Senin, Agustus 09, 2010

Debatable

Debatable bagi sebagian manusia adalah kata suci. Ia seumpama sihir yang akan dapat merelatifkan semua yang ada di depannya; atau sebagian saja yang diinginkannya. Bagi pejuang liberal dalam sebuah agama, ia adalah senjata ampuh untuk mengubah-ubah syariat yang sudah pada tempatnya. Ia adalah jurus andalan untuk menggungat kemapanan pendapat segala ulama.

Mengangkat khalifah, misalnya. Ia adalah kesepakatan ummah dan aimmah sepanjang masa. Tetapi atas nama debatable, ia bisa dianggap sepi saja. Parahnya, malah sampai dibilang tak ada dalilnya. Padahal, al-Qur`ân menyerukannya, al-Sunnah menjabarkannya, Ijma’ mengukuhkannya. Juru bicara pengemban dakwah “debatable” berkata: “Saudara-saudara, mulai saat ini tak boleh ada lagi yang bilang bahwa khilafah itu wajib. Malah harus kita katakan, bahwa pihak-pihak yang menganggapnya wajib, telah melakukan kesalahan kronis penafsiran ayat al-Qur`an dan al-Hadits.” Begitu kira-kira.

Kawin beda agama demikian juga. Atas nama debatable, segala jenis kawin beda agama sah-sah saja. Lihatlah buku “Fikih Lintas Agama”, di dalamnya berseliweran permainan kata; tampak nyata pemerkosaan hukum-hukum syara’. Pernikahan beda agama yang semula hanya boleh antara lelaki muslim dengan wanita ahli kitab, kini boleh pula sebaliknya. Perkawinan muslim-musyrikah, musyrik-muslimah adalah haram. Semua ulama setuju. Namun atas nama debatable, tak boleh lagi dianggap tabu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar