, 2018

Chat Kursus Bahasa Arab Metode "Baca Saja!"

Hari ini masuk pesan WA ke nomor kami [Kontak kami: 0822-4252-2585 (Abu Musa)] menanyakan tentang privat Bahasa Arab. Pesan tersebut segera kami tindaklanjuti via TG. Berikut dialognya:

Assalamu 'alaikum. Ini pak *** yang ingin privat bahasa Arab itu ya?




8:27 PM



109 KB



Download



8:27 PM



Itu modulnya.



8:28 PM



Akad kita ijarah ya pak..



8:29 PM



Ujrahnya 50 ribu untuk belajar satu modul tersebut.



8:30 PM



Kesempatan mencoba tiga kali simulasi belajar gratis.



8:30 PM



Setelah itu silakan antum putuskan apakah akan lanjut privatnya atau tidak.



8:31 PM



Wa'alaikumussalam, siap Ustadz



8:32 PM



Mau dimulai sekarang simulasinya?



8:33 PM



Boleh Ustadz, berapa lama satu sesinya?



8:33 PM



Satu sesi satu halaman.



8:35 PM



Waktunya maksimal 24 jam. Silakan dilahap sepuasnya halaman pertama mulai sekarang. Siap? :)



8:36 PM



Rencana berapa modul Ustadz, dan tujuan pembelajarannya sampai dimana Ustadz?



8:38 PM



Tujuan pembelajarannya adalah menguasai pola-pola kata berdasarkan timbangan-timbangan dalam ilmu shorof.



8:38 PM



Saya menyiapkan 3 modul untuk dianggap cukup menguasai pola-pola kata terpenting dalam bahasa Arab.



8:39 PM



Bisa sampai baca kitab arab gundul Ustadz?



8:41 PM



Perkirakan kasar saya, dengan 3 modul itu bisa membantu membaca kitab arab gundul 60%-75%. Sisanya harus belajar Nahwu.



8:42 PM



Nahwu ada kelas privatnya juga Ustadz?



8:43 PM



Sedang disiapkan modulnya.



8:48 PM



Alhamdulillah boleh Ust kita mulai satu sesi dulu..

[Kontak kami: 0822-4252-2585 (Abu Musa)]

Rabu, Juni 27, 2018

Berubah Sejak dalam Pikiran (1)

Berubah Sejak dalam Pikiran (1)

Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani rahimahullâh telah memberikan satu pengajaran penting di dalam kitab Nizhâmul Islâm bahwa kebangkitan manusia terkait erat dengan pemikirannya. Di sana beliau memberikan alasan yang rasional berupa fakta bahwa perilaku manusia sangat tergantung dengan pemahaman yang dimilikinya. Dan segala contoh tentang fakta itu sangat mudah kita dapati di dalam kehidupan sehari-sehari.

Mengenai pampers, misalnya, dua keluarga bisa memiliki perilaku yang berbeda akibat pemahamannya juga berbeda. Isteri saya jarang sekali memakaikan pampers kepada dua bayi kami, kecuali pada kondisi tertentu. Itu karena ia memahami bahwa sering-sering memakai pampers tidak baik untuk kesehatan, menyebabkan anak tidak terlatih untuk buang air di jamban, dan juga tidak kalah pentingnya: tidak hemat. Dampak dari kebijakan ini terlihat dengan jelas pada si sulung. Meski kadang-kadang tetap mengompol, namun lebih sering dia sudah terbiasa bilang jika mau pipis sehingga hampir selalu pipis di kamar mandi. Bahkan ketika dalam kondisi dipakaikan pampers sekalipun, jika terasa mau pipis, sering kali pampers-nya dia minta dibuka. Jika bepergian dan harus memakai pampers, sampai di rumah selalu minta dibuka. Dia tidak nyaman pakai pampers.
Memang ada dampak buruknya, yaitu risiko bertebarannya najis di mana-mana. Tetapi kami memahami bahwa repot adalah risiko punya anak. Jadi tidak mengapa kami harus rajin mengepel atau mengganti tempat-tempat yang terpapar najis.

Kebijakan kami ini berbeda dengan salah seorang tetangga kami. Karena memahami bahwa memakai pampers untuk bayi itu lebih aman dan lebih terjaga dari najis, maka anaknya dipakaikan pampers sepanjang hari.

Contoh di atas memberikan gambaran yang jelas mengenai bagaimana pemikiran dan pemahaman sangat berpengaruh pada perilaku seseorang atau sekelompok orang.

Kembali ke pengajaran Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani. Selain membawakan argumentasi rasional berupa fakta dalam kehidupan, beliau juga membawakan sebuah ayat untuk mendukung prinsip bahwa “perubahan harus dimulai sejak dari pikiran”, yaitu Surat ar-Ra’du ayat 11. Tetapi jujur, bertahun-tahun saya tidak benar-benar memahami mengapa beliau menjadikan ayat ini sebagai dalil tentang ‘perubahan pemikiran’. Saya selalu bertanya-tanya: apa hubungannya ayat ini dengan pemikiran?


Sampai suatu hari, ketika pada suatu kesempatan, Ustadz Subhan menyinggung makna ayat tersebut dengan menyebut-nyebut keterangan Ustadz Hafidz Abdurrahman di dalam buku Islam Politik dan Spiritual, misteri tersebut mulai tersibak satu demi satu. Ditambah kemudian di dalam sebuah forum saya memberanikan diri untuk bertanya mengenai hal ini, persoalannya menjadi tampak semakin jelas.

Senin, Juni 18, 2018

“Masya Allah” Kapan Diucapkan?

“Masya Allah” Kapan Diucapkan?


Sering kita mendengar orang mengucapkan masya Allah (Arab: ما شاء الله). Mungkin kita sendiri juga suka mengucapkannya. Namun apakah ucapan tersebut telah disertai kesadaran tentang makna dan faidahnya? Tidak kalah pentingnya juga, kapan sebaiknya kita mengucapkannya?

Bagi saya pribadi, pertanyaan ini sudah terbersit sejak lama, lalu diperkuat saat ada yang mengucapkan Subhânallâh yang konon tertukar momennya dengan Masya Allah. Ada anggapan dari sebagian pihak bahwa Subhânallâh diucapkan saat melihat sesuatu yang tidak disukai. Sedangkan apabila melihat sesuatu yang disukai, maka yang diucapkan adalah Masya Allah. Benarkah anggapan demikian? Saat di sebuah grup WA yang saya kelola ada pertanyaan tentang kapan kita mengucapkan dua kalimat tersebut, saya tertarik untuk melakukan riset kecil tentang hal ini.

Karena membahas dua kalimat sekaligus mungkin akan terlalu panjang, maka untuk masing-masing kalimat akan dibuat tulisan terpisah. Kebetulan –tidak ada yang kebetulan dalam ilmu Allah– tidak lama sebelum ada pertanyaan di GWA yang saya sebutkan di atas, saya membaca bahasan tentang ucapan Masya Allah  di buku berjudul Kisah Orang-Orang Zhalim karya Hamid Ahmad ath-Thahir. Karenanya bahasan ini saya dahulukan. Sebagian penjelasan dari buku tersebut akan saya sarikan, insya Allah.

Makna Masya Allah

Ejaan masya Allah adalah ejaan yang telah terserap dalam Bahasa Indonesia. Dalam bahasa aslinya, yaitu Bahasa Arab, kalimat ini terpisah dengan dua spasi, karena memang terdiri dari tiga kata, yaitu mâ, syâ`a, dan Allãh.

artinya [sesuatu], [apa], atau [apa saja].

Syâ`a bermakna [telah menghendaki]

Kata Allãh dalam kalimat ini berkedudukan sebagai Subjek.

Maka maknanya adalah sesuatu yang telah Allah kehendaki.

Saat kita melihat sesuatu lalu mengucapkan Masya Allah, sesungguhnya kita menyatakan: [ini adalah sesuatu yang Allah kehendaki], meskipun kita tidak menzahirkan kata ini.

Anjuran Mengucapkan Masya Allah

Dahulu ada orang yang kaya raya memiliki dua buah kebun yang artistik dan sangat menawan, sebagaimana diceritakan di dalam Surat Al Kahfi mulai ayat 32. Sayangnya, dia meyakini bahwa semuanya itu tidak akan sirna. Tidak akan pernah ada kiamat. Kehidupannya yang penuh kemewahan semacam itu akan berkekalan semata-mata. Bahkan jika dia meninggal, Allah akan memberinya yang lebih baik dari itu.

Sikap semacam itu disayangkan oleh teman pemilik kebun yang diajak berkunjung. Bentuk keprihatinan sang tamu terhadap kawannya tersebut adalah dengan menyatakan bahwa ketika memasuki kebun tersebut, seharusnya dia mengucapkan Mâ syâ`aLlâhu lâ quwwata illâh billâh (ini adalah sesuatu yang Allah kehendaki. Sama sekali tidak ada kekuatan untuk memilikinya kecuali berasal dari Allah). Lihat teks aslinya di Surat al Kahfi ayat 39. Kalimat ini mengandung kesadaran bahwa semua kekayaan tersebut semata-mata berasal dari Allah.

Kapan Masya Allah Diucapkan?

Ada beberapa momen yang kita dapatkan dari hadis dan pernyataan ulama tentang kapan kalimat masya Allah diucapkan. Berikut beberapa di antaranya.

1. Saat memasuki rumah

Asyhab meriwayatkan pernyataan dari Imam Malik bahwasanya beliau menganjurkan agar setiap orang yang masuk ke dalam rumahnya untuk mengucapkan kata-kata tersebut. “Bagi setiap orang yang memasuki kediamannya, sebaiknya ia mengucapkan kalimat tadi.” Maksudnya kalimat di dalam Surat Al Kahfi ayat 39, yaitu: mâ syâ`Allâhu lâ quwwata illâ billâh.

Oleh seorang ulama bernama Wahb bin Munabbih, kalimat ini bahkan ditulis di pintu rumahnya.

2. Ketika memiliki sebuah hajat

Di dalam kitab Zawâiduz Zuhdi karya Abdullah bin Ahmad terdapat riwayat tentang terkabulnya doa Nabiyullah Musa ‘alaihissalâm yang telah lama tidak dipenuhi oleh Allah. Setelah Nabi Musa mengkonfirmasi hal tersebut kepada Allah, Allah menjawab bahwa disegerakannya hajat-hajat yang beliau minta adalah karena beliau mengucapkan masya Allah.

3. Ketika melihat sesuatu yang mengagumkan

Sahabat Nabi yang meninggal paling akhir, Anas bin Malik –semoga Allah meridhoi beliau– meriwayatkan bahwasanya Rasulullah bersabda, “Siapa saja yang melihat sesuatu yang mengagumkannya lalu ia mengucapkan [mâ syâ`aLlâhu lâ quwwata illâ billâh], niscaya ia tidak akan terserang penyakit ‘Ain*

* ‘Ain berarti mata. Maksud dari penyakit ‘Ain adalah musibah yang diperantarai oleh kekaguman atau kedengkian seseorang terhadap sesuatu. Ada orang-orang yang berpotensi memberikan penyakit ‘Ain kepada orang lain. Misalnya si A melihat si B. si A terkagum terhadap pakaian yang dikenakannya. Maka si B bisa jadi mendapat celaka karena kekaguman si A tersebut. Bisa juga jika si A melihat si B, lalu ia dengki dan membenci si B, maka si B bisa terkena penyakit ‘Ain dari si A. Dengan demikian, penyakit ‘Ain bisa terjadi karena kekaguman yang menimbulkan rasa suka atau kedengkian yang menimbulkan rasa dengki. Kecelakaan yang menimpa si B bisa jadi tidak disadari oleh si A dan juga bukan karena kehendaknya. Namun karena si A memiliki potensi ‘Ain, maka si B terkena celaka –dengan izin Allah. Maka untuk mencegah terjadinya penyakit ‘Ain, salah satunya dianjurkan kepada seseorang yang terkagum tentang sesuatu agar mengucapkan masya Allah seperti terlihat di dalam riwayat di atas. Di dalam hadis yang lain disebutkan pula ucapan lain, yaitu bârakallâhu fîk atau yang semisal denganya.

Wallâhu A’lam.

Kunjungi FP Bahasa Arab Santai



Jumat, Juni 08, 2018

Belajar Bahasa Arab dari Surat Al Fatihah

Belajar Bahasa Arab dari Surat Al Fatihah

Pengantar

Surat al Fatihah adalah surat yang paling banyak dibaca oleh seluruh kaum muslimin di muka bumi ini. Bagaimana tidak, Surat inilah satu-satunya surat yang wajib dibaca pada setiap shalat, baik fardu maupun sunah. Didaulat sebagai intisarinya Alquran, akan sayang apabila kita melewatkan untuk memahami kandungan ayat demi ayat di dalam Surat yang agung ini.

Sementara itu, kemampuan berbahasa Arab merupakan salah satu kebutuhan kaum muslimin dewasa ini (juga merupakan kebutuhan umat sepanjang zaman), baik kebutuhan ideologis, spiritual, politik, maupun akademis. Maka, pembelajaran Bahasa Arab harus terus-menerus didorong sedemikian rupa agar tetap wujud di tengah-tengah umat, bahkan sedaya upaya ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya.

Oleh karena itu kami terpanggil untuk menyusun pembelajaran Bahasa Arab yang dipandu oleh ayat-ayat Alquran, yang dalam kesempatan ini berpandukan kata demi kata, atau frasa demi frasa, dan sebagainya, dari Surat al-Fatihah. Semoga upaya ini dijadikan oleh Allah sebagai amal saleh yang ikhlas semata-mata mengharap rido-Nya, sekaligus menjadi wasilah bagi kesejahteraan kaum muslimin dunia dan akhirat, jiwa dan raga, lahir dan batin.

Bantul Mataram Islam, Rabu, 22 Ramadhan 1438 H/07 Juni 2018 M 07.07 WIB

Pengantar ini telah dimuat di akun plukme saya dengan judul Belajar Bahasa Arab dari Surat Al Fatihah.

File PDF akan diungah secara bertahap di sini atau https://bit.ly/2kTWO9Z. Silakan diunduh. Gratis.

Minggu, Mei 13, 2018

WAZAN ISTAF'ALA


WAZAN استفعل
Saya mendapatkan sebuah hadis sebagai berikut:

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( إذا أراد الله بعبده خيراً استعمله ) قالوا : كيف يستعمله ؟ قال : ( يوفقه لعمل صالح قبل موته ) رواه الإمام أحمد
Kalau Allah menghendaki kebaikan pada seseorang, Dia Akan Mempekerjakannya. Mereka (para sahabat) bertanya: Bagaimana Dia Mempekerjakannya? Beliau menjawab: Dia Akan Memberinya taufik untuk mengerjakan amal saleh sebelum meninggalnya. (HR Imam Ahmad).

Saya jadikan itu sebagai salah satu bahan latihan membaca di dua grup Cicilan Kosakata Quran yang saya kelola, juga di grup alumni MAN Yogyakarta 1 yangg hanya beranggota 4 orang (haha..).

Di grup terakhir tersebut ada yang mencoba untuk membacanya, namun masih ada keliru, khususnya ketika membaca kata yang digarisbawahi di atas. Maka saya coba untuk membuat bahan latihan yang kiranya dapat membantu memecahkan bagaimana cara membaca dua kata tersebut.

Bahan belajar dimaksud bisa diunduh di: https://goo.gl/W19qRw


Semoga bermanfaat.

Rabu, April 25, 2018

EBOOK CICILAN KOSAKATA ALQURAN EDISI KATA GANTI

EBOOK CICILAN KOSAKATA ALQURAN EDISI KATA GANTI


Banyak orang yang rutin membaca Alquran tanpa tahu sedikit pun makna ayat yang dibacanya.
Ada yang ingin sekali tahu makna ayat-ayat Alquran, tetapi masih bingung dari mana memulainya dan bagaimana caranya, mengingat bahasa Alquran bukan bahasa keseharian mereka.
Di sisi lain, banyak orang yang ingin belajar bahasa Arab, tetapi menemukan berbagai kendala. Apa buku yang pas menjadi pembimbing langkah pertamaku? Salah satu pertanyaan dalam hatinya mungkin begitu.
Padahal, seharusnya kebingungan semacam itu tidak perlu. Kelompok pertama dan kedua bisa kita lebur jadi satu: kelompok pertama segera belajar memahami Alquran dengan mempelajari bahasa Arab dan kelompok kedua bergegas menjadikan Alquran sebagai panduan pertamanya dalam belajar bahasa Arab. Selesai kan?
Buku ini adalah pembelajaran tentang kata ganti. Mengenal kata ganti (dhamîr) di dalam bahasa Arab sangat penting. Sebabnya adalah karena kata ganti (dhamîr) berpengaruh besar dalam penyusunan pola kata maupun kalimat.
Sebagaimana komitmen buku ini, yaitu belajar bahasa Arab melalui Alquran (sehingga kita bisa lebih mendekat kepada keduanya sekaligus), pada b ini disajikan 10 (sepuluh) rangkaian kata yang mengandung dhamîr. Semuanya diambil dari Alquran.
Anda diminta untuk menghafalkan rangkaian kata tersebut bersama artinya kata per kata. Untuk menghafalkannya, Anda tidak harus mengingat-ingat, tetapi cukup dibaca 10 sampai 100 kali. Jika menghafalkan rangkaian ayatnya dianggap terlalu berat, Anda cukup mengulang-ulang membaca kosakata-kosakata yang tersedia di bawahnya sampai benar-benar hafal. Tetapi jika Anda sanggup menghafalkan rangkaian ayatnya, juga merenungi kandungannya, insya Allah Anda juga mendapat pahala membaca Alquran dan pahala merenungi ayat-ayat Alquran.
Rangkaian kata yang disediakan sengaja dipilih yang mengandung sedikit kosakata (kecuali beberapa sesi yang terpaksa dibiarkan panjang agar tidak merusak makna kalimat) supaya Anda mudah menghafalnya.
Selain itu, disediakan latihan yang sangat mudah untuk dikerjakan. Anda cukup membaca dengan harakat yang sama persis dengan contoh. Itu latihan membaca. Jika Anda mengulang-ulangi latihan tersebut, diharapkan lama-kelamaan dengan tanpa sadar Anda sudah bisa membaca tulisan Arab gundul, meski hanya sebagian pola kalimat. Selamat membaca berulang-ulang, semoga Allah merahmati kita dengan Alquran.
Secara teknis lebih rinci, sangat dianjurkan belajar bahasa Arab dengan buku ini dengan langkah sebagai berikut:
1.    Siapkan buku tulis dan alat tulis. Langkah ini sebaiknya tidak diabaikan. Menulis adalah salah satu cara mengasah kepekaan membaca. Sebenarnya menulis secara digital (di ponsel, komputer, dsb) bisa juga, tetapi percayalah, menulis di atas kertas memiliki nilai lebih.
2.    Tulis kosakata ayat yang hendak dihafalkan. Buat tulisan serapi mungkin. Jadikan catatan Anda sebagai dokumen pribadi yang kelak bisa diakses kembali. Ini memudahkan Anda untuk melakukan pembelajaran ulang kapan saja Anda butuhkan. Perhatikan baik-baik mana yang harus dibaca panjang, mana yang harus diberi tasydîd, mana yang harus berharakat fathah, dan sebagainya.
3.    Baca berulang-ulang. Pengulangan adalah standar belajar para ulama sejak zaman dahulu kala. Mereka menganjurkan para pelajar (tidak peduli usianya, yang penting mau, sedang, dan ingin terus belajar adalah pelajar yang dimaksud di sini) untuk mengulang-ulang materi belajarnya. Imam Ghazali, misalnya, menganjurkan untuk mengulang suatu materi minimal 40 (empat puluh) kali. Untuk menghafalkan kosakata di dalam buku ini, kami menganjurkan Anda untuk mengulang 10-100 kali. Jika sepuluh kali sudah dirasa sangat hafal, maka cukup. Namun jika belum, tambahkan. Jika belum hafal juga, tambahkan terus, sampai seratus kali. Kalau seratus kali belum juga hafal, sebaiknya rehat dulu dan minum kopi. J
4.    Setorkan hafalan. Untuk memastikan bahwa Anda memang sudah hafal kosakata dalam ayat tertentu yang disajikan di buku ini, Anda perlu menyetorkannya. Maksudnya, mintalah orang lain untuk mendengarkan dan mengoreksi hafalan Anda. Orang yang mengoreksi usahakan mengerti bahasa Arab dan tahu kosakata yang Anda setorkan. Jika pun tidak, tidak masalah juga. Orang tersebut bisa melihat catatan Anda agar bisa mengoreksi kesalahan hafalan Anda. Jika kesulitan menemukan orang yang mau Anda setori, silakan hubungi penulis melalui kontak di bagian akhir buku ini. Sepanjang ada kesempatan, Insya Allah penulis bersedia menerima setoran dari pembaca sekalian.
5.    Murâja’ah. Maksudnya, kosakata yang sudah Anda hafalkan diulang-ulang kembali. Di dalam buku ini disediakan lembar murâja’ah setiap akhir dari tiga sesi. Jika Anda tidak menemukannya, Anda bisa juga meminta kepada penulis untuk memberikan Anda lembar murâja’ah. Silakan hubungi penulis di kontak di bagian akhir buku ini.

6.    Berlatih mengharakati. Di dalam buku ini ada kalimat-kalimat yang sengaja atau tidak sengaja tidak diberi harakat. Anda bisa mengharakati kalimat-kalimat tersebut untuk mulai melatih kemampuan membaca Arab gundul. Selamat mencoba.

Ebook Cicilan Kosakata Alquran Edisi Kata Ganti bisa Anda unduh di: https://goo.gl/7xB7r2. (Setelah unduh, mohon doakan kami dengan doa-doa kebaikan Anda. Bagikan artikel ini kepada sesama agar manfaatnya lebih meluas).
.
Dapatkan versi lengkapnya, diterbitkan oleh Penerbit Quwwah Yogyakarta, dengan menghubungi nomer WA: 0822-4252-2585.

Selasa, April 17, 2018

PELAJARILAH BAHASA ARAB SEPERTI KALIAN BELAJAR MENGHAFAL ALQURAN

PELAJARILAH BAHASA ARAB SEPERTI KALIAN BELAJAR MENGHAFAL ALQURAN

Saat mencari pernyataan Khalifah Umar bin Khaththab (orang kedua pemangku jabatan kepala negara pada Khilafah pasca wafatnya Nabi) tentang bahasa Arab adalah bagian dari Islam, tidak sengaja menemukan riwayat dari Sahabat Ubay bin Ka’ab (ra) berikut ini:
حدثنا يحيى بن آدم قال حدثنا حماد بن زيد قال حدثنا واصل مولى ابن عيينة عن يحيى بن عقيل عن يحيى بن يعمر عن أبي بن كعب قال: تعلموا العربية كما تعلمون حفظ القرآن.
Yahyâ bin Âdam telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Hammâd bin Zaid telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Wâshil mantan budak Ibnu ‘Uyainah telah menceritakan kepada kami, dari Yahyâ bin ‘Uqail, dari Yahyâ bin Ya’mar, dari Ubayy bin Ka’b, ia berkata: Pelajarilah Bahasa Arab, sebagaimana kalian belajar menghafal Alquran.

Riwayat ini terdapat di dalam Mushannaf Ibnu Abî Syaibah (rh).